-5-

44 5 10
                                        

Hehehe sudah sekian lamanya saya lupa.

Sip, lanjut.

***

  Waktu sudah menunjukan pukul 06.35 wib. Di dalam bus, kia terus saja membaca buku yang berjudul 'disforia inersia' salah satu karya wira nagara. Hari ini kia membiarkan rambut sebahunya itu diikat kuda membuat perempuan itu terkesan manis. Kali ini tanpa hoodie. Bus itupun berhenti. Mata kia bergerak kearah jendela bus itu. Ya, dia sudah sampai. Kia pun berjalan keluar dari bus itu hingga kakinya dapat menapak di atas aspal depan gerbang sekolahnya.

"Alhamdulillah" suara pelan kia

Kia terus berjalan menuju gerbang itu. Dengan kepala yang sedikit menunduk.

"Woi" sepasang kaki beralas sepatu terlihat di mata kia, bersebrangan dengan kakinya.

"Yaelah, jangan nunduk terus dong. Muka gue gajauh lebih ganteng kok dari aspal itu." Kia tau itu suara siapa. Kali ini kia sedikit mengangkat kepala nya perlahan. Tangannya bergerak membenarkan posisi kaca matanya.

"Kamu.. ngapain?" Kia memberanikan diri untuk bicara walau kini keringatnya sudah bertetesan dipelipisnya

"Nyamperin lo lah. Ayo ke kelas" ucap eno dengan cengirannya.

Hingga sampai dikelas kia tak sedikitpun mengeluarkan suaranya. Tak juga mengangkat pandangannya kedepan. Ia hanya menatap apa yang ada di jalanan menuju kelas itu. Miris, memang.

Dan saat ini, kia dan eno pun duduk dikursinya masing masing.

"Lo baca apa sih?" Tanya eno. Sejujurnya saat ini eno sedang melakukan pendekatan kepada kia. Ia tidak ingin kia seperti ini terus. Menutup diri terus menerus.

"Buku"

"Yaiya ya gua tau itu buku, maksudnya itu buku apa?" Eno jadi gereget sendiri mendengar kia hanya menjawab satu kata itu

"....."

"Ki?" Eno pun seolah menyadarkan diri untuk memanggil kia karena perempuan itu tidak menjawabnya. Matanya terus saja mengamati kia.

"Ki?" Ulang eno, wajah eno sudah mengeluarkan ekspresi aneh.

Brak

Kia menurunkan buku yang ia baca. Tangannya bergerak menulis di buku catatannya. Dan memberikannya pada eno. Mata eno pun bergerak untuk membacanya.

"Jangan ganggu kalau aku lagi baca buku"

Ekspresi aneh eno pun terbit kembali seraya menatap kia.

Eno menghela nafas. Sudah, capeknya subhanallah.

Dari pada ia harus mengeluarkan ekspresi anehnya, tangan eno pun bergerak membuka akun instagram diponselnya.

***

Bel istirahat pun sudah berbunyi.

"Ki, ke kantin ga?" Tanya eno

Mendengar itu, otak kia berfikir jauh. Oh, tidak. Kia tidak menginginkan itu. Cukup duduk bersama eno saja ia sudah tercap lebih jelek oleh siswa siswi lain. Apalagi sampai ke kantin bareng.

Bisakah kita bersama?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang