Bagian 4

417 66 9
                                    


Kongphob memandang heran tumpukan baju yang sudah menggunung di atas ranjangnya. Ia berdiri mematung di depan cermin, sepasang pakaian di kedua tangan.

He is trying to dress to impress. Untuk siapa? Kongphob tidak mungkin berdandan rapi hanya untuk pergi bersama Kak Arthit. Tapi.. tumpukan pakaian di ranjangnya itu seakan mencemooh dan menyadarkannya.

Ia menghela napas panjang, melempar pakaian di tangannya dan menghempaskan diri ke ranjang. Ia toh masih punya banyak waktu. Jam di meja belajarnya masih menunjukkan pukul 8 pagi. Masih terlalu pagi untuk memilih outfit sebenarnya, apalagi mereka janjian untuk bertemu nanti jam 11.

"Ahhh!" Kongphob tidak peduli untuk berteriak mengenyahkan perasaannya yang terlalu rumit sekarang. Ia terduduk dan mengacak-acak rambutnya. Ia memandang tumpukan pakaian di sebelahnya seakan menuduh mereka sebagai dalang dari apa yang ada di pikirannya saat ini.

Kak Arthit memang terlalu imut untuk ukuran pria, tapi dia tentunya masih punya nalar untuk tidak menaruh rasa. Kan? Iya kan?!

Apalagi, seniornya itu sering sekali memasang tampang galak dan mengeluarkan uneg-unegnya pada Kongphob, korban tidak bersalah. Ia juga terlalu iseng, dan kadang omongannya tidak ada filter. Kalau harus Kongphob punya rasa pada seseorang, harusnya pada orang, bukan, pada perempuan yang manis dan anggun. Yang pengertian dan tahu sopan-santun. Bukannya seperti Kak Arthit, yang doyan sumpah serapah kalau sudah ada yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Kongphob menundukkan kepala. Semua ini mulai keluar batas. Ia harus fokus dan tetap logis. Ini mungkin terjadi karena entah bagaimana ia bisa dekat dengan orang seperti Kak Arthit, orang yang tidak biasa di lingkaran pertemanannya.

Tapi toh tetap saja dia spesial, begitu kata suara yang mirip sekali seperti suara batinnya.

"Shit."

----

"Euy, sorry lama nunggu!" Kak Arthit berseru sambil berlari tergopoh-gopoh ke arahnya. Tentu saja, Kongphob harusnya tahu kalau Kak Arthit pasti datang telat. Bahkan sampai terlambat 30 menit. Tapi dasar sudah diajarkan sejak kecil, Kongphob sudah datang dari sebelum jam perjanjian.

"Nggak apa-apa." Balasnya singkat. Mau bagaimana lagi? Toh dia juga jadi bisa bermain game sambil menunggu.

"Ooh.. niat banget bajunya.." Kongphob samar-samar mendengar Kak Arthit bergumam. Deg. Apa benar pakaiannya masih terlalu bagus untuk bepergian bersama teman? Rasanya ia sudah berusaha menurunkan standar. Ia hanya memakai kaos biru tua dengan jaket hitam dan celana jeans warna gelap. Ya.. kalau dibanding Kak Arthit yang memakai kaos hitam bergambar sekenanya, dan jeans yang Kongphob yakin sudah waktunya dicuci..

"Sudahlah. Mau kemana kita sekarang?" Kak Arthit bertanya.

"Ke gift shop aja kayaknya. Bair gampang nyari." Kongphob kemudian memimpin arah ke toko yang sudah ingin dimasukinya dari minggu lalu.

Di toko yang penuh dengan barang-barang yang kalau bukan untuk keponakannya, Kongphob yakin ia tidak mau masuk, mereka mulai melihat satu per satu barang yang cocok.

"Umur berapa keponakanmu?" Kak Arthit memulai kembali pembicaraan.

"Dua tahun."

"Oh.. nggak bisa dikasih lego dong." Tangan Kongphob langsung terhenti mendengar komentar seniornya itu.

"Kak.. beneran mau kasih lego buat anak perempuan usia dua tahun?" Kongphob merasa harus bertanya. Ia mendapatkan Kak Arthit memutar matanya.

"Ya nggaklah! Bisa mati kesedak dia!"

[BAHASA] Bukan Logika - FanfiksiWhere stories live. Discover now