Z-TRA PART (2)

384 19 3
                                    

Tiga perkara yang seseorang  akan merasakan manisnya iman; 1. Ia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lainnya, 2. Ia mencintai seseorang hanya karena Allah, 3. Ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci bila dilemparkan dalam neraka.
(HR. Buhkari no. 6941 muslim no. 43 [shahih])
💦💦💦

⚠ AWAS BAPER
WKWKWK
💦💦💦

Hari ke-duapuluh delapan Ramadhan...

"Ramadhan udah mau ninggalin kita, ya, Rin." Hafis berdiri di samping Rinjani yang baru saja selesai terawih, kini keduanya tengah di dapur, menyemil makanan sisa buka. Sedangkan Fani sedang menidurkan Atta yang mengaku bahwa dirinya sulit tidur akibat cewek cantik anak Wiwin, padahal sekali meluk sang ibu dirinya langsung terlelap.

"Iya, ya, mas. Orang-orang di akhirat juga pada sedih nih karna bentar lagi siksaan dilakukan lagi," jawab Rinjani setelah menelan sup buah.

"Arfan kemarin nelfon Mas. Dia minta maaf karna gak kunjung kasih pengertian, kamunya juga gak ngasih jawaban, minimal bilang ke Mas kapan kamu mau jawab. Jangan ngambang kaya gini, jatuhnya jadi zina akibat kalian sama-sama memikirkan yang bukan mahramnya." Rinjani kenggigit bibir dalamnya mendengar kata-kata sang kakak.

Hafis sekarang jauh lebih dewasa, pernikahan dan kehadiran Atta yang mendorongnya harus menjadi lelaki yang berwibawa.

"Maaf, mas. Aku sebenarnya udah mau jawab, tapi... kak Arfan bilang dia gak mau sama aku," kata Rinjani lirih dan sedikit malu.

"Wajarlah kalau orang mau nikah minder dan gugup, mungkin itu yang dirasain sama Arfan. Dia emang sama sekali gak kepikiran buat ngelamar kamu, kamu pilihan om Hadi, papanya Arfan," jelas Hafis.

"Arfan terlalu mikir bahwa ini mustahil, dia seolah-olah ada dalam kisah anak Umar bin Khatab, Ashim bin Umar yang dinikahkan dengan gadis penjual susu yang jujur," lanjutnya.

"Maksud mas Hafis?" tanya Rinjani bingung.

"Kamu ingat waktu kamu mau CPNS? Ada 'kan yang nawarin kamu buat pakai jalur sogokan?" Rinjani memgangguk. Saat itu memang ada yang menawarkannya.

"Om Hedi waktu itu lagi ngunjungin menantunya, suaminya Ratna, dan dia dengar kamu nolak itu saat kamu mau tes tertulis." Rinjani kembali mendengarkan secara seksama.

"Ingat gak waktu kamu nemuin dompet ibu-ibu di depan ATM?" Rinjani kembali mengangguk. Saat itu ia tengah mentransfer pembelian buku fikih.

"Itu dompet mamanya Arfan. Ingat waktu kamu mau dapat cipratan dana pembangunan lapangan sekolahmu dan kamu nolak sekaligus menjelaskan haramnya itu?" Rinjani kembali mengangguk dan mulai mengingat kejadian itu. Akibatnya ia dicemooh dan dibedakan oleh rekannya yang lain.

"Orang dinas itu kakak iparnya Arfan dan dia cerita ke om Hedi. Om Hedi kalau ingat kamu juga ingat sama Arfan. Diam-diam om Hedi selalu merhatiin kamu dan mulai mantap melamarkan Arfan buat kamu. Waktu om Hedi tau kamu itu perempuan yang disukain Arfan jadi niatnya makin bulat."

"Tapi... Arfan belakangan minder sama kamu. Dia cuman PTT walaupun S2 karna dia orangnya males waktu kuliah. Dia juga katanya ilmu agamanya gak mumpuni untuk berumah tangga, padahal dia itu rutin ngaji ikut kajian pra nikah dan lainnya. Dia walaupun ganteng tapi dia gak pernah pacaran loh. Dia juga ketua LDK, Lembaga Dakwah Kampus."

"Mas gak lagi muji-muji kak Arfan 'kan? Kesannya kaya aku yang gak mau nerima kak Arfan apa adanya gitu," kata Rinjani sedikit kesal.

"Apa? Jadi, kamu nerima Arfan? Pakek apa adanya lagi, acieeee."

Rinjani membuang muka ke kanan.

"Aih, pipinya merah gitu. Sejak kapan lo--eh--kamu jadi sok imut kaya marmut gitu, hah?"

TARO [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang