-Gue yang simpan ya Ta. Kalau lo kecewa, biar larinya langsung ke gue. Bisa?- Irgi Saputra
Sinar mentari pagi ini terlihat lebih hangat dari biasanya. Seolah paham isi hati Agis yang semakin menghangat ketika mamahnya sibuk mempersiapkan sarapan untuknya.
Bagi Agis inilah hal istimewa, satu kenyataan bahwa kerenggangan yang beberapa waktu tercipta telah sempurna sirna.
"Mamah jadi nervous gini, diliatin sebegitunya sama kamu sayang."
Masih tak lepas memperhatikan gerak-gerik Reika, Agis hanya berujar, "Semua berasa mimpi Mah."
Reika tersenyum. "Coba tutup mata kamu." Sempat dituruti, beberapa detik kemudian Reika kembali meminta Agis membuka mata. "Apa ada yang berubah?"
"Ada," sahut Agis mengundang tanya Reika.
"Mamah semakin cantik."
"Bisa aja kamu gombalnya."
Agis tersenyum cukup lama hingga diterimanya uluran piring berisi dua potong sandwich yang Reika sampaikan.
"Agis masih enggak percaya sama keadaan ini..." tak sampai kata Agis berlanjut, Reika lebih dulu menginterupsi dengan memeluk Agis begitu lama.
Pelukan panjang semalam masih tak cukup dirasa. Bagi keduanya, 'kata' saja seolah luput penggambaran---bahkan untuk sebuah pelukan hangat yang lama berjeda.
Ting Tong...
Suara bel rumah yang berbunyi seketika mampu mengalihkan Agis yang masih nyaman di pelukan.
"Itu Irgi deh kayaknya Mah, kemaren bilang mau berangkat bareng."
"Suruh sarapan bareng aja sekalian."
Permintaan Reika dijawab Agis dengan mempersilakan Irgi masuk. Hingga diwaktu berikutnya mereka telah duduk bersama di satu meja makan yang ramai berisikan makanan.
"Irgi temen sekelas aku Mah, rumahnya depan kita persis."
Sejenak, Agis sempat menangkap raut wajah Reika yang menegang kaku dan tak begitu saja mengalihkan pandangan dari Irgi.
Irgi yang canggung ditatap seperti itu, menjadikan Agis beralih sibuk menawari ini itu padanya. Meski akhirnya hanya terbalas anggukan maklum, karena Irgi mengaku telah makan di rumah.
"Eh Mah.. Ini Irgi jago banget main pianonya loh."
Reika sempat terkesiap, seolah tahu pandangannya sedari tadi diperhatikan oleh keduanya.
"Oh... iya?""Saya main piano cuman iseng Tan, enggak kayak Agista yang bisa panen banyak trofi," ujar Irgi sembari melihat sekilas lemari kaca di belakang Agis.
"Dulu memang Agis juaranya. Ngomong-ngomong kamu memang les piano atau bagaimana?"
"Diajari mamah Tan."
"Wah... Sama dong, Agis juga diajarin pa..."
Kalimat Reika terpotong Agis yang menyahut dengan mulut penuh, "Agwis, bwerwang...kat sek.. Uhuk.... Uhuk..."
Irgi segera mengulurkan segelas susu di sampingnya dan diterima kilat oleh Agis yang kini sibuk menepuk-nepuk dada.
"Yaampun sayang... Kalo mau bilang kosongin dulu mulutnya."
"Keburu macet hehe."
"Agista memang gitu Tan, sukanya ceroboh."
"Iya tuh Gi, untung aja enggak kenapa-napa."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRA
Teen FictionBerkat Ezra, Agista banyak belajar perihal mencinta dan bahagia. Berkat Irgi, Agista banyak mengerti perihal dicintai dan tersakiti. Berkat cinta, ketiganya sibuk terombang-ambing dalam peliknya rasa. A great rule about love. Akankah mampu menyelesa...