Boyolali, 15 tahun yang lalu..
" Pak.. Aku butuh uang 10 juta. Cucumu harus segera dioperasi. Perutnya sudah semakin membuncit. Aku nggak tega melihat dia menangis karena kesakitan."
Lelaki itu hampir menangis saat berucap di depan bapaknya. Wajah tampannya terlihat kuyu dan lesu. Dia sudah mencoba mencari pinjaman disana sini, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali.
Laki-laki tua berpeci dan berkacamata lawan bicaranya tampak tak acuh. Pria tua itu meraih koran di atas meja dan menyibaknya ke arah depan hingga menutupi sebagian wajahnya. Seolah memberi tanda bahwa lebih baik membaca daripada mendengar keluh kesahnya.
"Pak...." ucap sang putra lagi memohon.
Ia hampir saja bersimpuh di kaki bapaknya demi meminta pertolongan. Ia hanya butuh minta jatah lahan dari bapaknya untuk dijual, tapi tak mendapatkan tanggapan baik oleh Pria beruban di depannya.
Bayi yang lahir beberapa hari dari rahim istrinya mengalami beberapa kelainan. Salah satunya, Atresia Ani--tidak adanya lubang saluran pencernaan terakhir dalam sistem pencernaannya--lubangnya tertutup--putranya tidak memiliki anus.
Sekilas, berbicara tentang hal itu memang menjijikkan. Tempatnya sangat hina dan tidak layak untuk diucapkan, tapi apalah arti manusia tanpa organ itu. Tempat itu sangat berharga pula seperti organ lainnya. Bukan hal tabu lagi untuk dibicarakan.
Ini kisah nyata. Kisah nyata tetang putra malang kesayangannya. Putranya harus hidup normal dan sehat seperti yang lainnya.
Ia butuh biaya banyak untuk operasi. Kata dokter yang menangani putranya, putranya akan menjalani 5 kali tahapan operasi dan itu membutuhkan biaya yang cukup besar.
Laki-laki tua berkaca mata di depannya terlihat jengah mendengar rengekannya, melirik sekilas ke arahnya seraya membanting koran.
" Ya, itu. Kamu kualat! Kamu kualat karena nggak mau nurut sama orang tua. Ini hasilnya kamu sudah membangkang Bapak. Coba dulu kamu mau Bapak nikahin sama Sawitri. Pasti hidup kamu bahagia. Gara-gara nikah sama orang Jepang, hidup kamu jadi berantakan seperti ini. Kapan kamu bahagia Bapak tanya??"
Sang Putra menunduk dalam. Memang hidupnya tak seperti saudara-saudaranya yang penurut. Semenjak pergi ke Jepang menjadi TKI, dia memang tidak mendapatkan apa-apa. Dia memilih pulang ke kampung halaman setelah berhasil menggait hati gadis cantik berdarah Jepang yang lebih muda satu tahun darinya. Menikah saat usianya baru 20 tahun. Dan sekarang dikaruniai empat orang putra dengan penghasilan ekonomi pas-pasan.
" Nggak! Bapak nggak mau kualat. Tanah warisan turun temurun dari leluhur itu tidak untuk dijual, tapi buat ditanami biar anak cucu bisa menikmati hasil bumi warisan leluhurnya. Kamu minta bantuan mertuamu di Jepang sana saja. Sudah! Bapak mau sholat."
Pambudi meneteskan airmata. Membiarkan laki-laki tua di depannya beranjak meninggalkannya begitu saja.
Ia tidak tau harus mengadu pada siapa lagi. Beberapa hari yang lalu dia bertengkar dengan istrinya. Istrinya selalu mengancam akan pulang ke Jepang. Hidup dengannya katanya hanya membuat hatinya selalu terluka saja. Kehadirannya tidak diinginkan mertua, jauh dari sanak saudara, Pambudi memiliki penghasilan ekonomi yang pas-pasan juga. Diandalkan mencari uang untuk biaya operasi saja belum mendapatkan hasil juga.
Pambudi menyerah. Kakinya yang lelah terus ia paksa berjalan di atas jalanan yang basah karena baru saja hujan. Kepalanya terasa pusing dan hatinya terasa sakit. Dia tidak berniat kembali ke rumah sakit. Melihat wajah istrinya yang selalu menyambutnya penuh harap dengan sorot mata yang lelah membuatnya tidak kuat lagi. Dia juga tidak kuasa melihat si kecil Shei--Sheilendra Catur Pambudi yang terlihat dimasuki selang melalui hidung serta jarum infus yang setia menancap di punggung tangan mungilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Youngest Brother, Sheiii !!! [END]
Підліткова літератураBagi Shei, jadi bungsu itu tidak seindah cerita tokoh-tokoh fiksi yang sering diceritakan teman-teman perempuannya. Mereka menceritakan kalau jadi bungsu itu selalu dimanja. Itu memang benar, tapi itu dulu, saat Bapaknya belum masuk penjara karena...