Sementara itu di kediaman keluarga Uchiha...
.
"Apa kau merasakannya?" Tanya Hinata saat sudah mendapatkan atensi Sasuke.
Pria tiga puluh dua tahun itu menatap ke arah lain. Ya, dia juga merasakannya. Sepertinya ada sesuatu yang sudah dialami oleh Raiden.
Sepertinya itulah penyebab sharingan-nya bangkit.
"Kalau aku ingat, saat umur duabelas tahun kita bertemu Raiden."
Indera penglihatan Sasuke bergerak menatap Hinata yang masih menatapnya. Netra kontras mereka bertemu, saling menelisik ungkapan yang tak terucap. Dua puluh tahun lalu, hari di mana sebuah benang merah mengikat dirinya dengan Hinata.
"Hn, jadi anak itu sudah bertemu kita ya?" Tanya Sasuke dengan sedikit senyum.
Hinata mengangguk lalu membalas senyum yang diberikan suaminya, "dia mengubah cara pandangnya sendiri. Oleh karena itu kau tak mau mengubah masa depan 'kan?"
Sasuke memegang erat tangan Hinata. Benar, sejak hari itu ia tak pernah lupa tentang Raiden. Apa yang anak itu ucapkan masih terpatri jelas di otak. Bahkan saat hari kelahiran Raiden ke dunia pun ia sudah bersumpah tak akan mengubah apa yang anaknya katakan kelak.
Biar dia dianggap tak menginginkan Raiden, biar dia dianggap tak menyayangi Hinata, Sasuke tetap menjalani sebagaimana mestinya. Karena untuk Sasuke, menjalani sesuai apa yang Raiden katakan akan memberikan pelajaran tersendiri untuk anaknya. Ia biarkan Raiden mencari jawabannya, karena saat kau mendapatkan jawaban atas usahamu sendiri, kau akan lebih mengerti.
"Hanya saja, aku masih penasaran bagaimana sharingan-nya bisa bangkit." Tangan Hinata membalas genggaman Sasuke erat. "Aku takut kalau musuh tau tentang mata Raiden... dia..."
"Ssshh, tenang Hinata. Raiden seorang Uchiha juga Hyuuga. Aku yakin dia cukup tangguh untuk anak seumurnya. Aku juga akan melatihnya agar dia bisa memaksimalkan matanya. Jadi tenang, tak akan terjadi apa pun pada Raiden."
Hinata menggigit bagian pipi dalam-dalam. Ingin rasanya mempercayai ucapan Sasuke. Tapi naluri sebagai ibu tak bisa menghilangkan rasa khawatir yang ia rasakan sekarang begitu saja. Ibu mana yang tidak khawatir jika anaknya dalam bahaya.
"Hinata!"
Adik sepupu Neji itu mengerjapkan mata beberapa kali. Sepertinya perasaan khawatir akan Raiden malah berubah menjadi perasaan gelisah.
"M-maafkan aku..."
Sasuke menghela napas, Hinata tak seharusnya minta maaf. Ia paham apa yang istrinya rasakan. Ia juga tak mau Raiden dalam bahaya. Namun khawatir dan gelisah bukan jawaban. Melatih Raiden agar lebih kuat adalah solusinya. Supaya dia bisa melindungi dirinya sendiri dan juga orang yang ia sayang.
Tersenyum teduh, Sasuke mengelus punggung tangan Hinata lembut. "Tidak apa-apa, aku mengerti apa yang kau rasakan. Aku juga sadar, lebih banyak orang yang tidak suka denganku bahkan di Konoha sendiri. Mereka masih tak terima diriku diampuni begitu saja setelah apa yang sudah aku lakukan dan... itu mungkin saja bisa membahayakan kau juga Raiden." Sorot mata Sasuke berubah sendu. "Aku, aku bahkan tak bisa di sisimu sepanjang waktu. Aku yang seharusnya minta maaf."
Hinata kembali tersenyum, "sudah, aku bukan wanita yang lemah." Balasnya kemudian memajukan bibir kecil pura-pura kesal. "Walaupun aku tak seaktif dulu tapi aku masih bisa bertarung."
Mata kelam Sasuke yang tadi sedikit sendu kini mulai kembali terlihat berkilau. Pria yang tak suka makanan manis itu lalu mengangguk dan kemudian melepas genggaman tangan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raiden From The Future [Completed]
FanfictionFiclet - Kinda Canon Universe - slow pace Kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan? Apakah bisa? R15 untuk kata-kata kasar dan kekerasan. Raiden - OC SasuHina and all charas belong to MK