18. Pertemuan Awal

219 15 0
                                    

Hari mulai berganti. Mantari terus menghilang dan datang lagi. Sedangkan untuk seorang Radith, tak ada yang berubah dari dirinya selama hampir setahun ia menempati kota Serambi Madinah itu.

Semenjak ia mengantarkan sang adik untuk menimbah ilmu, tak ada yang ia lakukan selain hanya mengerjakan kewajibannya sebagai seorang muslim dan kewajibannya sebagai seorang Arsitektur yang bekerja di salah satu perusahaan besar di kota itu.

Hari ini adalah hari ulang tahun PT Al Habsyi Contractor Indonesia, yang dimana adalah tempat Radith bekerja.
Malam nanti akan ada perayaan khusus untuk itu dan sekaligus penyambutan kepada anak tunggal dari Direktur perusahaan.

Sebagai orang kepercayaan, Radith ditunjuk langsung untuk mengatasi segala persiapan untuk malam nanti oleh Bapak Soetrisno Al Habsyi yakni direktur PT Al Habsyi Contractor Indonesia.

Kini Senja kembali membuat banyak penggemarnya merasa kehilangan dengan kepergiannya. Semua persiapan hampir selesai.
Rasyid dan beberapa staf yang lainnya pun segera menuju masjid terdekat untuk menunaikan sholat Maghrib.

Selesai sholat, Radith tak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Rasyid di dalam masjid tadi. Langsung saja ia menyerbu kawannya itu dengan berbagai pertanyaan mengenai adiknya dan gerangan mengapa dia bisa ada disini.

"Jadi kapan Lo lanjut?" Tanya Radith setelah mengetahui bahwa Rasyid baru saja kembali dari Bogor.

"Rencananya sih besok ba'da sholat subuh" jawab pria itu sembari membuka lipatan lengan gamisnya.

Seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu, Radith pun kembali mengangkat suaranya.

"Gimana kalau Lo ikut gue aja selesai ini?" Usul Radith

"Kemana?"

"Ada perayaan di tempat gue kerja. Jadi biar gue gak bosan mending Lo nemenin gue"

"Emang boleh ?"

"Kalau gak boleh, gue gak bakal ngajak"

"Habis ini?"

"Iya. Itung-itung berbakti sama calon Kaka ipar"

Rasyid tak menanggapi habis itu, dan malah meninggalkan Radith.


Setelah memastikan bahwa semua pekerjaan telah selesai, kini Kedua pria itu tengah berbincang-bincang santai sembari menunggu sambutan dari Direktur perusahaan.

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?" Tanya Rasyid kurang paham dengan kawannya itu.

"Itu, kedepannya Lo serius gak?"

"Yang mana?"

"Masa Lo gak tau?"

"Ya emang gue gak tau"

Merasa frustasi dengan Rasyid yang memang tidak pekaan ini, Radith pun mengatakan maksudnya sembari memijid dahinya.

"Mika. Kedepannya gimana?"

"Wallahu'alam" Jawab Rasyid usai diam sejenak tampak merenungi sesuatu.

"Lah. Jadi Lo gak serius?"

"Apaan sih, Gue serius lah. Tapi yang namanya masa depan kita sebagai manusia kan gak ada yang tahu"

"Udah gak usah sewot pak ustadz. Ane  tahu kok" ucap Radith seperti sedang mengolok-olok

Tidak lama kemudian, pak Soetrisno pun mulai memberikan sambutan untuk semua yang telah datang dan sekaligus memperkenalkan putra tunggalnya.

"Hadirin semuanya, Disebelah saya ini adalah putra saya. Dia baru saja kembali dari timur tengah setelah menjalankannya tugasnya sebagai perwira tanah air. Dulu, sebenarnya saya sangat ingin putra saya ini bisa menggantikan saya sebagai direktur kalian. Tapi yah apa boleh buat. Sebagai orang tua saya hanya bisa mendukung keputusannya untuk menjadi abdi negara" jelas pak Soetrisno dengan ramah. Sesekali ia melirik ke arah putranya yang tengah melontarkan senyum disebelahnya itu.

Tetangga Idaman Hingga Jannah Where stories live. Discover now