Pagi itu, Yoongi pergi ke sekolah dengan Jimin. Seperti biasa, Jimin memang rutin menjemputnya di rumah setiap pagi. Bahkan Jimin sering datang sebelum ritual sarapan bersama ala keluarga kecil Afdallah supaya bisa ikut.
Karena di rumah Jimin sendiri justru jarang bisa melakukan salah satu ritual pagi itu. Semuanya sibuk pergi sendiri-sendiri begitu selesai Subuh. Apalagi bapaknya, yang harus langsung ke supplier meninjau beras yang mau dibeli. Ibuknya, sudah sibuk mengurusi eyang putri yang mulai sakit tua. Kalau eyang kakung, sukanya jalan-jalan pagi sambil menunggu matahari terbit supaya bisa berjemur dibawahnya untuk kesehatan. Jimin punya satu adik, cowok, namanya Jihyun. Jihyun Hartono, marganya sama memang. Namanya simple juga seperti Jimin. Nah Jihyun ini agak bandel, manja, sukanya bangun terlambat setelah semalaman mabar free fire. Jihyun masih SMP kelas 3 yang sebentar lagi menempuh ujian nasional di SMP N 19, yang Jimin biasanya numpang main basket di lapangannya.
Jadi intinya, Jimin suka jemput Yoongi sebelum sarapan pagi ya karena ingin ikut sarapan bareng keluarganya.
Setelah itu mereka akan berangkat bersama menuju SMA N 4 dengan motor Vario Jimin, yang sebenarnya milik ibuknya. Jimin punya motor sendiri, KLX warna hijau. Tapi Yoongi kurang suka naik itu, dan selalu protes. Alasannya, dia tidak mau badannya pegal-pegal seperti waktu SMP saat Jimin memakai motor Satria FU yang sedang jaya pada jamannya. Makanya Jimin rela mempensiunkan KLX kesayangannya dan rela menaiki motor Vario Hijau Putih keluaran pertama milik ibuknya.
Lagipula, Yoongi lebih suka melihat Jimin tampil apa adanya. Tidak banyak gaya seperti teman-teman satu ekskulnya. Sudah berulang kali juga Yoongi mewanti-wanti Jimin supaya jangan menunjuk-nunjukan kekayaan keluarganya di depan orang banyak. Karena takutnya Jimin jadi sombong dan congkak.
"Mbul, kamu gak malu aku bonceng pakai Vario aja?"
Yoongi yang saat itu sedang menguap, lantas terkesiap. "Malu kenapa? Alay ah."
Jimin yang fokus memandang jalanan lantas bergumam lirih, "Kan banyak tuh anak-anak SMA 4 yang naiknya bagus-bagus. Yang diboncengin juga bangga bisa pamer ke temen-temennya."
Yoongi menghela nafas, memandang Jimin dari sisi kiri jok belakang tempatnya duduk. "Jim.."
Jimin hanya bergumam karena masih fokus memandang jalanan yang kebetulan mendekati lampu merah Sriwedari. "Apa gunanya kamu membanggakan kekayaan keluargamu? Kamu pikir di strata masyarakat hanya itu yang dinilai? Lagipula kita sama-sama tahu, anak SMA masih minta ke orang tua. Semua yang mereka banggakan itu hasil merengek ke orang tua. Itu yang mau dibanggakan?"
Jimin terdiam mencerna kata-kata Yoongi. Dia tersenyum kecil, Yoongi selalu bisa jadi lebih dewasa daripada dia sendiri di saat seperti ini. Inilah yang dia suka dari Yoongi, memang manja tapi dia juga tidak selemah yang orang lain kira. Ada sisi lain yang selalu membuatnya terkesima. Sisi inilah yang sedang ditunjukkan Yoongi sekarang. "Aku cuma nanya lho. Eh jawabannya bikin ngilu gigi."
"Emang jawabanku sedingin es yg bikin ngilu? Ngaco anjir."
Jimin hanya haha-hehe saja, sejalan dengan lampu yang sudah berubah hijau. Dimana suara klakson segera bersahutan karena beberapa pengendara tidak sabaran dan ingin segera jalan.
"Mbul.. Kalau kita sudah dewasa nanti, saat kita sudah menghadapi dunia nyata, aku takut gak bisa membuatmu bangga."
Yoongi yang sedikit menggigil merasakan hawa dingin menyusupi jaketnya. "Kok aku? Harusnya orang tuamu dong."
"Iya, orang tuaku memang iya. Tapi kan kamu calon masa depanku, jadi kamu prioritasku."
Yoongi tidak heran dengan apa yang dikatakan Jimin sekarang. Sudah sering Jimin gombal seperti itu di depannya. Jadi, dia biarkan saja. "Aku sih gak masalah kamu mau jadi apa. Yang penting di jalan yang lurus. Jangan mengambil jalan yang dilarang, itu aja. Masalah mau jadi apa, itu urusan nanti. Yang penting sesuai dengan kemampuan dan bisa diimbangi, itu aja."
"Menurutku yang penting, aku bisa buat kamu bahagia sama aku. Seumur hidup."
Yoongi hanya menghela nafas, sambil mengeratkan kedua lengannya mencari penghangat melingkari tubuh Jimin. "Iya, aku tunggu."
Ia pikir, Jimin hanya bercanda seperti biasa. Menggombal di depannya sudah menjadi hal yang lumrah.
Padahal dalam hati Jimin, apa yang dia ucapkan pagi ini adalah janji yang harus dia tepati. Juga cita-cita yang ingin ia wujudkan.
Karena seorang Jimin Hartono tidak pernah main-main jika menyangkut Yoongi Sopyan Afdallah
tbc.
sedikit gambaran untuk chapter ini juga untuk chapter² selanjutnya
sejauh ini konfliknya masih Jimin Yoongi aja ya?
mungkin mulai chapter depan, satu-satu cast akan munculwait ya wkwk..
udah gitu aja, love ya! ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Horizon ㅡMy
FanficLokal! Au Yoongi suka seseorang, tapi hanya sebatas pengagum dari jauh. Karena dia tahu, seseorang yang dia suka sudah memiliki rumah hatinya dari orang lain. Maka, graffiti tembok gudang sekolah dan kameranya lah yang menjadi saksi.