Beberapa hari ini, Vera merasa agak kelelahan. Tugas kuliahnya tidak banyak, tapi entah kenapa tubuhnya terasa lemah.
Vera yang ingin pergi ke kampus untuk mengumpulkan tugas kuliahnya menjadi malas bergerak. Pada akhirnya ia menelpon Fina untuk meminta tolong mengumpulkan tugasnya.
Vera kembali berbarik di kasurnya. Selama beberapa hari ini juga, Vera sudah membuat keputusan. Ia tidak akan mengatakan apapun tentang hal yang terjadi padanya. Vera sudah yakin jika tidak akan hal buruk yang terjadi padanya. Ia sempat membaca jika memakan makanan pedas dan meminum soda dapat menghambat pertumbuhan janin, jadi untuk berjaga-jaga Vera melakukan segala cara untuk menghalangi hal yang tidak diinginkan terjadi
Vera bahkan rajin melakukan olahraga berat yang bahkan tidak pernah ia sentuh sama sekali. Ah, mungkin saja karna terlalu rajin berolahraga Vera sampai mengalami hal ini pada tubuhnya.
Benar, Vera tidak perlu memikirkan hal yang tidak-tidak.
Memejam perlahan, Vera ingin coba untuk kembali terlelap. Kepalanya bertambah pusing karna memikirkan hal-hal itu.
--
Belum lama matanya terpejam, Vera langsung terbangun dan berlalu menuju kamar mandi. Terasa sangat aneh, ketika ia merasa ada sesuatu yang mendorong ingin di keluar dari perutnya.
Mungkin karna berdiri dengan tiba-tiba, kepala Vera seperti terputar. Perutnya yang memang sudah tidak nyaman, di tambah kepalanya yang pusing membuat Vera merasa begitu lemah.
Pada akhirnya Vera terduduk di kamar mandi, tanpa sempat memuntahkan isi perutnya Vera kehilangan sedikit demi sedikit kesadarannya.
--
Vera membuka matanya perlahan. Menyesuaikan cahaya dengan berkedip pelan. Ia mulai menyadari keberadaannya di sebuah ruangan asing. Ini bukan kamarnya, bukan juga kamar abangnya, apalagi kamar bunda. Lalu ia ada dimana?
"Udah bangun?" tanya seseorang yang jelas Vera tau siapa.
"Aku dimana?" pria di depannya hanya menatapnya tajam. "Rumah sakit."
Vera mengenyit bingung, kenapa ia bisa berakhir disini.
"Siapa?" sebelum ia sempat bertanya, Riga lebih dulu membuka suara dengan pertanyaan yang tidak ia pahami.
"Apanya?" tanya Vera bingung.
"Siapa ayahnya?" tanya Riga lagi yang malah membuat Vera semakin kebingungan.
"Maksud Abang apa sih, aku gak ngerti?" Vera baru saja bangun dari pingsannya, dan malah di tanya hal membingungkan seperti itu.
"Gak usah pura-pura bego Vera!" bentakan Riga membuat Vera kaget, tentu saja. Ini pertama kalinya ia di bentak oleh kakaknya. Kakak yang selalu menjaganya, dan selalu melakukan segala cara agar Vera bahagia.
"Abang," ujar Vera pelan. Ia masih dalam keterkejutannya.
Kemudian pintu kamar terbuka dan munculah Bunda dengan mata sembabnya. "Riga, jangan keras seperti itu sama adik kamu."
Riga mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, asalkan tidak menatap Vera. Ia mengusap wajahnya kasar. Merasa menjadi orang berdosa yang menjadi dalang dari apa yang terjadi pada adiknya.
"Bun, sebenarnya kenapa?" tanya Vera begitu melihat abangnya nampak putus asa.
Bunda Vera tampak mengulas senyum tipis. Ia mengusap punggung Vera pelan. "Jelaskan pada Bunda, siapa yang melakukan ini sama kamu? Siapa yang ... menghamilimu?"
Tubuh Vera membeku. Kalimat tanya bundanya membuat ia serasa di sambar petir mendadak. Tenggorokannya tercekat. Apa yang harus ia lakukan. Kebohongannya sudah terbongkar. Mencoba mengelak pun percuma. Bunda dan Abang nya sudah mengetahuinya. Dan apa tadi, dirinya tengah hamil sekarang? Ya Tuhan, cobaan apalagi ini. Hidupnya benar-benar sudah hancur. Apa yang harus ia lakukan.
"Jawab Vera!" kembali nada bentakan terdengar dari Riga. Bunda sampai harus membentak Riga untuk menyuruhnya diam.
"Apa yang terjadi Vera? Bunda gak akan marah, ceritakan saja." Mendengar hal itu, air mata Vera jatuh. Air mata yang berusaha ia keluarkan seminggu ini.
Suara tangis yang sangat pilu, membuat bunda memeluk.Vera dengan erat. "Tidak apa, semua akan baik-baik saja."
Riga yang melihat itu pun tidak bisa menyembunyikan air matanya. Tapi ia tidak beranjak dari tempat ia berdiri, memandang mereka dari jauh sudah cukup baginya. Ia tidak ingin mengganggu ibu dan anak itu dulu.
Vera tak berhenti menangis, ia dengan pelan mulai menceritakan awal mula terjadinya malam yang berusaha sekuat mungkin ia lupakan. Mulai mengingat kejadian kelam itu dan menceritakan, sungguh sebenarnya ia tidak sanggup mengingatnya. Tapi apa boleh buat, Bunda dan Abangnya harus mengetahuinya.
Bunda kembali menenanangkan Vera begitu ia selesai bercerita. Masih tidak percaya sebenarnya, pria yang sering bertamu kerumahnya adalah dalang dari kejadian ini.
Tanpa mereka sadari, Riga telah keluar dari ruangan itu. Berjalan mencari pria brengsek yang melakukan hal keji itu pada adik kesayangannya. Pria brengsek yang sayangnya adalah temannya.
Riga akhirnya menemukannya di sebuah club yang dekat dari rumah pria itu. Tempat yang sering pria itu datangi untuk bermain bersama wanita-wanitanya.
Saat masuk kedalam, Riga langsung dengan cepat menemukan Erga. Cukup mudah menemukan pria itu, Erga pasti berada di pojok ruangan dengan pacarnya entah apa yang mereka lakukan. Dan tanpa dapat di cegah, Riga langsung dengan cepat melayangkan pukulan keras ke wajah Erga, tepatnya hidungnya. Bahkan baru satu kali pukulan, darah segar sudah keluar dari hidung Erga. Perempuan yang bersama Erga tadi hanya menjerit keras yang bahkan suaranya teredam suara musik yang keras.
Erga tentu saja tidak terima apa yang baru saja Riga lakukan padanya. Ia bangun dan mencoba melayangkan pukulan balasan pada Riga, tapi belum sempak itu terjadi Riga lebih dulu meyangkan pukulan kencang kearah tulang rusuknya. Erga sampai terbatuk keras. Tak menunggu lama, Riga kembali melayangkan pukulan berkali-kali sampai ia puas. Setan benar-benar telah menguasainya. Orang-orang di sekitar bahkan tidak memperdulikan dan tetap sibuk dengan urusan mereka. Hingga teman dari mereka berdua datang dan memisahkan mereka.
"Lo apa-paan sih!" bentak Erga begitu ia sudah terbebas dari pukulan Riga. Beberapa kali ia mencoba melawan tetap saja Riga tidak bisa di kalahkan, ia seperti sedang berkelahi dengan bukan manusia.
"Lo, akan nyesel sama apa yang udah lo lakuin." usai berkata demikian, Riga pergi dari sana. Erga tentu masih bingung dengan temannya itu. Tapi ia tidak perduli dan mencoba mengobati dirinya dulu.
***
Vera menatap bundanya khawatir. Ia takut abangnya akan melakukan hal-hal yang tidak tidak. Masalahnya sudah sejak tadi ia merasa abangnya menghilang begitu saja, sudah pasti ia menghajar Erga. Bunda sampai menelpon semua teman-teman Riga untuk mengantisipasi apa yang terjadi.
Baru saja bundanya akan kembali menghubungi teman Riga yang satu jam lalu ia hubungin. Riga sudah muncul di dari pintu kamar.
"Abang," ujar Vera begitu khawatir. Apalagi saat ia melihat sedikit darah dari sudut bibir abangnya. Ia yakin mereka pasti berkelahi. "Abang, apa yang abang lakuin?"
Riga hanya diam, ia tidak ingin membuat adiknya khawatir. Bundanya bahkan sampai memarahinya, tapi ia tidak perduli. Rasanya ia masih belum puas menghajar Erga.
"Pria itu, dia baik-baik aja kan?" tanya Vera pelan.
Riga langsung menatap adiknya garang. "Kamu mencemaskan dia!"
Vera langsung dengan cepat menggeleng, "Enggak, aku takut kalau terjadi sesuatu sama dia. Abang bakalan masuk penjara. Aku gak mau abang ninggalin aku, jadi aku mohon jangan lakuin hal itu lagi. Aku takut."
Riga langsung menarik adiknya kedalam pelukannya. Ia juga tidak ingin kehilangan adiknya, memikirkan ia harus meninggalkan adiknya sendiri saja ia tidak bisa apalagi menjalani hal itu secara langsung.
"Kita pindah."
Vera tentu saja kaget mendengar penuturan Riga. "Kenapa?"
Tanpa menjawab Riga kembali memeluk adiknya. Bunda yang mendengar itu tentu saja ia paham. Mungkin itu juga akan menjadi cara agar Vera bisa melupakan semuanya. Karna kejadian itu terjadi di rumah, mungkin dengan meninggalkan rumah itu semua bisa baik-baik saja.
***
Update : 12-01-2020
Revisi : 30-03-2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of You ✔
Ngẫu nhiênVERSI LENGKAP DARI CERITA INI SUDAH TERSEDIA DI GOOGLEPLAY!! LINK DI BIO --- Vera dekat dengan teman kakaknya. Mereka juga kerap sering jalan bersama. Tapi semua itu tak lagi terjadi saat Erga menyatakan cinta pada Vera. Sejak saat itu Vera menghind...