Chapter 10

6.8K 391 42
                                    

Silahkan dinikmati chapter ini

---------------

Perubahan, manusia cenderung sering berubah semasa hidupnya. Dari bayi, balita, anak-anak, remaja sampai dewasa pastinya mengalami perubahan bukan hanya dari fisik tapi juga mental, bahkan sampai ke kepribadian. Tapi, perubahan dibenci banyak orang. Sederhananya, karena banyak orang yang sudah nyaman di comfort zone mereka dan tak mau berubah. Tapi, tanpa perubahan seseorang tidak akan bisa maju.

"...Boboiboy?"

Yaya mencari sosok suaminya yang tiba-tiba hilang di apartemennya. Apartemennya adalah apartemen kecil yang minimalis. Hanya terdiri dari ruang tamu, dua kamar yang di dalamnya ada dua kamar mandi dan sebuah dapur, serta satu balkon di luar. Yaya menemukan suaminya sedang duduk di bangku di teras, memandang lurus ke arah langit malam.

"Kamu kenapa di sini?" tanya Yaya, ikut duduk di sebelah Boboiboy. Mereka duduk di bangku panjang, dikelilingi oleh beberapa pot bunga yang tampak indah di bawah sinar bulan.

"Nggak ... cuma lagi memikirkan sesuatu aja," jawab suaminya lirih. Dari cara matanya yang setengah terbuka, wajah tanpa ekspresi, nada bicara yang datar dan suaranya kecil, Yaya bisa menyimpulkan bahwa ia sedang berhadapan dengan Air sekarang.

"Sesuatu?" tanya Yaya, ikut memandang ke langit dimana bulan separuh bersinar dengan indah. Hari ini adalah malam yang cerah tanpa ada awan yang menutupi sinar bulan. Terlebih, apartemen mereka ada di lantai yang cukup tinggi sehingga tidak tercemar udara perkotaan, dari kejauhan terlihat banyak sinar lampu yang bagaikan seperti bintang di daratan.

"Hm ... semuanya berubah karena kamu."

Yaya memandang Air. Air menoleh dan menatapnya dengan lurus.

"Halilintar, Api, Taufan ... semuanya mulai berubah."

Yaya mengerjapkan mata dan mencoba memikirkan hal itu. Ia tidak menyadari apa mereka berubah karena memang Yaya belum terlalu lama bersama suaminya. Ia lebih sering berpikir, ia melihat sisi baru para kembaran suaminya. Itu saja.

"Halilintar mau berhubungan dengan orang lain ... Api mau belajar menjadi dewasa ... dan Taufan mau memperlihatkan isi hatinya," jelas Air memandang bulan yang bersinar di atas kepala mereka.

"Aku ... mau berubah."

Sang istri mengerjapkan mata lagi kemudian perlahan tersenyum lembut. "Kamu tidak harus berubah."

Air menggeleng. "Nggak. Sejak kamu datang, semuanya jadi berubah. Aku nggak bisa kayak gini terus."

Yaya sedikit bertanya-tanya apa maksudnya, apa yang sebenarnya sedang dibicarakan Air?

"Aku mau ... lebih hidup."

Sekarang Yaya benar-benar tidak paham.

"Lebih hidup?" tanya Yaya dengan bingung.

Air mengangguk. "Kamu mungkin nggak bakalan pernah mengerti. Tapi, setiap harinya aku cuma bisa keluar beberapa jam, kadang nggak keluar sama sekali. Sisanya, aku cuma bisa melihat tanpa melakukan apa-apa. Aku sering bertanya-tanya, apa yang seperti ini pantas disebut 'hidup'?"

Yaya hanya bisa diam. Ia tidak akan pernah mengerti bukan berarti ia tidak bisa membayangkan. Entah bagaimana rasanya, hanya memiliki waktu beberapa jam setiap harinya. Harus berbagi tubuh dengan orang lain. Kebebasan terkekang, waktu pun terbatas.

"Makanya, dulu aku nggak pernah mau keluar. Apa artinya hidup seperti ini? Tapi ..."

Di sudut bibirnya, Air tersenyum kecil. Ia menatap Yaya dengan pandangan penuh makna. "Tapi, ada kamu, makanya aku mau keluar. Aku mau ... lebih hidup sekarang."

Love The Way You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang