Terlanjur

4.4K 365 39
                                    

Reyhan dengan semangat memindahkan barangnya yang tak banyak ke kosan barunya. Rasanya ia merasa menjadi laki-laki dewasa seutuhnya. Karena selama ini masih tinggal dengan orang tua. Bukannya Reyhan tidak mau mandiri. Tapi orang tuanya lah yang melarang Reyhan meninggalkan rumah.

Tapi, untuk saat ini orang tuanya mengijinkan karena memang kerjaan Reyhan dan juga kampus Reyhan lebih dekat dari kos dari pada rumahnya.

Reyhan mengusap peluhnya dan menyalakan AC. Tak lama ibu Kiki, selaku pemilik datang dengan sebuah es teh di dalam teko dengan dua gelas. Reyhan sampai bangun untuk membantu Bu Kiki membawa es teh.
"Capek, nak Reyhan?" Tanya si ibu. Dengan malu Reyhan mengangguk.
"Baru pertama ya ngekos?" Tanyanya lagi.
"Iya, Bu."
"Nggak apa-apa, nanti juga terbiasa. Anak-anak di sini juga ramah-ramah. Nanti ibu kenalkan ya?" Reyhan berterima kasih. Si ibu pun pamit keluar.

"Sebentar, Bu." Bu Kiki menoleh. "Ya?"
Reyhan nampak merogoh kantung celananya dan mengeluarkan dompet. Ia mengambil uang yang sudah ia siapkan. Lalu memberikannya pada Bu Kiki.
"Uang sewa selama 3 bulan." Bu Kiki melongo.
"Langsung tiga bulan?" Ulangnya. Reyhan mengangguk mantap.
"Terima kasih ya, sudah percaya dengan kosan ibu, semoga kamu betah tinggal di sini."
"Aamiin, insha Allah." Bu Kiki pun pamit pulang ke rumahnya yang hanya bersebelahan.

🍃🍃🍃🍃

Reyhan menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal menaruh pakaian ke dalam lemari. Lantai juga sudah ia sapu dan pel. Di sini perlengkapan kebersihan sudah sangat lengkap.

Reyhan merenggangkan ototnya dan mencoba keluar dari kamar kos. Ia ingin melihat-lihat tempat kos nya lebih jauh lagi. Reyhan menutup pintu dan bersiap melangkah. Tepat saat itu, seorang remaja baru naik dari lantai bawah. Ia tersenyum manis ke arah Reyhan. Anak ibu kos. Gumam Reyhan. Remaja itu melewati Reyhan dan menaiki genteng rumahnya yang memang dekat dengan kamar kos Reyhan. Kamar Reyhan ada di lantai dua. Khusus laki-laki. Yang bawah khusus perempuan. Kosan dan rumah ibu kos itu dempet. Genteng rumah ibu kos nempel dengan teras kamar kos. Kalau malam pasti bagus sekali. Bisa melihat bintang dari atas genting. Gentingnya juga terlihat kuat dan kokoh. Terbukti dari remaja yang melewatinya barusan. Ia naik dengan santainya dan duduk di sana seorang diri. Reyhan yang ingin lebih akrab menghampiri nya.

"Dek, kamu anak ibu Kiki ya?" Tanya Reyhan. Remaja itu menoleh dan mengangguk.
"Kamu anak tunggal?" Dia menggeleng.
"Anak pertama?"
"Kedua."
"Oh, nama mu siapa?"
"Yufa Kashiwagi," jawab Yufa. Reyhan langsung melotot. Reyhan beringsut menjauh mendengar nama Kashiwagi.
"Kenapa, kak?" Tanyanya bingung. Reyhan hanya tersenyum tipis dan buru-buru masuk ke dalam kamarnya.

🍃🍃🍃🍃

Malam ini Reyhan tidak bisa tidur dengan tenang. Apa mungkin Yufa dan Yuki itu kakak beradik? Apa mungkin ibu Kiki adalah ibu dari Yuki? Bila itu benar, apa yang harus Reyhan lakukan? Ia tinggal di rumah muridnya sendiri? Mending kalau muridnya normal. Lah ini... Anak yang paling ia hindari di sekolah, sekarang malah satu rumah?????

Malam terlewati begitu saja. Reyhan tidak sadar kapan ia tidur kapan ia bangun. Tubuhnya merasa aneh. Ia mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Rasa segar langsung terasa di tubuhnya. Otak nya kembali jernih.

Reyhan dengan cepat menyelesaikan mandinya karena ia ada kelas pagi. Reyhan keluar kamar sembari mengeringkan rambutnya dan membuka lemari. Mengambil kemeja dan celana panjang. Ia pakai dengan cepat.

Setelah di rasa cukup rapih. Reyhan mengambil tas ranselnya dan bersiap berangkat kuliah. Namun buru-buru ia tutup kembali pintunya saat mendengar suara teriakan seorang cewek di bawah sana. Suara yang sangat Reyhan hapal. Suara cempreng yang tidak enak di dengar.

Jantung Reyhan berdegup kencang. Ia tak berani keluar dari kamar. Hingga suara teriakan hilang dan suasana hening. Barulah Reyhan berani keluar dari kamar dan buru-buru keluar dari kosan.

🍃🍃🍃🍃

Di kampus Reyhan tidak konsen sama sekali. Pikirannya melayang ke rumah kos barunya. Kenapa bisa ia terjebak di sana. Mana udah bayar tiga bulan. Tidak mungkin kan ia tarik lagi. Sudah terlanjur mau bagaimana lagi.

Reyhan keluar dari kelasnya dan menuju kantin. Teman-teman Reyhan bingung melihat Reyhan yang nampak murung.
"Kenapa?" Tanya Iwan.
"Hari sial."
"Sial? Kenapa?" Reyhan ingin cerita. Tapi ia urungkan karena pasti yang ada hanya jadi bahan ledekan. Seorang Reyhan yang tegas bisa ciut melihat seorang gadis remaja. Apalagi itu adalah muridnya sendiri. Hmm... Udah jadi rahasia dia aja.

"Reyhan," panggil seorang gadis. Iwan langsung menepuk punggung Reyhan.
"Gue duluan." Reyhan mengangguk. Si gadis tersenyum saat Iwan melewatinya lalu ia duduk di samping Reyhan.

"Mel...."
"Kenapa? Kok suntuk?" Tanyanya Melia
"Nggak, banyak kerjaan aja. Kamu nggak ada kelas?" Tanya Reyhan
"Ada, masih lama. Rey...."
"Apa, Mel?"
"Aku kangen kamu." Reyhan tersenyum. Ia meraih jemari Melia dan menggenggamnya.
"Sabar ya, aku masih nabung buat melamar kamu." Melia tersenyum senang.
"Sekarang, begini saja dulu ya. Kamu harus sabar." Melia mengangguk. Reyhan pun pamit masuk kelas. Melia ikut Reyhan karena kelasnya bersebelahan.

Mereka berjalan beriringan menuju kelas masing-masing.

Pak Guru, I Love You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang