Misellia Franesha Kehilangan Cinta

5 1 0
                                    

Seperti biasanya, malam ini aku sendiri. Mengerjakan tugas sekolah sembari menatap langit. Suasana sangat hening, sejuk, seperti inilah kedamaian yang aku rasakan. Jika tidak ada tugas dari sekolah, paling aku hanya mempersiapkan pelajaran hari esok dan langsung bergegas tidur.

"Halo, Misel?"

Suara lelaki yang sudah sering terdengar di telingaku. Namanya Dion. Walaupun berbeda jurusan, tapi terkadang kita terlihat akrab. Aku sempat menolaknya ketika ia mengungkapkan cinta. Aku berpikir dia akan menjauh, tapi nyatanya masih sering menjemputku ketika ingin berangkat ke sekolah.

"Ayo, jangan sampai kita telat."

"Iya."

Untuk orang seumuranku, masih jarang terdengar hidup sendiri. Tanpa teman dan saudara, cukup sulit menjalani ini semua. Aku tinggal di kos-kosan kecil yang hanya berisikan tempat tidur dan kamar mandi. Untungnya, aku tidak membutuhkan ruang tamu karena aku tidak memiliki banyak teman.

Dion terlihat sangat ceria ketika ia bisa mengantarkanku sekolah. Aku pun sebenarnya senang, karena tak perlu mengeluarkan ongkos ojek yang kubayar. Hingga tepat ketika UN akan dilaksanakan, aku mendengar kabar bahwa Dion mengalami serangan jantung. Ia dirawat dirumah sakit dekat sekolahan. Aku tidak terlalu perduli. Aku hanya ingin fokus untuk ujian yang akan datang.

"Brakkk..."

Suara barang jatuh di depan kelasku. Sontak, seseorang yang berdiri disana menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar. Namanya Ari, dia adalah salah satu teman Dion.

"Misel..." Nafas kencang Ari membuat suaranya kecil. "Dion akan dioperasi, Sel."

"Ha?" sontak aku kaget. Ini masih jam pelajaran, mana mungkin aku bisa seenaknya keluar sekolah.

"Ayo ikut aku ke rumah sakit."

Tanpa pikir panjang Ari menarik tanganku. Kita tidak perduli dengan satpam yang mengejar. Hanya ada wajah Dion yang terlintas di kepala saat ini.

***

Operasi telah dilaksanakan sekitar 2 menit yang lalu. Menunggu kabar dari dokter, itulah yang Ari dan aku lakukan. Mengapa aku seperti merasa akan kehilangan?

"Bagaimana, Dok?"

Ari langsung melontarkan pertanyaan ketika Dokter keluar dari ruangan. Pastinya, kabar baiklah yang kita harapkan saat ini.

"Mohon maaf..."

"Kenapa, Dok?." Mendadak aku dan Ari memotong pembicaraan Dokter.

"Operasinya tidak berhasil." Lanjut Dokter. "Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi Tuhan berkehendak lain."

Tak ada suara lagi yang ku dengar setelah itu. Aku seperti masuk ruangan gelap. Hanya keheningan, kesunyian yang benar-benar ada merangkul tubuhku. Penyesalan yang aku rasakan. Aku tidak pernah jujur jika sebenarnya aku mencintainya. Diriku penuh dengan ego. Hanya perduli tentang belajar, belajar, dan belajar. Mendapatkan nilai besar agar orang tuaku bangga terhadapku. Tanpa menyadari bahwa orang yang cinta kepadaku selama ini mengalami penyakit, yang benar-benar sampai membunuhnya.

Fajar HaetamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang