Someone Who Holds a Lie

193 31 9
                                    

Jadi di sini Mina sekarang, di cafe komik tempat biasa dia menghabiskan waktunya saat pulang sekolah. Ia menyeruput es lemon tea nya banyak-banyak sambil meng-scroll halaman portal hijau. Berita tentang Jihoon dan dugaan calon pacarnya -yang adalah dirinya- menjadi berita paling banyak dicari. Menempatkannya jadi trending topic.

"Kalian di sini di jam pelajaran sekolah memang tidak apa-apa?" Sehun menatap dua gadis di depannya yang masih berseragam sekolah itu secara bergantian. "Dengar ya, aku tidak mau tempat kerjaku ini dapat masalah karena menampung anak-anak nakal yang membolos seperti kalian."

Sehun serius omong-omong. Sebagai orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga cafe komik itu, sudah menjadi kewajibannya untuk mencegah hal-hal yang mungkin akan merusak reputasi cafenya.

"Dia sakit oppa," bela Arin tidak terima mendengar tuduhan yang dilayangkan Sehun padanya dan Mina. Enak saja dia mengatainya sebagai anak nakal.

"Orang sakit mana yang bisa menghabiskan dua gelas es begitu? Dan, oh, ini gelas ketiganya," sindir Sehun melihat Mina mulai menyeruput isi gelasnya.

"Oppa ini, Mina sedang butuh sesuatu untuk mendinginkan kepalanya. Sudah diam saja."

Sehun geleng-geleng kepala tidak mau ikut campur dengan masalah gadis-gadis ini. ia merasa sudah terlalu tua untuk itu. "Kalau gurumu mencarimu jangan bawa-bawa tempat ini," pesannya galak sebelum berlalu ke meja kerja untuk melanjutkan pekerjaaannya -mendata beberapa novel dan komik yang baru saja datang- yang sempat terhenti tadi.

Arin mengangguk mengerti. Junmyeon ssaem juga tidak akan mencarinya kemari. Dia kan sudah membuat alasan meyakinkan untuk Mina agar bisa pulang lebih awal.

"Bagaimana? Apa rencanamu setelah ini?" tanya Arin yang melihat Mina masih murung meskipun dua gelas, bukan hampir tiga gelas es sudah berhasil dia habiskan. Tapi sepertinya moodnya belum juga membaik.

Gadis berambut coklat itu menggeleng lemah. Belum selesai masalah Minhyung, kini muncul masalah yang lebih besar.

"Meskipun di foto-foto ini wajahku tidak begitu jelas, menurutmu apa orang-orang akan bisa menebak kalau orang di foto ini adalah aku?" tanyanya. Ia membayangkan dirinya yang tiba-tiba dikenali semua orang. Menjadi bahan pembicaraan. Oh ya Tuhan, Kang Mina tidak ingin terkenal dengan cara begini.

"Kau pikir saja. Siapa di sekolah yang paling dekat dengan Jihoon, yang selalu mengajaknya makan siang, yang selalu bersama Jihoon tiap kali anak itu masuk?"

Jawaban Arin tidak membantunya sama sekali. Justru semakin membuatnya gelisah.

"Tidak bisakah kau membantuku memikirkan bagaimana cara untuk menyelesaikan hal ini?" Mina memohon. Berharap sahabatnya itu punya solusi untuk kekacauan ini.

Arin tampak berpikir sebentar. Ia menatap Mina, sementara yang ia tatap juga menatapnya penuh harap. Arin tampak ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu. Sepertinya, ini satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan. Tapi, ia yakin sahabatnya itu pasti akan menolaknya mentah-mentah.

"KAU GILA, CHOI ARIN?" seru Mina ketika Arin menyelesaikan ucapannya.

Benar, kan?

"AKU TIDAK MUNGKIN MELAKUKANNYA. TIDAK," tolak Mina keras kepala. Suara kerasnya tadi membuat Sehun yang sedang serius menyelesaikan pekerjaannya menatapnya tajam dari balik komputernya.

Baru setelah Mina meminta maaf pada Sehun dan beberapa pengunjung cafe atas kegaduhan yang ia buat, ia kembali menatap serius pada Arin yang baru saja mengutarakan ide gilanya.

"Kau sendiri kan yang mau berita itu berhenti? Itu jalan keluar terbaik yang bisa ku pikirkan. Sisanya, itu urusanmu sendiri," kata Arin merasa jengkel dengan Mina yang mengatainya gila setelah ia memaksa otaknya yang malang untuk berpikir lebih keras dari biasanya. "Lagipula, Kang Mina, apa sih alasanmu menolak Lee Minhyung? Di mana lagi kau bisa menemukan orang setampan, sepintar, sesabar, dan seperhatian itu padamu? Semua gadis di sekolah berlomba untuk jadi pacarnya, eh kau yang ditembak malah menolaknya."

Dear You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang