Bagian 9

314 60 10
                                    


A/N : nggak suka cuacanya.. T^T badanku remuk ini kalau hujan-panas ga berenti.. Orz

****

Kongphob terus sibuk dengan kegiatannya, seperti dugaan Kak Arthit. Tapi Kongphob selalu pegang janji, paling tidak ia akan mengirim pesan ke Kak Arthit di pagi hari ketika baru bangun atau malam saat mau tidur. Kalau sudah begitu, Kak Arthit baru membalasnya lama setelah ia mengirim pesan, karena biasanya Kak Arthit masih tidur. Kongphob merasakan perbedaan waktu ini cukup menyebalkan.

Untung bukan pertukaran pelajar yang jauh sekalian. Begitu pikir Kongphob saat lagi-lagi pesannya baru dibalas saat Kak Arthit terbangun pagi itu. Ia mungkin tidak tahan dan minta pulang kalau perbedaan waktunya terlalu jauh. Ada rasa yang berbeda yang membuatnya merasa dingin jika tidak melihat Kak Arthit belum juga membalas pesannya. Tentu saja setelah obrolan mereka di bandara. Mereka terus bicara hingga waktu keberangkatan Kongphob tiba. Ia akan tersenyum riang ketika mengingat mata Kak Arthit yang sudah lelah dan merah karena menahan kantuk, menemaninya bicara waktu itu.

Dua bulan berlalu, dan Kongphob baru bisa menelepon Kak Arthit sebanyak tiga kali. Sebegitu sibuknya dia, sampai-sampai Rin (dengan bantuan Mama) meneleponnya kesal, menagih janji untuk pergi bersama.

Hari ini hari Sabtu, saat Kongphob akhirnya punya waktu untuk menepati janjinya dengan Rin. Setelah sempat menelepon Kak Arthit yang sudah mulai sibuk dengan magangnya, Kongphob pergi pamit dengan teman sekamar. Mereka akan pergi ke akuarium dan pergi makan siang.

Di sepanjang perjalanan, Rin tidak berhenti berceloteh di pangkuannya. Sepertinya Rin menjadi takut kalau Kongphob pergi meninggalkannya. Ia jadi merasa bersalah dan berjanji akan mengikuti kemauan keponakannya itu hari ini.

Akuarium itu tidak terlalu ramai di sabtu pagi. Kebanyakan yang datang tentu saja keluarga yang mengajak anaknya untuk berlibur sejenak, tapi tidak sedikut pula pasangan kekasih di sana. Rin langsung menariknya ke segala penjuru, terlalu senang melihat ikan yang berenang-renang di setiap dinding.

"Om Kong, Om Kong, ikan besar!" Rin terus saja menunjuk-nunjuk ikan di balik kaca pelindung. "Boleh bawa pulang?" Rin tiba-tiba mengangkat wajah dan menatapnya penuh harap. Kongphob yang tadinya hanya mengangguk mendengarkan menjadi salah tingkah dibuatnya.

"Putri.. di rumah Oma kan ada. Di rumah Rin juga." Meskipun berbeda, yang penting ikan juga kan?

"Kan bedaa.." Rin mulai cemberut. Kongphob gemas melihatnya.

"Ada kolam besar juga di vila kita. Ikannya besar dan warna-warni. Rin sudah pernah lihat?" Konglihphob berusaha mengalihkan perhatian. Langsung saja, mata Rin membola. Ia mengerjapkan matanya seakan tidak percaya.

"Banyak?"

"Banyak, sayang." Kongphob mengangguk. "Kalau yang di sana, Rin bahkan boleh pegang dan bawa pulang."

"Betul? Om nggak bohong?" mata bola Rin menyipit curiga. Kongphop tertawa dan menyodorkan jari kelingkingnya.

"Om nggak bohong. Om janji kita bakal ke sana nanti." Mendengar itu, Rin langsung bersemangat dan mengaitkan jari kelingkingnya ke Kongphob. Setelah itu, tubuh kecilnya mendesak memeluk Kongphob erat.

"Janji ya!?"

"Kong.. Rin.. jangan jauh-jauh!" seruan Mama membuat Kongphob dan Rin tersenyum. Mereka lalu bergandengan tangan untuk kembali. Mereka terus menelusuri akuarium, masuk ke area dimana mereka bisa memegang satwa air (yang membuat Rin berteriak gembira) dan pergi ke daerah yang banyak ikan pari dan hiunya (dimana Rin bersembunyi takut di pelukan). Akhirnya, mereka sampai di pintu keluar, dimana ada toko souvenir yang ramai dengan anak-anak. Sama seperti yang lainnya, Rin langsung menarik Mama untuk melihat (dan membelikan) souvenir yang ada.

[BAHASA] Bukan Logika - FanfiksiWhere stories live. Discover now