Rai... apa kabar kau di sana?

2.5K 442 53
                                    

Sasuke menghela napas sembari menatap senja, ah... mudah-mudahan setelah tau semuanya Raiden tak salah paham.

.

.

.

"Raiden!"

Dengan napas memburu dan peluh membanjiri kening Sasuke terbangun dari tidur. langit-langit kamar menyambut, dipadu dengan kesunyian kamar berukuran 2 x 2 meter meningkatkan rasa panik yang tengah menggandrungi Sasuke saat ini.

Sasuke mengumpat dalam hati, setelah bertahun-tahun mengapa dia bermimpi anak itu lagi. Setelah bermimpi tentang rasa bersalah pada Itachi, kini ia harus bermimpi tentang seseorang yang keberadaannya saja belum tentu ada.

Matanya mencoba berkedip beberapa kali, setelah dirasa semua jiwanya sudah terkumpul. Sasuke bangun dan meminum air di gelas yang sudah dia sediakan tiap malam. Ia memang selalu menyiapkan segelas air di nakas, berjaga-jaga kalau mimpi buruk menyerang dan kebiasaan itu berlanjut sejak ia kecil sampai sekarang.

Dengan berat ia menghela napas, sambil mengusap rambut ke belakang ia menatap ke arah jendela dengan nanar. Sharingan yang tiba-tiba aktif dia non-aktifkan. Dalam mode siaga, sharingan-nya selalu aktif. Itu bentuk pertahanan diri saat Sasuke merasa tidak aman.

Sembari berkedip beberapa kali, bibirnya bergumam nama yang tadi ia serukan. "Raiden..." Sasuke tersenyum miris, sudah bertahun-tahun ia tak lagi memikirkan sosok itu. Setelah penolakan yang terjadi, Sasuke memilih untuk fokus mengejar tujuannya. Ia bahkan lupa kalau ia memiliki teman satu akademi bernama Hinata. Tapi nyatanya alam bawah sadar mengingatkannya kembali. Pada sosok yang dikatakan sebagai anaknya, pada sosok yang kelak menjadi ibu dari anak-anaknya.

Indera penglihatan Sasuke kembali menatap langit-langit. Setelah perang dunia dan duel terakhir dengan Naruto selesai ia dibujuk oleh Kakashi untuk kembali ke Konoha. Jujur saja ia merasa menyesal kembali ke desa, kalau bukan karena Naruto yang memelas dan memohon mungkin ia tak akan di sini. Tidur di tempat di mana tak seorang pun menanti membuat ia sesak. Memori kematian keluarga pun selalu menghantui serta kenyataan di mana Itachi mati karena desa ini membuat Sasuke kian sakit hati.

Sasuke paham, ini semua atas keinginan Itachi, ini semua jalan ninjanya. Hanya saja mengetahui reaksi warga desa yang mengingat Itachi sebagai pengkhianat desa tak bisa Sasuke terima. Ini seperti kau sudah berkorban banyak tapi yang kau bela tak tau terima kasih. Rasanya sungguh menyesakkan.

Kembali Sasuke menghela napas, akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur. Pertama, kakinya melangkah menuju jendela yang tertutup tirai. Tangan membuka tirai perlahan, mata arang miliknya menangkap fajar yang mulai mengintip dari timur. Merasa cukup pagi dan tak bisa kembali tidur akhirnya Sasuke memutuskan untuk sekedar berjalan-jalan dan mencari sarapan. Ia kemudian pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi.

Setelah selesai meresik diri, Sasuke bersiap memakai setelan hitam dari baju sampai jubah senada dengan warna rambutnya. Kendati lengannya kini hanya tinggal satu tak menyulitkan Sasuke sama sekali.

Untuk kesekian kali Sasuke menghela napas, ia merasa sangat payah saat dirinya begitu cemas seperti ini. Tak seharusnya ia di sini, tak seharusnya ia berada di tempat di mana sebagian besar masyarakat lebih memilih dirinya untuk tak tinggal.

"Dasar Naruto sialan."

Sasuke membuka pintu apartemen yang disewa Kakashi untuknya. Kemudian mengunci sebelum ia beranjak pergi. Mata arang menatap ke kanan dan ke kiri, hampir satu minggu dia tinggal di sini, rasanya sangat aneh kalau tetangga merasa nyaman dengan kehadirannya setelah insiden penyerangan di makam ayah dan ibunya saat Sasuke baru sampai di sini.

Raiden From The Future [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang