☀Pilihan yang Tak Pasti☀

50 15 6
                                    

-Perjalanan kayak ginilah hal favorit bagi gue Ta. Karena akhirnya ada satu hal yang pasti untuk gue tempuh enggak peduli seberapa jauh itu- Irgi Saputra

AGIS sejenak terpaku menatap kepergian Ezra--menggenggam tangan perempuan--yang ia dengar bernama Emelyn. Ada sebersit rasa tak rela tangan yang biasa digunakan untuk menggenggam tangannya, kini justru digunakan untuk menggenggam tangan lainnya.

Namun semua pikiran itu menguap setelah tangan Irgi menyentuhnya pelan dan membawanya pergi beralih. Seolah mengerti tanpa perlu berkata banyak, Irgi membalas pikiran Agis dengan satu genggaman hangat yang membuatnya nyaman.

Selepas memberikan form pendaftarannya di ruang Jurnalistik, Agis diantar Irgi pulang. Namun sebelum benar-benar sampai, Irgi justru menghentikan mobilnya pada satu kafe di ujung jalan komplek rumah keduanya. Tanpa banyak tanya, Agis hanya mengikut Irgi hingga keduanya telah duduk bersama di satu meja yang menghadap langsung ke jalanan.

"Ta?" panggil Irgi menjadikan lamunan Agis buyar seketika.

"Ya Zra? Eh... Gi."

Irgi tersenyum kecil hingga nyaris tak terlihat rasanya. "Baru aja gue mau tanya lo kenapa, tapi sekarang gue tau."

Agis sontak bertanya,"Emang kenapa?"

Irgi yang nampaknya mengubah ekspresi tak begitu saja menjawab. Hingga pada detik-detik berikutnya hanya hening keduanya yang sempat sejenak menyelimuti.

"Mau gue kasih tau gimana cara sampein rindu tanpa orang itu tahu?"

Ditatapnya mata Irgi penuh dalam, "Jangan bilang gue suruh genggam tangan lo trus jangan berhenti mikirin lo. Gitu?"

Irgi tertawa, cukup lepas hingga matanya menyipit seketika. "Kalo itu si maunya lo ya."

Mendengar ungkapan Irgi tentu mejadikan Agis mencibir juga, "Eh dasar, engga lah. Kan biasa juga lo ngomong gitu."

Tanpa sempat Irgi menjawab, pramusaji sudah menginterupsinya dengan membawa makanan yang tadi dipesan keduanya.

"Abisin dulu makanannya entar gue jelasin lagi," putus Irgi akhirnya.

Agis pun menurut, tanpa menunggu komando dua kali lagi. Toh dirinya memang sedang lapar. Bertemu Ezra dengan cewek tak dikenalnya yang terlihat akrab, kontan membuat perutnya kosong seketika. Aneh bukan?

Selepas keduanya sibuk menyelesaikan  makananan masing-masing, hanya berselang beberapa menit untuk sejenak bercakap, akhirnya Irgi pun menepati janjinya untuk Agis.

Keduanya telah dihadapkan lagi pada perjalanan yang semakin menjauh dari daerah komplek rumah mereka berada. Berkali-kali Agis bertanya akan dibawa kemana, Irgi hanya menjawab, "Ke suatu tempat dimana rindu tersampaikan tanpa perlu orang itu tau."

Akhirnya Agis menurut saja dengan sepanjang perjalanan tak hentinya ia meminta Irgi banyak bercerita. Semilir angin yang masuk lewat jendela mobil yang terbuka dan perkataan Irgi yang nyaris tak berjeda seolah paket komplit untuk mau tidak mau membuat Agis terkantuk juga.

Kalimat terakhir yang ia tangkap sebelum matanya terpejam  ialah saat Irgi berkata, "Perjalanan kayak ginilah hal favorit bagi gue Ta. Karena akhirnya ada satu hal yang pasti untuk gue tempuh enggak peduli seberapa jauh itu, dan gue..." Irgi menghentikan suara karena mungkin menyadari mata Agis terpejam.

AGRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang