Bagian 2

528 78 8
                                    


Kongphob bertemu lagi dengan Kak Arthit di suatu pagi, saat ia memaksakan diri ke perpus sebelum kelas pertamanya hari itu. Ini kali pertamanya ia mengendarai motor kesayangannya setelah kecelakaan. Ia baru mengedarai motornya itu tidak jauh dari tempat kost, dan melihat Kak Arthit tampak bingung dan panik di tepi jalan. Di depannya tergeletak sepeda dengan ban yang kempes.

"Kak Arthit?" Kongphob menyapa setelah menepikan dan turun dari motornya.

"Hah? Oh. Kamu." Kak Arthit menjawab, terdistraksi. Alisnya berkerut, dan ia memandang kesal handphone-nya yang berlayar hitam. Baterai-nya habis.

"Kenapa sepedanya, Kak Arthit?"

"Bannya bocor. Sialan! Mana ada kuis lagi!" Kak Arthit menggerutu. Ia angkat lagi sepedanya, berniat untuk tetap pergi sambil mendorong sepedanya itu.

..perjalanan masih jauh. Dan tidak ada tambal ban di dekat sini. Kongphob menggigit bibir, menimbang.

"Mau kuantar?"

"..nggak usah."

"Tapi saya juga mau ke kampus. Dan sebentar lagi kelas Kakak mulai kan?" Kak Arthit mengernyit karena ucapannya. Kongphob lalu menunjukkan jam tangannya ke arah Kak Arthit, yang kemudian memaki-maki lagi.

"Uh.. sial banget pagi ini."

"Dianter aja ya?" Kongphob menawarkan lagi.

"Terus sepedanya gimana?" akhirnya Kak Arthit mengalah. Tapi raut wajahnya masih cemas.

"Hm.. ikat aja di pohon itu." Kongphob menunjuk pohon di dekat mereka. "Nanti kasih kunci ke saya. Abis anter kakak, saya ke sini lagi. Bawa sepedanya buat diperbaiki." Tak ayal, Kongphob tersenyum karena lagi-lagi Kak Arthit memicingkan mata ke arahnya, mengamatinya dengan seksama.

"Tahu darimana kalau sepedanya bakal balik lagi?" ucap Kak Arthit menantang.

"Tenang.." Kongphob meraih dompet di saku belakangnya. "Saya kasih kartu mahasiswa saya. Kak Arthit bisa pegang sampai sepedanya balik lagi ke kakak. Gimana?"

"Terus, ketemuan dimana kita?"

"Di.. di kantin kemarin kita ketemu gimana?"

Akhirnya, Kak Arthit mau juga pergi ke kampus diantar Kongphob. Tidak ada yang tahu, tapi mereka jadi tambah akrab sejak saat itu.

****

Kongphob nyaris loncat dari kursinya dan tersedak makanan di tenggorokan saat tiba-tiba sebuah tangan menggebrak meja kantin tempat dia duduk. Si pemilik tangan itu lalu menarik kursi di depannya dan duduk menghempaskan diri ke kursi. Wajahnya masam dan jelas sekali dari raut wajahnya bahwa ia akan mengeluarkan uneg-unegnya pada Kongphob.

Seperti biasa, kantin di malam itu penuh dengan mahasiswa yang mencari makan. Kongphob menyenangkan diri dengan hanya menghabiskan waktu sebentar di perpus dan pergi makan lebih cepat. Tapi siapa sangka Kak Arthit akan datang dengan raut muka seperti ini?

"Kak Art-"

"Ada apa sih sama teman-teman seangkatanmu?!" Kak Arthit memulai. "Susah banget dibilangin. Diajarin disiplin dikit langsung nangis, dimanjain malah jadi keenakan. Mau jadi apa angkatan kalian?!"

Kongphob mengerjapkan matanya. Dengan perlahan ia menggeser dan menyodorkan minuman berwarna pink yang ia pesan tapi belum sempat diminum ke arah Kak Arthit. Senior itu dengan sigap mengambil minumannya dan menyeruput dengan keras. Ia tidak berhenti hingga minumannya berkurang setengah.

