Bab 17 - Kematian Sang Ratu

53 5 0
                                    

Para dayang terlihat sibuk berlarian di koridor. Sebentar lagi langit akan menggelap, tetapi mereka masih bergerak kesana kemari. Suara rintihan di dalam ruangan bersalin menjadi satu-satunya alasan mereka menjadi sibuk. Sudah setengah jam berlalu dan wanita di dalam ruangan itu belum juga dapat mendorong bayinya keluar.

Seorang dayang membuka pintu geser yang terbuat dari kayu. Dia membawa seember air. Di dalam ruangan, seorang wanita hamil tengah mengambil posisi siap. Mata birunya yang jernih bagaikan langit tak berawan itu mengindikasikan bahwa dia termasuk keluarga bangsawan dari Klan Ju. Sepasang mata itu tampak menatap langit-langit sambil mengedip pasrah.

Peluhnya membasahi wajah cantiknya. Wanita itu sudah kelelahan, terlihat dari bagaimana dia mengambil nafas. Tampak tersengal-sengal sementara bayinya masih tertahan di dalam perutnya. Seorang dayang yang lebih tua duduk di dekat kakinya, memberi perintah untuk terus mengambil nafas dan mendorong.

Dayang yang baru saja masuk itu duduk di dekat dayang senior yang tampak sebagai penanggungjawab persalinan ini. Seember air yang dibawanya diletakkan di belakang tubuhnya.

"Wul, elap keringat Mama," perintah dayang senior itu. Wajahnya menunjukkan ada sedikit rasa takut dan panik. Dayang bernama Wul itu mengangguk membuat senyum tipis muncul dari dayang senior itu. Kemudian dia kembali menatap sesuatu di balik kain yang menutupi kaki wanita hamil itu.

Wul beringsut mendekati wanita hamil itu dan mengambil kain bersih didekatnya. Dia mulai menekan-nekan kain itu dengan pelan ke dahi wanita yang merupakan istri penguasa negeri itu.

"Mama, tolong jangan menyerah. Sebentar lagi hampir keluar." Dayang senior itu masih terus memberinya semangat.

"Kau sudah bilang begitu sedari tadi." Wanita hamil itu berbicara dengan tersengal-sengal. "Jadi, kapan dia akan keluar?"

"Mama, hamba mohon jangan menghabiskan energi untuk berbicara. Gunakan saja energi Mama untuk mendorong."

Wanita itu tersenyum pasrah. Dia sudah tampak sangat kelelahan juga bosan mendengar kata terus mendorong sementara bayi di dalam perutnya seakan tidak mau keluar. Matanya terpejam. Dia berusaha mengumpulkan energi untuk mulai mendorong lagi.

"Mama! Bangun! Anda tidak boleh tidur. Anda harus terus mendorong." Pekikan keras dari si dayang senior membuat mata biru Ratu terbuka lebar.

"Astaga, apa aku tidak boleh mengumpulkan energi dulu?"

"Anda boleh mengumpulkan energi sebanyak mungkin, asalkan anda tidak boleh tidur!"

Ratu mengangguk pasrah. Dia mulai menarik nafas dan menghembuskannya perlahan dengan berkali-kali. Mencoba mempersiapkan dirinya untuk kembali mendorong. Tangannya terangkat untuk menarik dua utas kain yang menggantung di atas tubuhnya. Kain itu terikat dengan langit-langit dan berguna sebagai pegangan.

Dahi Ratu penuh dengan keringat. Dayang senior kembali memandunya. Kali ini wanita itu bertekad untuk segera mengeluarkan bayinya. Seiring dengan teriakan kesakitan yang keluar dari mulutnya, tangannya terus menarik kain yang menjuntai sebagai tambahan kekuatan.

Ratu mendorong lebih kuat. Wul menjadi panik. Dia terus melap keringat di kening wanita itu sementara si dayang senior terus berteriak. Wanita istri penguasa negeri itu tampak menggigit bibirnya. Sesekali ketika rasa sakit yang dirasakannya tampak sangat kuat, dia akan berteriak keras sembari berpegangan dengan erat pada kain yang menjuntai itu. Kemudian sebuah dorongan kuat menghantarkan sebuah tangisan keras dari seorang bayi yang penuh dengan noda darah.

"Mama, ini laki-laki." Pekikan keras sang dayang senior membuat Ratu menyunggingkan senyumnya. Di sela nafasnya yang masih tersengal-sengal dia menutup matanya sejenak. Perasaan lega membuncah di dadanya. Anaknya berhasil keluar dengan selamat.

GEMINI (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang