Bagian 9 | Percaya

4.7K 280 13
                                    

Berita tentang Vera sudah tersebar luas, bahkan bukan hanya di dalam fakultasnya saja, tapi juga hingga terdengar di telinga Erga.

Awalnya semuanya seperti potongan puzzle baginya, kejadian Riga yang menghajarnya, teman-temannya yang juga hilang entah kemana, dan Vera. Semua pasti saling berhubungan.

Riga sudah tahu jika Erga adalah dalang kehancuran adiknya. Pantas saja sikapnya seperti orang kesetanan. Tapi itu semua bukan hanya kesalahan Erga. Bukannya Erga berhak marah karna Vera yang memperlakukannya seperti sampah, apa yang Erga lakukan memang terlalu kejam, tapi itu semua karna Vera yang lebih dulu mencari masalah.

Erga tahu jika ia sudah keterlaluan, tapi menghajarnya seperti itu bukanlah hal yang benar juga.

Erga akan datang dan meminta maaf dengan benar. Semua akan selesai jika ia bertanggung jawab kan? Benar, masalah seperti ini akan selesai saat ia menikah dengan Vera.

--

Riga mengepal tangannya keras, amarahnya sudah naik hingga ke ujung kepalanya. Ia bersumpah akan menghukum siapa saja yang menyebarkan info tersebut. Riga bahkan akan menuntut siapapun yang menyebarkan berita jika Vera bermain kotor dengan om-om atau hal semacamnya.

Ia juga pasti akan menuntut orang yang menyebabkan Vera hingga seperti ini. Tidak akan Riga maafkan.

Riga berjalan cepat memasuki kantor tempatnya kini bekerja, banyak hal yang harus ia kerjakan. Karna masalah akhir-akhir ini Riga jadi mengabaikan semua pekerjaannya. Untungnya ia anak dari pemilik perusahaan ini, jika tidak ia sudah pasti akan di pecat. Walau merasa tidak enak, Riga akan berusaha menyelesaikan semua pekerjaannya dengan cepat.

Baru saja ia tiba di loby, Mirna yang bekerja sebagai resepsionis menghampirinya. "Maaf, pak. Tapi ada yang ingin bertemu dengan Anda."

Riga mengernyit bingung, perasaan ia tidak ada janji dengan siapapun. "Siapa?"

Mirna tersenyum, "Saya juga tidak tahu pak. Dia menunggu di ruang tunggu."

Tahu jika Riga akan memarahinya karna asal menerima tamu tanpa bertanya, Mirna langsung pergi ke tempatnya.

Riga menghela napas, pada akhirnya ia tetap berjalan ke ruang tunggu dimana orang yang ingin menemuinya berada.

Saat tiba di sana, Riga yang sudah tahu siapa sosok yang membelakanginya itu, langsung berbalik pergi tanpa berucap apapun.

Erga yang sudah menyadari kedatangan Riga langsung menahannya. "Gue belum ngomong apa-apa loh."

Riga menghempaskan tangan Erga keras, kemudian ia mendengkus pelan. "Lo masih punya muka buat muncul juga? Mau gue buat ancur sekalian tu muka?"

Erga tertawa, "Yah kalau lo gak masalah masuk penjara."

Riga mengertakkan giginya, menghela napas Riga berusaha menahan emosinya. Bertengkar dengan mahluk bodoh seperti Erga hanya akan membuang-buang tenaga.

"Lebih baik lo pergi dari sini, sebelum gue panggil satpam buat ngusir lo dari sini."

Sekali lagi Erga tertawa pelan, "Gue cuma mau bilang kok, lusa gue bakalan datang ke rumah lo buat ngelamar Vera. Gue cowok baik-baik, jadi gue bakalan tanggung jawab, jadi lo tenang aja."

Riga tidak dapat menahan emosinya. Hingga satu pukulan langsung melanyang ke wajah Erga. Memar yang sudah hampir hilang, kini mulai kembali mengeluarkan darah.

Erga tertawa keras setelah pukulan itu mengenai wajahnya. "Lo kenapa sih, gue mau berbuat baik loh."

"Lo pikir gue sudi adik perempuan gue nikah sama pemerkosa kayak lo? Tenang aja, Ga, gak lama lagi lo bakalan mendekam di penjara."

Riga berbalik hendak keluar dari sana, namun langkahnya terhenti saat Erga berucap.

"Gimana ya, mau sekeras apa lo berusaha, gue gak bakalan di penjara. Orang tua gue pasti bakalan ngeluarin gue dari sana. Maaf maaf aja ni, Ga."

Erga berjalan ke arah Riga, menepuk pundaknya pelan. "Lo gak perlu capek-capek nuntut gue, terima aja gue jadi bagian keluarga lo, dan masalah selesai."

Setelah berucap demikian, Erga berlalu keluar dari sana.

Riga yang memang sudah sangat marah, meninju kaca yang ada di hadapannya. Beling kaca yang menusuk hingga membuat tangannya berdarah, tidak ada apa-apanya di bandingkan perasaan sakit yang adiknya rasakan. Ini semua karna Riga yang tidak becus menjaga Vera.

--

Sehabis berbicara dengan Erga, Riga tidak lagi melanjutkan pekerjaannya. Ia langsung pulang dan meminta Bunda dan Vera berkemas.

Kedua sahabat Vera yang ada di sana juga kebingungan melihat Riga yang bertingkah demikian.

"Lo kenapa sih? Datang-datang langsung nyuruh beres-beres, itu lagi tangan lo kenapa bisa berdarah gitu?" Cara menatap Riga kebingungan.

Vera, Bunda Tara, dan juga Fani yang mendengar itu langsung fokus melihat tangan Riga yang masih mengeluarkan darah.

"Astaga, Riga kamu kenapa?" Tara langsung menghampiri anaknya, melihat luka yang ada di punggung tangan Riga.

"Bukan apa-apa, Bun. Pokoknya ini gak penting, yang penting sekarang kita harus keluar dari sini."

"Tapi kenapa? Bukannya harusnya minggu depan? Kenapa jadi sekarang." Vera tentu saja tidak terima, ia masih ingin bersama dengan sahabat-sahabatnya. Jika pindah nanti mereka pasti akan berpisah lama.

"Si Bangsat itu akan datang lusa, Abang gak akan sudi dia ketemu sama kamu. Jadi ayo beresin semua barang-barang ayang harus di bawa, kita harus cepat pergi."

Tubuh Vera menegang, bagaimana bisa tiba-tiba dia akan datang. Jadi dia sudah sudah tahu semuanya? Jadi pria itu benar-benar akan ... tidak, tidak boleh.

Dengan tubuh gemetar Vera berdiri, "Gak ini gak boleh terjadi, Vera gak mau ... Argh!" Vera yang berteriak kencang seperti itu tentu saja membuat seluruh orang di sana terkejut.

Lebih mengejutkan lagi, Vera yang langsung jatuh pingsan. Ini tidak benar, Vera tidak seharusnya seperti ini.

"Vera!"

--

Matanya terbuka, Vera mengerjap pelan. Ia masih berada di rumahnya. Vera langsung mendudukan tubuhnya panik.

"Bunda, ayo pergi. Kita gak boleh disini. Bunda, Vera gak mau liat dia. Vera takut Bunda, Vera takut."

Tara berusaha menahan air matanya, di usapnya punggung Vera pelan. "Tenang sayang, Bunda gak akan biarin laki-laki itu bertemu kamu. Kamu tenang aja, sebenar lagi kita akan pergi sejauh mungkin, tidak akan ada yang tahu bahkan laki-laki itu."

Fani dan Cara berusaha untuk tidak menangis di depan Vera. Mereka tidak boleh lemah, jika mereka lemah siapa yang akan membuat Vera kuat.

"Benar, kita juga bakalan ikut lo kok. Jadi lo tenang aja, sahabat-sahabat lo yang cantik ini akan terus ada di samping lo."

Vera tersenyum mendengar apa yang Fani katakan, "Makasih, gue bersyukur banget ada kalian di hidup gue."

"Kita juga bersyukur banget, bisa ketemu temen baik kayak lo, Ver. Orang yang bikin lo kayak kini, gak lebih dari manusia bajingan. Jadi tetap semangat, hidup lo terlalu berharga buat manusia pendosa kayak dia."

Sesungguhnya Cara tidak tahu siapa pria yang tega melakukan ini pada Vera, tapi ia tidak peduli. Siapapun dia, dia tetap manusia berhati iblis yang tidak pantas untuk di kasihani apapun alasannya.

--

Because of You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang