Chapter 12

8.5K 432 144
                                    

Silahkan dinikmati ^^

———————————————

Bagaimana rasanya bila hidup hanya bergantung pada seseorang? Ketika manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial, yang demi kesehatan fisik serta mental membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain, tidak bisa bergantung hanya pada satu orang.

Itulah setidaknya yang dialami Boboiboy.

Ia memiliki segalanya, keluarga, harta, dan status, namun ia tidak memiliki orang lain yang mempercayai keadaannya dan menerimanya apa adanya.

Kecuali, Yaya, sekarang.

Karena itu, sekarang Yaya seperti satu-satunya tiang penyangga fondasi kehidupan Boboiboy. Dan jujur saja rasanya sangat mengerikan dan menggembirakan di saat yang sama.

Ketika semua kembarannya mulai terpikat pada Yaya, dengan sangat kuat, yang masih melawan hanya Halilintar. Ia bukannya bebal atau keras kepala, tapi ini demi kebaikan mereka semua. Sang kembaran ketus itu masih ingat betul bagaimana saat Tok Aba meninggalkan mereka semua.

Hidup mereka seperti hancur berkeping-keping, hampir tidak bisa diselamatkan. Itu karena waktu itu mereka menggantukan segalanya pada Tok Aba. Tok Aba seorang yang menjadi sumber kebahagiaan mereka. Maka dari itu, saat Tok Aba pergi, mereka semua seperti terpuruk.

Dan sekarang Yaya datang, seperti mengulang semua itu.

Halilintar masih bingung alasan kenapa Yaya masih mau bertahan bersama mereka. Jika bukan karena kasihan maupun uang, maka ... apa?

Cinta? Halilintar mau mendengus, mereka saja tidak bisa mencintai diri mereka sendiri, bagaimana dengan orang lain?

Lucu sekali ...

Halilintar berhenti berpikir dan memijit keningnya. Sebaiknya ia berhenti memikirkan gadis, baiklah, istrinya itu. Pekerjaan proyek baru masih harus ia selesaikan di hari Minggu yang cerah ini. Dan terima kasih pada Gempa yang membuat mereka ikut stres selama beberapa hari belakangan ini, kepala Halilintar terasa sakit sekarang.

"Kau baik-baik saja?"

Halilintar melirik pada Yaya, yang entah kenapa sekarang ada di sampingnya. Sejak kapan? Halilintar berhenti memijit keningnya dan mendengus.

"Kecuali aku harus menyelesaikan pekerjaanku hari ini, ya aku baik-baik saja," jawab Halilintar dengan nada sarkartis yang kental.

"Kau belum sarapan dari pagi lho ...," Yaya mengingatkan dengan nada lembut. Halilintar hanya mengernyit mendengarnya.

Kenapa gadis ini begitu ...

Oh, sudahlah.

"Nggak nafsu," jawab Halilintar singkat. Matanya kembali fokus pada laptopnya dan jemari tangannya kembali bermain di atas keyboard.

Secara tak disangka, sebuah tangan terjulur dan meraba keningnya. Halilintar kaget dan menegang, kemudian dengan cepat menepis tangan Yaya.

"Apaan sih!?" seru Halilintar kesal. Ia bisa menghadapi orang yang ia tidak sukai, ia bisa bertahan memimpin perusahaan, tapi ia paling tidak suka disentuh orang tanpa peringatan.

Yaya tampak terkejut namun matanya seperti khawatir.

"Kamu agak panas lho ..."

Halilintar mendengkus keras dan menelan kembali amarahnya. Ia tidak suka bagaimana Yaya peduli padanya, menunjukkan sisi lembutnya, ia benar-benar menyebalkan.

Akhirnya, setelah Halilintar tidak memberikan respons, Yaya pergi dari kamarnya. Untuk sesaat Halilintar merasa puas, sulit rasanya bekerja di bawah pandangan Yaya. Namun, kepuasaannya segera terbang ke luar jendela saat ia mendengar Yaya kembali.

Love The Way You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang