BAGIAN DUAPULUHTUJUH

90 11 0
                                    

Saat yang lain sudah pergi semua ke kelas tapi tak dengan livia dan devan. Mereka lebih ingin tetap tinggal di kantin untuk mengobrol berdua

devan melihat ke sekitar kantin

"kenapa kak?" tanya livia

"cari adek kelas cantik"

"ih apaan sih" ucap livia kemudian mencubit devan dan cemberut

Devan tertawa "bercanda. Oh ya nanti gue pulang sekolah harus ngelatih anak basket dulu. Lo duluan aja nanti ya"

"aku nemenin kak devan aja deh" tawar livia

"lah jangan. Lama, ntar lo capek. Meningan pulang istirahat"

"gak. Ntar ada adek kelas genit sama kak devan"

"oh sekarang jadi pacar yang siap siaga ya" goda devan

"ih apaan sih" ucap livia malu

Devan melipat tangannya diatas meja dan melihat ke livia "lo tau gak salah satu kata bijak yang mengatakan when you love someone, and you love them with your heart ,it never disappear"

Livia menggeleng tak tahu "tapi aku suka sama kata yang kak devan bilang barusan" ucap livia tersenyum

"itu yang terjadi sama gue sekarang, nanti, dan semoga seterusnya"

"kok seterusnya pakai semoga?" ucap livia cemberut lagi

"karena di setiap pertemuan itu pasti ada perpisahan. Tapi jikalau gue harus milih, gue sebenarnya belum mau kenal lo sekarang"

"kenapa gitu?"

"karena gue mau hadir di masa depan lo. Menjadi akhir dari penghujung cerita lo"

Livia kemudian tersenyum simpul "kalau gitu kak devan pergi. Datang aja nanti di penghujung cerita akhir aku karena aku mau kak devan yang menutup cerita aku sebagai akhirnya masa cinta aku"

"hilang dong" ucap devan

"kan nanti ketemu lagi"

"kalau tiba-tiba ada yang lain mau ditutup ceritanya sama gue gimana?"

"ya tolak. Karena kan kak devan udah aku pesen duluan" ucap livia tersenyum lepas

"gak ah. Gimana kalau gak direbut orang, kita tutup ceritanya sekarang"

"hah? Maksudnya?" tanya livia bingung

"gak paham ya? Yaudah pahami dulu aja" ucap devan

Livia tersenyum kecut karena devan membuat dia harus berpikir akan apa yang memang tak livia mengerti

livia kemudian bertopang dagu memikirkan ucapan devan sedangkan devan hanya tertawa dalam diam melihat livia terus berpikir. Padahal sudah jelas maksud dari devan itu adalah ingin mengajak livia bertunangan tapi berhubung livia tak sadar jadi devan urungkan niat itu karena kondisi mereka yang masih sekolah dan juga perjalanan hidup mereka yang masih panjang

"udah gak usah dipikirin. Kayak orang bego tau gak" ucap devan sambil mengacak puncak rambut livia

"ih kak devan. Kusut tau gak rambut aku" ucap livia kemudian sambil membenarkan rambutnya

"eh vi gue haus, beliin minuman dong" pinta devan dengan manjanya

Livia melihat ke devan seperti tak ikhlas karena menampakkan wajah lesunya tapi berhubung devan sudah memberikan wajah memelasnya akhirnya livia beranjak dan membelikannya minuman

"yaudah deh aku beliin. Gak usah pakai wajah memelas gitu, jelek tau gak" ucap livia kemudian pergi

"makasih pacar!" pekik devan menggeleng geleng kemudian dia mengeluarkan HPnya dan bermain HP

Arti Sebuah Rasa [ THE END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang