Bagian tujuh : Menyatu

9.5K 1.2K 458
                                    

ku saat itu takut mencari makna
tumbuhkan rasa yang sesakkan dada.

---

Hyunjin menutup layar ponselnya dengan senyuman miris. Ada sedikit sesal mengganjal di relung dadanya karena telah meninggalkan semua kewajiban yang ia miliki setelah memutuskan untuk fokus merawat Jeongin dan memecahkan masalah keluarga mereka.

Beberapa menit yang lalu, notifikasi grup di ponsel Hyunjin berbunyi. Isinya menunjukan foto sekumpulan mahasiswa yang sedang nongkrong beramai-ramai di sebuah restaurant.

Di bawah foto tersebut, terselip kalimat, "Pak Hyunjin, ayo ngajar lagi..." yang kemudian di susul oleh pesan-pesan dari mahasiswa lain, rata-rata meminta agar Hyunjin mau kembali menjadi dosen di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan mengampu salah satu mata kuliah umum disana. "Atau ikut nongkrong lah, sekali sekali..." Bujuk mereka kemudian.

Hyunjin hanya bisa menjawab pesan-pesan dalam grup kelas itu dengan kalimat, "Maaf. Saya tidak bisa. Saya doakan semoga kuliah kalian lancar semua, kalau ada waktu... Pasti saya sempatkan mampir untuk reuni."

Hyunjin sangat menyukai profesinya yang lama. Dia dulu merupakan salah satu dosen muda paling favorit di Universitas tersebut karena perangainya yang ramah, pembawaan yang tenang, tidak banyak tingkah dan parasnya yang tampan luar biasa.

Semua orang kagum dengan cara penyampaian Hyunjin yang menarik dan selalu mudah di mengerti. Jadi ketika Hyunjin memutuskan untuk resign beberapa bulan yang lalu,hampir seluruh mahasiswanya protses dan menentang keputusan itu. Mereka berbondong-bondong menghampiri rumah Hyunjin yang berada di jalan Nologaten, mengadakan demo dadakan agar Hyunjin mengurungkan niatnya.

Sayang ketika mereka sudah tiba disana, pak Hyunjin mereka sudah tidak lagi dirumah. Benar-benar pergi tanpa mernah memunculkan batang hidungnya lagi.

"Mas Hyunjin.. Jeongin sudah bisa bikin wedang susu sendiri..."

Suara kekanakan itu mengalihkan Hyunjin dari lamunan singkatnya. Jeongin mendekat sembari membawa segelas besar berisi susu coklat kesukaannya dengan langkah kecil hati-hati,

"Pintar sekali, sayang. Siapa yang ajari?"

"Belajar sendiri. Lihat di hape mas Yugyeom, banyak vidio-nya."

"Adik lihat di youtube?" Tanya Hyunjin memastikan, takut jika anak itu melihat video macam-macam yang disimpan di galeri kakaknya tersebut.

Jeongin mengangguk, tersenyum senang saat tubuhnya diangkat untuk duduk dipangkuan Hyunjin. Sayang karena tidak hati-hati, gelas itu tergelincir hingga isi-nya yang panas tumpah begitu saja ke baju Jeongin.

Bocah itu menjerit, gelas yang tadi ia pegang jatuh dan pecah berserakan ke lantai. Sementara Hyunjin terlonjak kaget dan segera menggendong Jeongin dan membawanya ke kamar, kemudian melucuti seluruh pakaian yang ia gunakan, lalu mengambil handuk basah untuk mengompres luka bakarnya,

"Cup.. cup... Sakit ya, dik? Maaf ya sayang.. cup... jangan nangis.." Ujar Hyunjin sembari mengusap-usap kepala dan menciumi pipinya, "Sakit, mas..."

"Iya, sayang... Cup... Mas cium biar hilang sakitnya, ya?"

"Iya..." Rengek Jeongin pilu.

Waja GetihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang