Merasa bersalah.

1.8K 343 29
                                    

"Rai-kun?"

Dalam sela isak tangis Raiden berusaha menaikkan dagu. Indera penglihatan yang memburam menangkap sosok seorang wanita berambut merah muda. Untuk beberapa kali Raiden mengedipkan mata, berusaha memperjelas penglihatan yang berkaca-kaca.

"S-sensei?"

Yang dipanggil sensei menyejajarkan tubuh dengan Raiden. Ia berjongkok sambil menatap anak lelaki itu bingung. Netra emerald mengamati mata sembab dan hidung yang memerah. Indera penglihatannya lalu bergerak melihat tubuh penerus Uchiha yang bergetar. Napas anak itu terbata-bata seperti sudah menangis terlalu lama.

"Ada apa? Kau ada masalah?" Tanya wanita yang bernama Sakura itu. Bukan menjawab, Raiden malah mengusap air mata dengan tidak santai. Tak mau menyerah Sakura kembali bertanya. "Kenapa tidak pulang ke rumah? Orang tuamu pasti khawatir."

Raiden menggeleng, masih terisak ia mencoba menjawab pertanyaan Sakura. "A-aku tidak i-ingin pulang."

Melihat remaja Uchiha yang kalut membuat Sakura menghembuskan napas berat. Hari kian malam, ia saja yang memakai mantel tebal masih merasa kedinginan. Apalagi Raiden yang hanya memakai pakaian ninjanya. Meninggalkan tidak tega, apa ia harus menghubungi Sasuke dahulu ya? Mungkin lebih baik dia ajak Raiden dulu ke apartemennya.

"Hm, baiklah. Kalau kau berdiam diri di sini terus, nanti kau akan sakit. Bagaimana kalau ikut aku pulang?" Wajah Raiden terlihat berpikir mendengar tawaran Sakura. "Tenang, aku tak akan memberi tau kedua orang tuamu. Bukankah ada sesuatu yang ingin kau bicarakan pagi tadi?"

Netra penglihatan Raiden melebar. Ia teringat bahwa pagi tadi ia membuat janji dengan Sakura. Sepertinya ini kesempatan untuk mengetahui dari sudut pandang yang lain. Tapi kalau ternyata kenyataan tak sesuai harapan apa Raiden bisa terima? Apa Raiden tak kembali menyalahkan dirinya sendiri?

Healer di squad game antara teman-temannya itu kembali mengusap sisa-sisa air mata di pipi. Napas mulai teratur, namun sesekali ia masih sesegukan. Ia sudah tercebur dalam masalah ini, sekalian saja sekujur tubuhnya basah. Oleh karena itu tak masalah kalau ia harus tenggelam, menyelami dasar dari semua masalah dan prasangka yang sudah ia buat.

Memantapkan hati anak tunggal Sasuke dan Hinata mengangguk, menerima tawaran Sakura. Ia kemudian berdiri, merapikan penampilan yang tak karuan. Sakura pun ikut berdiri, ia mengangguk sambil tersenyum sebelum berjalan memimpin menuju tempat tinggalnya.

Setelah sepuluh menit berjalan, akhirnya mereka berdua sampai di unit apartemen milik Sakura. Terlihat Raiden memasang wajah sungkan, sambil mengusap lengan ia menunggu Sakura yang tengah membuka kunci pintu apartemen. Pikirannya kembali melayang pada foto tim tujuh di ruang tamu rumahnya. Di sana ada Hokage keenam, Hokage ketujuh, sang ayah, dan juga sensei di depannya.

Mereka terlihat akrab, bahkan pandangan tak bersahabat antara Sasuke dan Naruto pun di mata Raiden menunjukkan betapa dekat mereka. Raiden bukan tipikal anak yang mau tau urusan orang lain. Ia tak pernah bertanya, pun sang ayah tak pernah cerita. Bahkan saat awal mula permasalahan ini muncul yaitu asumsi bahwa sang ayah tak menyayanginya dan sang ibu. Itu akibat dirinya tak pernah bertanya.

Selama beberapa hari ini bertanya ia jadi menyadari sesuatu, bahwa lebih baik tak perlu bertanya jikalau jawabannya tak sesuai harapan. Karena ia bertanya bukan karena sekedar ingin tahu, tapi karena ia peduli. Setelah semua ini berakhir, Raiden akan kembali ke dirinya yang tak pernah bertanya. Menurutnya tak tau apapun lebih baik dari pada kau tau banyak. Itu hanya membuat kausakit saja.

"Rai?" Yang dipanggil mengerjapkan mata beberapa kali. Di seberang, Sakura sudah berdiri di dalam apartemen menunggu Raiden yang tengah melamun. "Masuk..."

Raiden From The Future [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang