Suara gemerincing lonceng kecil bersahut-sahutan dari kejauhan. Sepertinya jauh di sana, di balik tembok entah di mana, sekumpulan orang tengah bersenang-senang.
Derai tawa riuh rendah bersama tepukan tangan meriah mengiringi langkah kakinya. Seorang wanita paruh baya yang mengenakan sebuah kerudung yang menutupi rambut dan tubuhnya tengah berjalan tanpa suara di atas tanah berdebu.
Dua orang pengawal bersenjata lengkap berdiri di kanan dan kiri mendampinginya menuju ruangan pribadi penguasa negeri ini.
Beberapa hari yang lalu, wanita bernama Nam Yoon itu mendapatkan sebuah undangan langsung dari Sang penguasa negeri untuk berkunjung ke istananya. Kabarnya, Raja sudah mengetahui kehebatan wanita yang berprofesi sebagai cenayang itu. Kehebatannya meramalkan masa depan membuat Raja Choi harus membuktikan sendiri kemampuan wanita itu.
Apapun yang diramalkan oleh Nam Yoon pasti akan terlaksana di masa depan. Banyak yang mengatakan wanita itu dirasuki roh leluhur sehingga mampu melihat apa yang belum terjadi. Namun, Raja tidak percaya dengan omong kosong seperti itu.
Meramalkan masa depan hanyalah sesuatu yang mustahil dan Raja merasa kalau cenayang itu tengah melakukan sebuah trik penipuan untuk mendapatkan perhatian. Karena itu dia sengaja mengundang wanita itu ke istana untuk menyaksikan sendiri ramalannya.
Nam Yoon menaiki undakan. Di atas sana ada dua pengawal yang menjaga pintu. Suara orang-orang yang tertawa samar-samar terdengar. Kelihatannya mereka sangat menikmati sebuah acara yang entah apa itu.
Wanita itu menunduk dan penjaga membukakan pintu. Dua pengawal yang tadi mendampinginya masih mengikuti. Memasuki ruangan besar, dia diarahkan untuk berjalan di koridor. Koridor yang dia lewati sedikit gelap dan satu-satunya penerangan berasal dari obor yang diletakkan di setiap sudut jalan.
Nam Yoon juga hanya berjalan dengan mengikuti pengawal di depannya. Kalau pengawal itu berjalan lurus, dia ikut lurus dan kalau pengawal itu berbelok, wanita itu akan mengikuti dalam diam.
Hingga akhirnya mereka sampai di depan pintu kayu berwarna hijau yang dijaga oleh dua orang dayang. Keduanya saling membungkuk menghadap samping. Penerangan di sini juga tidak banyak. Di tiap sisi pintu terdapat sebuah lentera dengan lilin yang menyala.
Di sebelah salah satu dayang terdapat seorang pria tua yang memakai pakaian warna hijau juga ikut membungkuk. Nam Yoon menurunkan kerudungnya sebatas leher dan menunduk, membalas sapaan mereka.
Kemudian pria tua itu berjalan dan menempatkan dirinya di antara kedua dayang itu. Dia membungkuk di depan pintu sambil berteriak. "Yang mulia, Nyonya Nam sudah tiba!"
"Bawa dia masuk!" Suara sahutan terdengar dari dalam. Pria tua itu beringsut menyingkir sementara dua dayang tadi membukakan pintu. Nam Yoon menanggalkan kerudungnya, memperlihatkan wajah dan rambutnya yang digelung.
Wanita itu berjalan masuk lalu membungkuk dalam-dalam dengan bersujud di hadapan Sang penguasa negeri. "Hormat hamba paduka."
"Baiklah. Tegakkan tubuhmu." Titah Sang penguasa adalah mutlak. Nam Yoon menegakkan tubuhnya dan duduk bersimpuh di hadapan Raja.
"Kau pasti sudah tahu, alasanmu berada di sini. Aku ingin mendengar langsung ramalanmu."
"Mohon maafkan hamba jika anda tidak berkenan, yang mulia." Nam Yoon menunduk dan memperbaiki posisi duduknya. Dia yang semula bersimpuh mulai melipat kakinya ke depan dan duduk bersila. Matanya terpejam seperti tengah menerawang sesuatu yang jauh.
Raja duduk di hadapannya dengan wajah was-was. Keringat dingin membasahi wajahnya yang rupawan. Dia mengamati cenayang itu yang masih memejamkan matanya. Terlihat bola matanya bergerak-gerak di balik kelopak mata yang tertutup. Sang penguasa negeri itu sampai memajukan tubuhnya untuk melihat dengan lebih jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINI (TELAH TERBIT)
FantasySang Raja tak terhentikan. Dia bermaksud menggunakan Blood Moon untuk menghidupkan istrinya dari kematian. Kehancuran total dipertaruhkan. Hanya keturunan asli kerajaan yang dapat menghentikannya. Namun, putra mahkota menghilang. Seorang gadis mist...