"Capek banget hari ini.." Kak Arthit menghela napas panjang. Ia lalu mengerjapkan mata dan memandangi minuman di tangannya. Minuman.. yang tidak dia pesan. "Eh!? Sorry!"

"Udah. Nggak apa-apa kok, Kak. Tadi belum sempet dimunim sama aku." Kongphob berusaha tidak mengindahkan wajah memelas seniornya itu. "Untung tadi aku beli minum yang ini ya. Jadi Kak Arthit nggak lama-lama marahnya."

"Huh. Jangan cengengesan gitu dong, tapi." Kak Arthit memutar bola matanya. "Nggak enak banget tahu hari ini. Ospek jadi Cuma sebentar karena teman kamu buat ulah."

"Lah. Kok bisa?"

"Ya itu. Teman kamu, Wad nggak ada respect-nya sama sekali ke senior." Mendengar Kak Arthit mengucapkan nama teman yang dekat dengannya, seketika Kongphob mengerti.

"Ah. Ya.. dia memang ada sedikit masalah dengan otoritas." Tampaknya yang dikatakan oleh Kongphob tidak cukup untuk Kak Arthit, karena seniornya itu mengulang kata-katanya dengan muka mengejek. Yah.. memang understatement of the century sih..

"Heran aku. Angkatan kamu itu kebanyakan cengeng semua. Kita ini udah ngasih yang enteng loh ke kalian. Waktu jaman aku, mana ada belas kasihan dari senior." Kak Arthit mulai menggerutu lagi.

"Well.."

"Ha? What kind of 'well' is that?!" Kak Arthit menangkap nada Kongphob yang aneh. Tapi ia masih ragu-ragu untuk bercerita. Ini kan bukan masalah Kak Arthit.

"Ya.. aku juga dengar cerita dari teman-teman. Ada yang ngeluh, tapi ada juga yang nyindir." Kongphob mengangkat bahu. Ia sebenarnya tidak terlalu peduli. Tapi suara sindiran itu semakin lama semakin nyaring.

"Nyindir? Mau nyindir apaan dari sapu lidi kayak kamu?"

"..." Kongphob harus berpikir lagi lain kali kalau mau bercerita pada Kak Arthit. Senior itu hanya nyengir tanpa rasa bersalah.

"Ya mereka nyinyir karena aku nggak ikut ospek. Menurut mereka aku itu keenakan karena nggak harus terkena disiplin dari para senior." Di lain waktu, Kongphob pasti akan tertawa melihat wajah tak percaya Kak Arthit. Tapi kali ini, ia hanya bisa menghela napas dan mengangguk membenarkan perkataannya itu untuk meyakinkan seniornya, bahwa itulah yang terjadi.

"Nyinyir? Ngapain juga mereka harus nyinyir? Emangnya mereka pikir enak apa kena kecelakaan dan patah tulang? Ada-ada aja mereka!"

"Ya.. kan mereka nggak lihat bagian itu.."

"Ya iyalah! Mereka juga buta kayaknya, nggak liat kamu kayak orang pincang dari awal masuk kuliah!"

"Hei! Aku udah selesai fisioterapi ya dari minggu lalu!" Kongphob merasa harus membela diri. Sekali lagi Kak Arthit memutar bola matanya.

"Whatever."

Mereka lalu terdiam. Masing-masing mengumpulkan diri lagi dan ingin mengganti topik. "Aku bakal cari cara biar mereka sadar makna dari ospek." Kak Arthit mengguman.

"Hm?"

"Udahlah. Yang begitu nggak usah dipikirin." Kak Arthit melambai-lambai tangannya tak peduli. "Abisin tuh makanannya. Aku juga jadi laper abis marah-marah."

Kongphob tersenyum dan mengangguk. "Ya."

****

[BAHASA] Bukan Logika - FanfiksiWhere stories live. Discover now