Bagian empat : Kunang-Kunang

7.4K 1.2K 831
                                    

terasa hangat, oh di didalam hati.

---

Jeongin celingak celinguk diluar pondok seorang diri, berjalan mengendap-endap sambil mengunyah ciki pemberian Hyunjin di mulutnya. Salah satu tangannya yang bebas menyibak semak liar di pekarangan, kemudian merengut sendiri karena apa yang ia cari tidak ia dapatkan lagi.  

Bocah itu kesepian. Biasanya di sore hari seperti ini akan ada banyak kelinci dan rubah-rubah liar yang lalu lalang berkeliaran di sekitar pondok untuk dijadikannya teman bermain. Sayangnya sudah lama Jeongin menunggu, tidak ada satu hewan-pun yang datang bahkan untuk sekedar melintas disekitar situ.

"Mas Hyunjin masih lama?" Teriak bocah itu sambil menengadah ke atas, memelas menatap Hyunjin yang dari tadi sibuk membetulkan atap yang bocor.

Hyunjin melengok kebawah setelah mendengar namanya di sebut. Bibirnya mengulas senyum geli, merasa kasihan melihat kesayangannya itu bermain tanah seorang diri. "Ini mau selesai, dik... Banyak sekali bocornya, mas betulkan dulu supaya kalau hujan Jeongin tidak kebasahan."

"Jeongin boleh bantu?" Tanyanya penuh harap, "Janji ndak ganggu, kok!"

"Sudah mau selesai, sayang... Habis ini mas temani main, ya?"

Jeongin mengangguk menurut, terkekeh gembira sambil menyuap kembali ciki ke dalam mulutnya. Dia berbalik untuk duduk di atas anak tangga dengan anteng dan menghabiskan makanannya seraya menunggu Hyunjin turun agar bisa bermain bersama.

"lir ilir lir ilir tandure wong sumilir...."

Anak itu bersenandung tenang, senyumnya terbibit riang...  menikmati semilir angin sore yang sejuk menimpa wajah manisnya. Rambutnya yang halus bergerak-gerak, seakan turut gembira mengikuti pergerakan kepala Jeongin yang kekanan dan kekiri, hanyut dalam suara nyanyiannya sendiri.

"Tak ijo royo royo tak sengguh penganten anyar..."

Karena sangat rindang, hutan terlihat semakin redup bersama dengan mulai berpulangnya matahari ke ufuk barat. Jeongin tersenyum, bahagia mendengar burung-burung di atas pohon mulai berkicauan seolah tidak mau kalah menyahuti nyanyiannya.

"Cah angon... cah angon... penekna blimbing kuwi..."

"Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dada tira

Bocah itu berhenti bernyanyi, mengerjap lugu menyambut Hyunjin yang baru saja melesat turun dari atap ke bawah. Dia sempat terpekik saat pria tersebut meloncat begitu saja dari atas sana, namun kemudian tersenyum lebar, terikik sediri melihat tubuh Hyunjin yang putih pucat cemong terkena debu, sarang laba-laba juga terlihat menempel di rambut pirangnya.  

"Kok ketawa, sayang? Tidak nyanyi lagi?

Jeongin menggeleng, masih mempertahankan kikikan dari bibir mungilnya "Mas Hyunjin jelek belum mandi!" Jawab sang bocah meledek.

"Jeongin juga belum mandi, tuh..."

"Jeongin juga jelek?" Tanya kemudian.

Hyunjin mendekat dan berjongkok dihadapan Jeongin untuk mengecup pipi gembilnya, "Ganteng.. manis.. Tapi asem!" Ujar pria itu sambil menggelitiki perut si bocah sampai ia tertawa terbahak-bahak.

Waja GetihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang