Guru BK di Sekolah

3 1 0
                                    

"Hoamm..."

Karena jarak rumahku ke sekolah sekitar 150 M, setiap hari aku bangun pagi agar tidak telat masuk sekolah. Bagiku, bukan suatu hal yang mudah merima pelajaran dalam keadaan ngatuk. Maka dari itu pun aku tidur selalu mengusahakan jam 9 malam.

"Ha? Sudah jam setengah tujuh?"

Mataku mendadak melotot melihat jam menunjukkan pukul 06.25 WIB. Ini adalah pertamakalinya aku bangun kesiangan seperti ini. Tapi walaupun begitu, aku memegang amanah dari orang tua. Yakni harus tetap sekolah meskipun telat.

Ya, aku hidup merantau jauh dari orang tua. Setiap bulannya, mereka hanya mengirimi uang 300 ribu untuk kehidupanku di sini. Meski terlihat tidak cukup, tapi aku selalu mengusahakan menggunakan seperlunya. Bahkan aku mewajibkan diriku harus menabung perharinya minimal seribu rupiah.

"Trekkk..."

Suara gerbang terdengar keras. Aku pun langsung berlari lebih cepat lagi. Dari kejauhan, ada hal aneh yang aku lihat. Waktu masih pukul 06.48 masih ada sisa 2 menit untuk masuk sekolah. Tapi gerbang tetap saja menghadangku.

"Makannya, lain kali harus lebih pagi lagi." Kata Pak Agus, guru BK di sekolahku.

Dia adalah guru BK yang paling ditakuti. Dengan wajah beralis tebal, mata seram, dan kepala botak seperti prajurit itu membuatku merinding. Tapi tanpa pikir panjang aku bergegas kembali pulang. Bukan menyesal karena bangunku kesiangan, melainkan kata-kata dari temanku. Jika telat, maka hukumannya akan disuruh berdiri di depan sampai jam 9.

"Hey, masuk kamu!" Sontak tiba-tiba Pak Agus menyuruhku masuk. "Kemana dasimu?"

Astaga!!! Aku lupa.

Bahkan dari tadi aku tidak menyadarinya. Sungguh aku merasa diriku benar-benar teledor hari ini. Sialnya, di saat-saat seperti ini guru-guru ternama pun melihatku. Sembari berlalu lalang menuju kelas yang akan mereka ajarkan. Aku hanya menunduk meratapi keadaan. Tak ada lagi yang bisa ku lakukan.

"Kamu punya telinga, tidak? Di tanya ko diam saja."

"I..iya pak. Aku lupa membawanya hari ini."

Aku pikir dengan jujur begitu akan dimaafkan meski hanya untuk pertama kalinya. Tapi ternyata dia menyuruhku pergi ke koperasi, membeli atribut apa yang tidak aku pakai. Cukup menyedihkan karena dia benar-benar menampakkan muka ganas seperti biasanya. Aku tidak bisa mengelak dan segera membeli dasi. Uang yang seharusnya aku jajankan di kantin pun menjadi nol rupiah.

"Sekarang, kamu mending pulang." Kata Pak Agus. "Percuma kamu sekolah, toh sudah telat!"

Aku sedikit tercengang dengan pernyataannya. Dia terlihat tidak mengerti dan perduli atas apa yang ku lakukan. Jauh-jauh aku merantau, itu aku demi menjadi pribadi yang lebih baik. Untuk belajar, dan berusaha mentaati peraturan. Tapi sepertinya tak ada kata maaf bagi siswa/i di sekolahan ini.

"Seseorang yang telah melanggar ya tetap akan melanggar." Katanya.

Fajar HaetamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang