Senja kini sudah kembali ke peraduan dengan sempurna. Langit jingga menghitam kala mentari berganti dengan bulan. Tidak ada suara anak-anak bermain di kotak pasir seperti tadi. Yang tertinggal kini hanya sepasang ayah dan anak duduk terdiam menikmati keheningan.
"Rai..." sang ayah mencoba bersua, memanggil sang anak. Ia tak pernah khawatir akan sesuatu, ia tak pernah memikirkan apa kata orang lain. Namun kali ini, ia mantan missing-nin sangat menantikan apa yang dipikirkan sang anak mengenai cerita yang baru saja disampaikan.
Anak tunggal Hinata dan Sasuke itu tetap bergeming. Air wajah yang sempat bersemangat untuk mendengar cerita kini hilang entah kemana. Sorot mata meredup, bulan tak bercahaya seperti biasanya. Ada tatapan kecewa di sana, namun Sasuke tak tau bagian mana yang membuat Raiden kecewa.
"Raidenー" Sasuke menghentikan ucapan saat melihat anaknya berdiri. Tanpa berpamitan, Raiden beranjak meninggalkan Sasuke sendiri di taman. Dengan gontai ia berjalan tanpa Sasuke cegah. Bahkan saat punggung sang anak menjauh, pria yang kini hanya memiliki satu lengan itu tak berbuat apapun.
Helaan napas berat terdengar, perasaan Sasuke kini campur aduk. Mungkin dulu saat masih muda ia bisa melakukan apapun yang menurutnya benar, bahkan sampai memaksakan kehendak. Namun sekarang ia tak bisa begitu, karena ia sekarang adalah orang tua. Di satu sisi ia ingin egois, memaksa agar Raiden mengerti. Tapi di sisi lain, ia hanya bisa menunggu bagaimana Raiden akan bersikap.
•••
"Tadaima..."
Pintu rumah kediaman Uchiha terbuka. Seorang pria tigapuluh tiga tahun terlihat masuk ke dalam. Ia membuka sepatu dan melangkah menyusuri lorong penghubung ruangan di rumahnya. Tak lama terdengar langkah kaki dari lantai dua. Mata berbeda warna menoleh ke belakang, menanti pemilik sumber suara.
Bibir tersenyum tipis tatkala indera penglihatan menangkap sosok yang sudah menemaninya hampir lima belas tahun. Sosok yang tetap setia di sisinya meskipun seisi dunia bergunjing tentang mereka.
"Okaeri..."
Hinata menghampiri Sasuke dengan senyum lebar. Sebenarnya dia sedikit bingung kenapa suaminya bisa ada di sini setelah izin akan kembali mengemban misi ke luar desa. Namun untuk saat ini ia akan abaikan, dari raut wajah sang suami sepertinya ada sesuatu yang mengganjal hati.
"Ada masalah?" Tanya Hinata sembari melepas jubah Sasuke. Yang ditanya bukan menjawab. Ia hanya terus memandang sang istri. "Kenapa?" Tanya Hinata lagiーyang kini sudah melipat jubah dan mengampirkan di sebelah tanganya.
"Raiden sudah sampai rumah?" Bukan menjawab, Sasuke malah ikut melemparkan pertanyaan. Pemilik byakugan mengerutkan kening bingung. Sepertinya benar-benar ada sesuatu.
"Rai mengirim pesan bahwa ia ingin menginap di rumah ayah." Hinata mengamati perubahan ekspresi Sasuke dari datar lalu berubah kaget. "Kenapa? Apa yang terjadi?"
Sasuke menelan saliva berat, entah kenapa kalau berurusan tentang Rai ia selalu takut dan gelisah... karena anak itu ibarat tujuan hidupnya. Jadi ia sangat hati-hati. "Sepertinya Raiden kecewa padaku." Sasuke menghela napas berat. "Ternyata tetap saja... aku bukan ayah yang baik untuknya. Aku tak jauh beda dari ayah kita berdua..."
Pandangan Sasuke kian menunduk. Melihat sang suami tak seperti dirinya membuat Hinata iba. Ia lalu mengusap sebelah pipi Sasuke dengan tangannya yang bebas. "Ssshh, bukan begitu. Sasuke sudah berusaha sebaik mungkin. Namun memang tidak ada sosok ayah yang sempurna. Aku yakin, Raiden bangga memiliki ayah seperti Sasuke."
Mantan missing-nin itu menggenggam tangan Hinata di pipinya. Mata yang sempat meredup kini sedikit bercahaya. Sesaat ia merasa putus asa, bersyukur berkat wanita di depannya kini ia tak merasa sendiri. Bibirnya terangkat, bukan senyum miring seperti biasa tapi lebih tersenyum miris. "Raiden sudah tau yang sebenarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raiden From The Future [Completed]
FanfictionFiclet - Kinda Canon Universe - slow pace Kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan? Apakah bisa? R15 untuk kata-kata kasar dan kekerasan. Raiden - OC SasuHina and all charas belong to MK