Bagian 12

364 30 5
                                    


"-yang ada di hatiku itu Cuma kamu."

"Tapi.. tapi orang tuamu, mereka mau kita putus!"

..Kongphob menatap buku di genggamannya dengan bosan. Buku ini berisi novel romantis yang katanya sedang populer akhir-akhir ini. Ya, Kongphob pada akhirnya bisa juga menegaskan diri untuk membeli novel semacam ini. Ia membaca dan membaca, memaksakan diri untuk mengikuti alur cerita. Nyatanya, tetap saja rasanya Kongphob ingin memutar bola matanya kuat-kuat.

Cerita di novel ini begitu klise, meski Kongphob akui penulisnya mampu membuat ceritanya tetap terasa segar. Sepasang kekasih yang tidak direstui orang tua, tentu saja dipenuhi dengan kata-kata yang menyentuh hati. Kongphob mulai mengerti apa yang dirasakan oleh karakter-karakter di novel, walaupun rasanya banyak adegan dramatis dan berlebihan. Mungkin itu sebabnya novel ini terkenal di kalangan remaja perempuan.

Menyerah, Kongphob memutuskan untuk berhenti memaksakan diri untuk melanjutkan membaca. Ia letakkan novel itu ke meja belajar dan melirik jam di sana. Sudah waktunya makan malam, senyuman mengulas di wajahnya.

Sambil membereskan kamar, Kongphob berdendang pelan. Rasa senang mulai tak tertahan di dada. Bukan hal yang mengherankan, karena ia akan makan malam bersama dengan Kak Arthit sebentar lagi. Hari ini pun ia tidak bisa bertemu muka dengan Kak Arthit di kampus.

Kongphob memeriksa sekali lagi bahwa tidak ada yang tertinggal sebelum mematikan lampu dan mengunci pintu, senyuman masih tersungging di wajah. Baru saja ia melangkah di parkiran untuk mengambil motor, ponselnya berbunyi.

"Halo Kong." suara Mama terdengar merdu di telinga, senyum Kongphob melebar.

"Halo, Ma. Sudah makan? Ini aku baru mau keluar untuk makan."

Mama membalas dengan tawa. "Sudah dong. Papamu langsung minta makan begitu pulang tadi."

"Oohh.. pasti Mama yang masak kali ini." Kongphob sudah tahu kebiasaan orang tuanya itu; kalau Mama yang masak, pasti Papa akan pulang cepat dan langsung minta makan. Usia mereka sudah tidak muda lagi, tapi masih bisa saja semesra itu.

"Iya.. kamu tahu sendiri Papa bagaimana." Mama masih saja tertawa kecil. "Oh, Mama hampir lupa. Kong, besok Rose pulang ke sini, kamu mau jemput?"

Langkah Kongphob berhenti tepat di sebelah motornya, berpikir sejenak. "Bisa sih.."

"Kalau begitu kita bisa makan malam bersama besok!" Mama langsung memutuskan dengan senang. Kongphob hanya bisa menghela napas. Sudah ia duga. Segiat apa pun ia mencoba untuk tidak pulang ke rumah, ujung-ujungnya harus berkumpul juga.

"Iya, Ma. Biar nanti aku pulang dulu ambil mobil." Kongphob menjawab sekenanya sambil menyalakan motor.

"Oke, sayang. Cepat makan malam, ya. Mama nggak ganggu lagi."

Kongphob masih terduduk diam di atas motornya, lama setelah panggilan itu terputus. Rasa senang yang tadi ada di dada sudah hampir sirna. Bukannya ia tidak mau pulang, hanya saja ia masih enggan untuk bertemu dengan Kak Suda. Beberapa kali ia hanya pulang di siang hari dan kembali ke tempat kost sebelum makan malam tiba.

Mama bilang keadaan di rumah sudah harmonis.

..berapa lama keadaan itu bertahan?

Aahh.. sudahlah. Kongphob memilih untuk mengenyahkan pikiran negatif di kepalanya. Ia hanya ingin fokus untuk bertemu Kak Arthit sekarang. Pacarnya itu pasti sudah lama menunggu. Kongphob sudah bisa membayangkan wajah cemberutnya karena harus duduk sendirian di kantin. Senyum akhirnya bisa mengembang lagi di wajahnya.

----

"Kak Arthit.." Kongphob merasa suara yang keluar dari mulutnya ini terdengar pasrah. Mata yang bulat dan membesar yang menatap balik padanya saat ia memanggil juga tidak membantu.

[BAHASA] Bukan Logika - FanfiksiWhere stories live. Discover now