Chapter 10

7.3K 586 13
                                    

Sebuah pergerakan kecil dari tubuh mungil Jennie, pertanda ia mulai sadar dari mimpinya.

Perlahan membuka mata kucingnya, mendapati wajah damai sang kekasih yang masih terlelap.

Sebuah senyum kini terlukis dibibir mungil Jennie, jemarinya bergerak menyusuri setiap pahatan indah yang tuhan ciptakan diwajah sang kekasih.

Merasa terganggu, Lalisa perlahan mengakhiri tidur nyenyaknya. Membuka matanya mendapati wajah Jennie yang masih menatapnya lekat, memberikan senyum disetiap tatapannya.

"Good morning honey" bisik Jennie.

Lalisa terdiam sejenak, melempar senyum manisnya pada Jennie.

"Morning too baby" balas Lalisa sebelum akhirnya mencium kening Jennie.

-
-

"Jane, Daddy bilang bulan depan kau sudah harus menjadi pengganti ayah diperusahaan" ucap Chaeng.

"Apa kau bilang? Apa kau bercanda? Aku sungguh tidak siap Chaeng" ucap Jennie.

"Aku tak bisa menentang apapun Jane, aku hanya bisa mengiyakan dan menyampaikannya padamu" ucap Chaeng.

"Aku akan menemui Daddy" ucap Jennie meninggalkan Chaeng yang masih duduk kebingungan di sofa.

"Chaeng.." ucap Lalisa menghampiri Chaeng.

Chaeng menggeser posisi duduknya seolah memberi ruang untuk Lalisa.

"Apa yang terjadi?" tanya Lalisa.

Chaeng menarik nafas berat.

"Daddy memaksa Jane untuk menggantikan posisinya sebagai CEO diperusahaan kami" ucap Chaeng.

Lalisa tertegun mendengar ucapan Chaeng.

"Bukannya itu bagus? Dia akan menjadi orang yang sukses" ucap Lalisa.

"Mungkin bagi kita memang seperti itu Lisa, tapi Jane paling tidak ingin sukses karena usaha keluarganya. Ia ingin mendirikan masa depannya yang murni hasil dirinya sendiri. Bahkan ia menolak saat semua harta ayahnya harus jatuh ketangannya" ucap Chaeng.

Lalisa terdiam, sebuah rasa bangga dan kagum terhadap Jennie mengalir pada dirinya. Tak menyangka ternyata gadis manjanya itu bisa memiliki pemikiran yang benar benar dewasa.

-
-

"Aku tidak mau Dad, biarkan Chaeng saja yang mengurus semuanya" ucap Jennie.

"Ruby! Jangan keras kepala, kau kupercayai untuk menjadi penerusku, seharusnya kau mengikuti perintahku!" bentak sang ayah sukses membuat anak gadisnya itu mengeluarkan air mata.

"Aku tetap tidak akan mau! Apapun yang terjadi" ucap Jennie sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan private ayahnya.

-
-

"Jangan ambil pusing, jika kau tidak mau kau tidak usah memikirkannya. Aku yakin ayahmu akan mengerti" ucap Lalisa mengelus kepala Jennie yang menangis dipelukannya.

"Bawa aku pergi Lisa" ucap Jennie disela isak tangisnya.

Lalisa terdiam.

"Kenapa kau hanya diam? Kau tidak mau membawaku pergi? Kau keberatan?" ucap Jennie seolah menekan Lalisa.

"Tidak seperti itu Jen, aku tidak bisa memutuskan membawamu pergi begitu saja. Aku tidak punya hak apapun dalam masalah keluargamu. Jika aku membawamu pergi, itu artinya aku membawamu lari dari masalahmu" ucap Lalisa.

"Jika kau mencintaimu, kau akan segera melakukan apa yang kuminta" ucap Jennie berdiri dan berjalan menuju balkon kamarnya.

Lalisa segera mengikuti Jennie.

"Aku ingin sendiri" ucap Jennie menatap lurus kedepan.

"Kau hanya perlu waktu untuk memikirkan ucapanku" ucap Lalisa.

Jenniepun terdiam, kini fikirannya benar benar tak karuan. Meratapi kehidupannya yang selalu saja bermasalah.

Air matanya kembali mengalir, menumpahkan semua kejenuhannya.

"Menangislah" ucap Lalisa membawa Jennie kedalam pelukannya.

-
-

Menyusuri pinggiran jalan yang tak begitu ramai, Lalisa dan Jennie seolah lupa akan masalahnya.

Kota New York menyaksikan canda tawa keduanya yang menyertai setiap langkah kaki mereka, tak jarang memperlihatkan keromantisan mereka pada publik.

Sesekali Lalisa mengabadikan kebersamaan mereka dengan kameranya, mengambil berbagai pose kekasihnya yang tak disengaja.

"Apa kau lelah?" tanya Lalisa menghentikan langkahnya.

"Hm.. Aku hanya sedikit haus" ucap Lalisa.

"Tunggu disini, aku akan segera kembali" ucap Lalisa.

"Kau mau kemana?" tanya Jennie.

"Tunggu saja" ucap Lalisa mengelus pipi Jennie sebelum akhirnya pergi.

Jennie hanya bisa menuruti keinginan kekasihnya itu.

Disisi lain ternyata seseorang tengah memperhatikan Jennie, Jisoo. Sebuah senyum terlukis dibibirnya, melihat Jennie yang sesekali tersenyum menandangi foto foto dikameranya yang diambil oleh Lalisa.

Tersirat dipikirannya untuk menghampiri Jennie, dipikirnya hal tersebut adalah sebuah kesempatan untuk mengobati rasa rindunya pada Jennie.

Namun niatnya kini perlahan menghilang ketika melihat seorang gadis bertubuh tinggi menghampiri Jennie dengan 2 eskrim ditangannya.

Senyum bahagia Jennie yang dapat diartikan oleh Jisoo membuatnya merasa sesak, rasa benci terhadap ayah Jennie kembali membentuk dendam.

Tangannya mengepal membenci semua kenyataan.

Dengan cepat amarahnya menghilangkan akal sehatanya, muncul berbagai akal akal licik dalam diri Jisoo.

"Ternyata kau sebodoh itu, Tuan Kim" ucap Jisoo tersenyum licik seolah sedang berbicara tatap muka dengan ayah Jennie dan segera mengambil sebuah kamera dari dalam tasnya, mengambil gambar Jennie dan Lisa yang entah sejak kapan mereka berpelukan.

Secara diam diam Jisoo mengikuti Jenlisa, mengambil berbagai moment mencolok yang dilakukan keduanya.

"Maafkan aku Jane, saat ini aku akan menghancurkan kebahagiaanmu. Namun aku berjanji, kau akan kembali bahagia bersamaku" ucap Jisoo.

TBC

Love in RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang