Sepulang sekolah Diva tidak langsung pulang, ia harus mengajar les dadakan untuk membantu temannya besok ulangan.
Dengan bayaran satu jam dua ratus lima puluh ribu per orang. Dan dia mengajar empat orang itu berarti dia mendapatkan uang satu juta dalam sehari.
Tapi ada satu teman Diva yang ingin privat, siapa lagi kalau bukan Melody orang yang ambisius. Melody berani membayar satu juta dalam satu pertemuan yang penting ia privat.
"Diva gue pengen les di rumah gue ya?"pinta Melody.
"Kenapa gak disekolah aja?"tanya Diva.
"Kalau di sekolah gak bakal konsen jadi di rumah aja ya?"
"Yaudah"
"Ayo!"ajak Melody.
"Bentar gue ke Stella dulu"ujar Diva meninggalkan Melody.
"Gue tunggu di mobil!"teriak Melody.
Melody berjalan menuju mobil merahnya. Ia menunggu Diva sambil memainkan ponselnya. Jujur sebenarnya ia malas belajar tambahan.
Diva menghampiri Stella yang sedang duduk di taman belakang sekolah dengan aerophone yang menempel di telinganya.
"Hey..."sapa Diva menepuk pundak Stella. Dan dibalas dengan senyuman.
"Udah lama?"tanya Diva.
"Lumayan, udah beres?"jawab Stella melepaskan aerophonenya.
"Udah, tapi aku harus ngajar les privat dulu jadi gak bisa pulang bareng. Maaf ya?"ujar Diva kecewa.
"Yaudah gak papa, kamu anter aku sampai depan gerbang sekolah aja."ujar Stella masih dengan senyumannya, walau pun dalam hatinya ia sedih.
"Beneran?"tanya Diva hati - hati.
"Iya, lagian kalau aku paksa kamu juga pasti nolak 'kan?"
"Maaf ya? Besok kita jalan deh"ujar Diva tersenyum.
"Oke"
Diva mengantar Stella sampai depan gerbang sekolah. Dia membalas lambaian tangan Stella yang semakin menjauh dari pandanganya.
"Udah?"tanya Melody ketika melihat Diva yang sudah masuk ke mobilnya.
Diva hanya menganggukan kepalanya.
***
Adara masih mengusap - usap punggung Putra.
"Sorry gue nangis"ujar Putra dengan suara parau.
"Gak papa cowok juga manusia"ujar Adara tersenyum.
"Jujur gue gak bisa maafin diri gue sendiri, gue bener - bener nyesel"ujar Putra terlihat kecewa dari matanya.
"Lo harus bisa maafin diri lo sendiri, itu juga bukan sepenuhnya kesalahan lo mungkin itu emang udah takdir"ujar Adara menyemangati.
"Jadi lo harus bisa ikhlasin nyokap lo, biar dia tenang di atas sana"lanjut Adara.
"Tumben lo bijak"ledek Putra tertawa.
"Iya dong"ujar Adara tertawa.
"Thanks udah nemenin gue"
"Santai aja, balik yu udah malem"ajak Adara.
"oke!"
Putra berdiri diikuti oleh Adara, mereka berjalan menghampiri motor ninja hitam. Sebelum Putra menaiki motornya, ia memberikan jaket miliknya kepada Adara. Awalnya Adara menolak tapi dia merasa kedinginan jadi ia mengambil dan memakai jaket yang diberikan Putra.
Mereka berdua meninggalka bukit itu. Jujur sebenarnya Adara masih ingin berlama - lama di sana, tapi ini udah malam dan ia juga belum belajar buat ulangan besok.
"Ra rumah lo dimana?"ujar Putra berusaha mengalahkan suara knalpot.
"Di perempatan jalan sana terus belok kanan! nanti ada rumah yang catnya warna putih, nah itu rumah gue!"teriak Adara.
"Oh"
"Kok oh sih?"tanya Adara memukul punggung Putra.
"Emang harus gimana?"tanya Putra kembali fokus ke jalan.
"Ya... apa kek masa oh doang!"ujar Adara cemberut.
"Dari pada gak dijawab!"
"Serah lo deh!"
Tanpa sadar sudut bibir putra tertarik membentuk lengkungan. Ia melihat wajah Adara yang ditekuk dari kaca spion, ternyata Adara imut kalau lagi ngambek batin Putra.
-
-
-
-
-
-
- Maaf baru up lagi hehe
Part ini pendek banget yak?
Jangan lupa votement...
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMS
Ficção Adolescente[ On Going ] Ini hanya cerita tentang remaja SMA 01 Bangsa. Mereka remaja yang masih menginjak umur 17 tahun, yang masih plin plan. Tapi mereka semua mempunyai impian masing - masing yang ingin mereka capai selama hidupnya.