Bagian delapan : Terbakar

7.3K 1.1K 618
                                    

Kau datang dan pergi oh, begitu saja...

---

Seyogianya anak kecil yang mudah berubah-ubah hati, Jeongin kembali menjadi pribadinya yang riang dan menggemaskan di kemudian hari.

Labil memang, namun semua orang menyayangi anak itu. Mengagumi hasil didikan orang tua-nya yang membuat ia tumbuh menjadi anak yang begitu pintar, sopan dan menawan. Meski masih sangat polos dengan banyak sekali pertanyaan, mereka tetap mengasuh Jeongin dan menjawab seluruh rasa ingin tahunya dengan sangat sabar dan telaten. Jeongin itu cerdas sekali, ia cepat tanggap dengan daya tangkap yang sangat singkat. Setelah melihat atau belajar hal-hal baru, ia akan dengan sangat murah meniru ataupun memperagakannya. Jadi terkadang, daripada Jeongin ditinggalkan sendiri dalam kesepian, ia akan ikut di ajak mbak-mbak dan mas-mas nya ke kota untuk menemani mereka berkegiatan di sana, sekaligus memberi wawasan terhadap anak tersebut tentang dunia lain dibalik hutan agar pikirannya makin terbuka lebar.

Sebab Hyunjin sangat sibuk, sekarang.

Tanggung jawab pria itu semakin besar semenjak kemunculan demon di dalam hutan pringwulung mulai dikabarkan. Sebisa mungkin, ia ingin Jeongin-nya memiliki kesibukan lain terlebih dahulu selama ia patroli menyusur hutan tersebut bersama para manusia serigala untuk mengamankan daerah mereka.

"Adik diapain saja sama mas Hyunjin waktu itu?" Tanya Yugyeom dengan senyum jahilnya, "Di selebew, ya?"

Yang ditanya menghentikan kunyahan wafernya sejenak, kemudian mengerinyit bingung mencari jawaban atas pertanyaan yang tak ia mengerti barusan, "Selebew itu apa, mas?" Tanyanya balik, menatap Yugyeom menuntut penjelasan yang masuk akal.

"Bahasa gaul tuh, dik. Maksunya mainan panas di kamar, colok-colok enak.." Jawab Yugyeom sambil menaik-naikan alis.

"Colok-colok enak?"

"Iya, ngent-

"Kakak!"

Dari kejauhan, suara Mina lantang menggelegar. Ia hanya meninggalkan Jeongin sebentar untuk mengangkat telephon, dan Yugyeom sudah berusaha meracuni pikiran bocah itu dengan hal macam-macam, "Memangnya kamu pikir Jeongin tuh jablay-jablay yang suka kamu tidurin di kampus, sampai tahu selebew segala?! Kebiasaan kakak nih, ya?!" Cecar gadis itu emosi.

Yugyeom tergelak mendengar omelan itu, "Alah... paling nanti juga dia udah lupa... Ya, kan sayang?"

"Jeongin ndak lupa, Jeongin pintar!" Bantah anak itu kemudian,

Mina mendelik kearah kakak tertuanya, "Pergi, sana..." Ia mendorong pemuda tersebut sampai tersungkur dari sofa yang ia duduki sebelum mendekat kearah Jeongin dan menyentuh kepalanya lembut.

"Adik jangan dengarkan dia, ya? Tidak baik, jangan di tiru.."

"Jablay itu apa, mbak?"

"Eh anu..." Mina terkekeh canggung, "Ayo, Mandi yuk, dik..." Ajaknya spontan, bermaksud untuk mengalihkan pikiran Jeongin agar melupakan kalimat barusan.

Berntungnya niat itu berhasil, Jeongin tidak lagi membahasnya dan mulai menolak ajakan dengan menggeleng malu-malu, "Ndak mau..."

Dalam hati Mina bersyukur bahwa Jeongin dengan akal belia-nya bisa dengan mudah ia kelabuhi, "Kenapa? Sudah sore, sayang.. Nanti kalau kemalaman adik bisa sakit."

Waja GetihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang