Di keningku segala yang kau katakan tak masuk akal, pikiranku menolak meski hatiku sedikit menerima. Entah kenapa hati begitu saja mengandalkan perasaannya, terserap oleh pengaruh luar, sebab hati betapa sensitif. Aku bertanya pada akal yang menjalar bagai akar, ke mana akhir kehidupan akan tumbuh atau berhenti menjalar, katanya akan sampai jauh, ke sudut-sudut tanah tak dikenal, tempat fantasi-fantasi basi sebab tak ada hukum permentasi di sana. Baiklah, kataku mungkin bukan untuk sepenuhnya sepakat, tapi entahlah, aku juga tidak begitu percaya. Tiba-tiba aku teringat suara sedih ibu di telepon, dan aku tidak punya pulsa untuk menelepon ulang. Katanya Ali kelaparan lagi, tak ada uang tak ada harapan tapi kepala yang menyimpan pikiran bergumpal-gumpal menciptakan drama. Kenapa hidup harus menjadi orang lain, arus bagi keyakinan di dermaga dada tak lagi hening. Aku mulai pening, menghadapi kejujuran yang kian berpaling, darimu yang memiliki persediaan kata yang tak mampu kukenal. Kenapa amarahku tiba-tiba janggal? Aku merasa seseorang telah membodohiku dengan caranya yang aneh, lugu dan bangsat. Aku mulai muak, kenapa harus kebohongan yang menggerakkan manusia yang menyusahkan hidup orang lain, demi masa depan yang katanya masa kawin. Hendak kubanting apa pun alat komunikasi dan berhenti berbicara dengan bahasa manusia, agar sesorang tahu, aku benci segala sesuatu yang tidak perlu.
2019
YOU ARE READING
Jalan Akal (Kumpulan Puisi Panjang)
Random#4 in Usaha (Mar, 27th of 2019) #20 in Usaha (Mar, 29th of 2019) #4 in Ruang (Apr, 1st of 2019) #5 in Jalan (Apr, 7th of 2019) #4 in Refleksi (Jun, 9th 2019) #1 in Usaha (Jun, 10th of 2019) #7 in Usaha (Jul, 18th of 2019) Karena Akal Punya Jalannya...