Suara langkah kaki berderu di jalan setapak Desa Konoha. Semilir angin tengah malam berhembus pelan menggoyangkan dedaunan.
Terlihat seorang remaja berlari menyusuri desa yang mulai sepi. Perjalanannya terasa menyenangkan saat ditemani suara serangga dan ranting yang bergesekan.
Sesekali remaja itu menatap ke atas, memandang purnama bersanding indah dengan pekatnya langit malam. Ah, entah kenapa pemandangan ini mengingatkannya pada dua sosok yang paling ia sayangi.
"Rai."
Remaja yang namanya dipanggil spontan menghentikan langkah kaki. Jantung mendadak berdetak lebih cepat manakala melihat sosok yang kini berdiri di bawah remang lampu jalan desa.
"Papa!" Tanya dengan nada seru yang kentara.
Pria tiga puluh dua tahun yang baru saja disebut namanya itu mendekati anak sematawayangnya. Kini terlihat dengan jelas sosok pria berwibawa dengan setelan kemeja ungu dan rompi serta jubah hitam. Tak lupa, potongan rambut yang menutupi sebagian wajah.
"Apa yang kau lakukan di luar malam-malam begini?" Tanya Sasuke sambil menatap dalam sang anak.
Panik, mata bulan Raiden melihat ke mana saja selain Sasuke. Sebenarnya setelah ia tau apa kenyataan yang terjadi, dia menjadi sedikit canggung dan malu jikalau bertemu sang ayah.
Raiden merasakan kebingungan yang teramat sangat kala melihat sosok yang ia kira tak menginginkannya dan Hinata. Ia merasa malu dan itu benar-benar membuatnya tak nyaman saat berhadapan dengan Sasuke.
"Aaー aku baru saja selesai mabar dengan Boruto pah." Balas Raiden sekenanya.
"Mabar?"
Kening Sasuke mengerut, apa itu mabar? Ia sama sekali tak mengerti bahasa anak muda sekarang. Sebutlah ia tidak kekinian karena terlalu banyak berkelana.
"Ahaha, papa payah gak tau mabar." Ucap Raiden sambil tertawa kaku.
Sasuke tak merespon apapun dan itu makin membuat Raiden bingung. Kadang-kadang ia heran kenapa Sasuke irit sekali berbicara.
Bukan berbicara seperti yang Raiden harapkan, sang ayah malah berbalik lalu berjalan meninggalkan Raiden.
Penerus Uchiha itu termangu, apa-apaan ini? Mengapa ia sama sekali tak mengerti sifat ayahnya?
Terlihat Sasuke berhenti, kepalanya menoleh ke belakang. "Kenapa diam? Ayo pulang."
Helaan napas lolos dari bibir tipis Raiden, benar-benar kaku dan canggung sekali.
Selama perjalanan mereka hanya diam, Raiden juga tak berjalan beriringan dengan Sasuke. Ia memilih menjaga jarak di belakang. Anak tunggal Hinata itu selain tengah merasa canggung ia kini juga tengah memikirkan alasan yang tepat agar ibunya tak marah mengetahui Raiden pulang malam.
Sang ibu memang terkenal lemah lembut tapi kalau sudah marah ia tak akan pandang bulu, byakugan-nya langsung aktif dan cahaya chakra langsung bersinar mengelilingi tubuh seakan siap bertarung.
Benar-benar mengerikan.
Akhirnya setelah berjalan dalam keheningan, ayah dan anak itu sampai di rumah. Sasuke yang berjalan paling dulu membuka pintu rumah yang ternyata tak terkunci. Saat membuka pintu ia disambut oleh istrinya yang berlari mendekat sambil memanggil 'Rai'.
Seketika bibir Hinata terkatup, kemudian mengerutkan kening. Wanita berambut indigo pendek itu terlihat bingung, mengapa yang datang adalah sang suami bukan anak semata wayangnya.
"Sasuke kenapa kauー"
Hinata tak melanjutkan ucapan saat matanya melihat batang hidung Raiden yang tiba-tiba muncul dari belakang Sasuke. Wanita yang tadinya terlihat tenang kini memicingkan mata, indera penglihatannya seakan menelisik dan Raiden benar-benar bisa merasakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raiden From The Future [Completed]
FanfictionFiclet - Kinda Canon Universe - slow pace Kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan? Apakah bisa? R15 untuk kata-kata kasar dan kekerasan. Raiden - OC SasuHina and all charas belong to MK