Dua minggu sejak pertemuan pertamanya dengan Jungkook, Eunha kini lebih berhati-hati lagi melihat sekelilingnya. Ia kini lebih cenderung memakai sweater hitam dan topi hitam yang menutupi wajahnya hanya sampai hidungnya. Tak lupa masker untuk menutupi bagian hidung ke bawah. Bukannya ia alergi jika melihat Jungkook, tapi ia belum siap untuk bertemu lagi dengan laki-laki itu. Dan rupanya, Jungkook juga tinggal di kota ini. Itu artinya, entah dimanapun, tidak menutup kemungkinan untuk bisa bertemu sewaktu-waktu dan tanpa sengaja. Ia harus bisa menjaga dirinya untuk tidak bertemu lagi dengan pria itu.
Dari pagi sampai sore, ia berkutat dengan tugasnya di kampus. Ia merasakan penat sekali. Eunha melirik arloji putih di tangan kirinya, dan jarum itu menunjukkan pukul 4 sore. Cuaca juga sedang cerah. Ia memutuskan untuk mampir ke cafe langganannya sebelum pulang.
Eunha turun dari bis yang membawanya sampai di halte terdekat dengan cafe itu. Tak jauh dari kampusnya memang, tapi karena ia lelah sekali, ia malas untuk jalan kaki dan memilih untuk naik bis saja.
Eunha sedikit menyipitkan kedua matanya saat melihat seorang anak kecil yang duduk sendirian di bangku. Anak itu menggunakan seragam sekolah dan disampingnya tergeletak tas ransel pink bergambar rapunzel. Jalanan ini lumayan sepi. Dan anak itu duduk sendirian dengan berpangku tangan. Sepertinya gadis kecil itu sedang menunggu seseorang.
Eunha segera menghampirinya dengan tergesa karena khawatir.
"Hai, apa yang kau la..." ucapan Eunha berhenti saat ia terkejut melihat wajah anak itu. Eunha mengingat wajah itu. Eunha sangat mengingat wajah itu. Jantungnya berdetak lebih kencang.
Menyadari kedatangan Eunha, anak itu menoleh ke arahnya.
"Onnie?" kata gadis itu. Ia seakan tahu dan mengingat wajah Eunha, tapi ada keraguan di wajah polosnya itu. Mendengar suara anak itu, Eunha segera berpaling darinya. Ia tidak sanggup melihat wajah anak itu. Tak lama, Eunha bergegas pergi dari hadapan gadis kecil yang malang itu. Dan si anak, hanya melihat kepergian Eunha dengan raut wajah bingung.
----------------------
"Jadi seperti itu pak"
"Apakah tidak ada jalan lain selain harus merelakan proyek itu? Jika kita memenangkan proyek itu, sudah berapa puluh orang yang akan menjadi pekerja dan tentu saja mengurangi lebih kecil pengangguran"
"Tapi resikonya sangat besar pak. Banyak aspek yang masih harus kita penuhi untuk memenangkan proyek itu. Tentu itu akan memakan dana dan waktu yang lebih besae daripada keuntungan yang kita terima"
Jungkook terdiam mendengar penjelasan sekretarisnya. Otaknya kini berputar lebih cepat dari biasanya. Pikirannya menumpuk dengan keinginanya untuk memenangkan proyek itu atau mengamini penjelasan dari sekretarisnya. Penjelasan dari tangan kanannya itu memang logis. Tapi disisi lain, ia ingin menyelamatkan kehidupan untuk para pengangguran di negara yang akan ia dirikan proyek itu. Ia pusing sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunrise (Completed) ✔️
FanfictionKekuatan cinta memang tidak bisa di ganggu gugat oleh siapapun yang tengah merasakannya. Bahkan setelah puluhan tahun, dan dengan keadaan yang sudah berbeda pula, perasaan itu masih ada di hati Jungkook untuk gadis di masa remajanya. Jungkook pernah...