chapter 2

4K 239 1
                                    

Happy reading
Warning: typo!!!!!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.




Dia yakin, dirinya pasti sudah gila.

Lisa menyalahkan sepenuhnya kegilaan itu pada
kakak-kakaknya, dan semakin menyalahkan mereka
dalam setiap langkah yang telah ia ambil. Jika bukan karena kebiasaan buruk mereka tentang calon-calon adik ipar layak, Lisa yakin ia
masih bisa menikmati pesta ulang tahunnya sendiri dan menerima ajakan dansa satu dua orang teman
lelakinya yang tampan. Ia menjadi semakin marah setelah membayangkan tarian-tarian nakal yang
akan ia pertontonkan pada kakak-kakaknya yang tukang atur itu. Tarian yang sudah jelas gagal ia
lakukan.

Seharusnya ia menunjukkan gerakan nakal ciptaan
terbarunya dan membuat para pria tua itu marah sebelum ia memutuskan untuk mengikuti pria yang
sedang berjalan tanpa suara di sebelahnya sekarang.

"Setidaknya, beri aku sebuah nama," kata Lisa setelah kesabarannya mulai menipis. Ia tak pernah menjadi orang pendiam. Jika tak sedang memerintah, maka ia akan mengomel. Jika tak bisa mengajak seseorang bercakap-cakap, maka ia akan berbicara tanpa henti hingga orang itu bosan dan akhirnya jengkel, lalu mulai berbicara padanya.

"Sehun." Pria itu nyaris mendesiskan nama itu.

Lisa tersenyum senang.

Sehun.

Nama yang indah, dan dimiliki oleh pria tampan berkulit pucat.

Pria paling tampan yang pernah ia temui.

Ia berkali-kali mengulangi kalimat itu di dalam hati, seraya melemparkan lirikan terang-terangan yang tak mungkin tak disadari oleh Sehun. Jika, jika saja Sehun memutuskan untuk menemui para pencari bakat di luar sana, Lisa yakin pria itu akan diterima tanpa tes apapun hanya karena wajahnya. Seorang pria hanya butuh wajah itu untuk menjadi selebriti. Dan pria itu –Sehun, bahkan memiliki aura yang membuat orang-orang penasaran. Berbahaya, tapi tak bisa dipungkiri, seksi. Dingin, tapi tak mungkin dihindari. Lisa bahkan merasakan gatal di telapak tangannya hanya karena ingin sekali menyentuh pipi halus itu. Putih sekali. Putih yang bukan kemerahan. Hampir menyerupai salju.

Anehnya, kulit pucat itu sama sekali tak mengganggu penampilan Sehun. Seolah-olah warna itu memang diciptakan untuk Sehun.

Lisa menertawakan dirinya sendiri. Mengabaikan kemungkinan akan dianggap benar-benar gila oleh sehun. Ia masih menertawakan dirinya ketika mereka sampai pada bagian pagar terjauh dari rumah utama. Kamera CCTV yang tepat berada di atas kepalanya tampak berkedip dan beroperasi dengan baik. Sehun memanjat pada pagar tinggi dan berjalan di atas batuan itu dengan ketangkasan yang hanya dimiliki oleh para pemain sirkus profesional. Pria itu mendekati tiang tempat CCTV itu terpasang, dan mengecek sebentar, lalu melompat turun dari atas pagar.

Saat itulah lisa melihatnya. Tempat yang gelap membuatnya terlambat menyadari bahwa ada benda kecil yang terpasang pada lensa CCTV. Pantas saja tak ada petugas keamanan di sekitar sini. Sehun telah memanipulasi yang satu itu.

Lisa tak bisa berpikir lebih jauh, karena saat itu sehun berjalan ke arahnya dan menarik sikunya untuk mendekati pagar. Pria itu membungkuk di hadapannya tanpa mengucapkan satu katapun. Pria itu ingin lisa memanjat pagar tembok setinggi tiga meter itu. Dan lisa hanya bisa tertegun tanpa ada niatan untuk bergerak.

Because there's a reasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang