Semua ku terima apa adanya..
--
"Pegang janji Allah. kalau kamu bersyukur, akan ditambah-Nya nikmatmu. Kalau kamu berjuang, akan Ia mudahkan. Kalau kamu meminta, akan Ia beri."
Di sepertiga malam dalam sujud terakhirnya, Jihyo menitikan air mata.
Wanita paruh baya tersebut berbisik kepada bumi, berharap seluruh panjatan do'a dan harapannya terdengar sampai ke langit.
4 bulan adalah waktu yang penuh duka lara bagi keluarga kecil itu. Jihyo seperti kehilangan pegangan hidup, rasa simpati atau belas kasihan yang diperlihatkan seluruh warga tidak bisa mengobati rasa perih yang tengah ia rasakan. Pun tidak bisa membuat anak yang ia cintai datang kembali. Sebab Jeongin mereka telah menghilang, pergi tanpa jejak dan menyisakan sejuta luka tidak terperi.
Jihyo tersengguk dalam tangisnya, "Hanya kepadaMu hamba meminta, dan hanya kepadaMu pula hamba berserah diri." Rapalnya dalam hati.
Harapan satu-satunya saat ini hanyalah sang pencipta. Karena ia percaya, Tuhan adalah pemilik hak bagi semua yang terjadi dalam kehidupan di dunia. Kalau Jihyo tidak akan mampu mengejar Jeongin, setidaknya ia harus berusaha mengejar ridha Allah. Satu-satunya dzat maha dahsyat yang bisa menggerakan hati Jeongin atau penculiknya, dzat yang bisa membawa putranya sampai kepelukannya lagi.
Seperti biasa, setelah menunaikan shalat tahajud 2 rakaat, Jihyo melangkah ke ruang tamu menyiapkan alat-alat tani yang esok pagi akan dipakai sang suami. Wanita iti berjalan melewati kamar Jeongin, ruangan kecil dengan pintu bambu itu terbuka sedikit, cahaya lampu bersinar terang dari dalam sana. Sengaja dibiarkan menyala karena dulu Jeongin tidak bisa tidur dalam kegelapan. Anak itu selalu menangis kalau lampu kamarnya di matikan. "Bu'e kangen, le..." Gumam Jihyo pada diri sendiri. Ia tidak mau menyakiti hatinya lagi, kamar itu selalu kosong setiap dibuka. Jeongin-nya sudah tiada...
tok! tok! tok!
Jihyo terjungkat, pergerakannya terhenti diudara.
"Sinten?" Tegur beliau. Cukup keras agar tamu di luar sana dapat mendengar suaranya.
Namun hening. Tidak ada seorang-pun yang menyahut teguran barusan.
tok! tok! tok!
"Sinten, nggih?" Tegur Jihyo sekali lagi. Anehnya meski wanita itu sudah meninggikan suara, sama sekali tiada sahutan yang di dengarnya.
Jihyo mengerinyit bingung, berfikir siapa yang bertamu ke rumah orang dimalam buta seperti ini. Pintu kamar Jeongin ia tutup lagi, lalu melangkah menjauh kearah kamarnya sendiri bermaksud membangunkan sang suami. "Siapa, ya? Sebentar saya panggilkan suami--
"Bu'e... Ini Jeongin..."
Mendengar jawaban itu, Jihyo melotot dan ternganga lebar, hampir menampar dirinya sendiri memastikan apakah ia hanya berhalusinasi atau benar-benar mendengar suara Jeongin diluar sana. Kemudian setelah ketukan lain kembali terdengar, Jihyo-pun berlari keluar tanpa pikir panjang. Pintu depan rumah dibanting-nya lebar-lebar. Dadanya bergemuruh, tangis deras meluruh saat sang anak yang ia nanti-nanti, yang selalu ia sebut namanya dalam do'a ternyata ada didepan mata...
.... Mengerjap-ngerap lugu, tersenyum manis dengan kedua lesung pipinya yang sangat ia rindukan.
"Bu'e..."

KAMU SEDANG MEMBACA
Waja Getih
Fiksi Penggemar[COMPLETED ON OCTOBER 2019] Kisah penculikan seorang anak, dan hubungannya dengan legenda turun temurun yang terlanjur mengakar dalam stigma penduduk Werewolves and Vampires Alternative Universe a hyunjeong story written in bahasa