Bagian 7

342 70 10
                                    


A/N : I'm off hiatus!

Kalau aku boleh kasih judul.. untuk bagian ini aku kasih judul, "Pergi ke Korea?!" lol *coughs* maaf ya.. biarkan aku jadi klise di cerita ini.. dan maaf plus kasih tau kalau ada yang nggak pas ya..

****

Life goes on.. Seperti itu katanya kalau di novel. Tapi memang itulah yang terjadi di kehidupan Kongphob saat ini. Setelah kejadian itu. Yang Kongphob tahu, keadaan memanas di rumah. Ibunya tidak menyarankannya untuk pulang. Jadi.. di sinilah ia, berjalan mengenakan seragam di kampus pada hari minggu, hari dimana tidak ada kelas untuknya.

Ada pengumuman baru di mading kampus. Kongphob membacanya dengan penuh minat. Tentang pertukaran pelajar ke Korea. Sepertinya menarik untuk diikuti. Tapi ia sepertinya harus mengulang kelas lagi kalau ikut. Hm.. mungkin boleh juga untuk didiskusikan dengan ayahnya.

Tapi kalau jadi pergi, berarti akan meninggalkan Kak Arthit.

..Sial. belakangan, kepalanya semakin dipenuhi oleh senior yang satu itu. Apalagi setelah ia dengan jeleknya menangis di pundak Kak Arthit. Ugh. Memalukan!

Semenjak kenal Kak Arthit, Kongphob merasa kalau ia banyak berubah. Dan, ia tidak tahu apakah perubahan itu baik atau tidak. Ia tidak biasa dengan perasaan asing yang untuk Kak Arthit ini. Rasa yang membuat seniornya itu menjadi spesial, yang bahkan bisa membuat Kongphob mengeluarkan kesedihannya.

Apakah ia menjadi orang lain?

..Kongphob rasa tidak. Ia masih bisa kok, berpikiran jernih dan belajar dengan baik. Bahkan Kak Arthit membantunya hingga bisa mendapatkan nilai yang lebih baik dari yang ia kira. Ia masih loyal dan bisa bercanda dengan teman-temannya, tidak dengan sengaja meluangkan waktu untuk mengajak Kak Arthit makan atau melewatkan hari bersama. Kak Arthit lebih sering mengingatkannya untuk tetap meluangkan waktu bermain bersama teman, bukannya mengurung diri terus di perpustakaan.

Kak Arthit.. selalu ada saat ia butuhkan.

Kongphob jadi berpikir, apakah punya rasa kepada orang yang berjenis kelamin sama memang bisa menyebabkan dia seperti banci? Ia tidak merasa menjadi lebih feminin atau apa, malah ia menjadi lebih sehat dan berfisik kuat karena Kak Arthit banyak memberi masukan untuk tetap bugar.

Sial. Kak Arthit lagi.

Kening Kongphob berkerut. Kalau begitu.. apa mungkin meninggalkan Kak Arthit adalah hal yang akan sangat berat untuknya? Apa ia yakin bisa pergi?

Ahhh! Kuliah lebih penting! Kongphob akhirnya memutuskan untuk membuang pikirannya itu jauh-jauh sekarang. Dengan cepat ia memotret pengumuman yang ada di mading, untuk bahan diskusi dengan ayahnya. Langkah kakinya kembali maju.

Supaya tidak ingat terus dengan Kak Arthit.

****

"Programnya bagus." Begitu komentar ayahnya saat mereka memulai diskusi. Kongphob sudah mengirimkan foto pengumuman itu sejak malam senin. Sekarang, enam hari sesudahnya Papa mengajak Kongphob untuk bertemu. Ia segera pulang setelah kuliah terakhirnya selesai, karena batas waktu pendaftarannya tinggal sebentar lagi.

"Aku juga pikir begitu."

"Memang lebih pada kegiatan sosial, ya. Tapi kamu juga pernah ikut program yang sama, walau nggak pernah selama ini kan?" Papa mengangkat satu alis saat memandangnya, memastikan. Kongphob mengangguk.

"Pernah, Pa. Ke Chiang Mai, dan waktu itu pernah ke Singapura dan Jepang juga. Tapi ya, yang paling lama cuma sebulan."

"Ini satu semester lebih." Papa bergumam. Kongphob mulai menunduk. Itu juga yang ia pikirkan. Terlalu lama.

[BAHASA] Bukan Logika - FanfiksiWhere stories live. Discover now