Bagian dua belas : Bangun

12.8K 1.1K 626
                                    

love must be sincere. hate what is evil; cling to what is good.
—Romans 12:9

--

"Jisung."

Dalam sela gelak candanya bersama sang kekasih, Jisung yang namanya di tegur menoleh terperangah. Tubuh pemuda itu mematung beberapa saat, merasa belum percaya akan apa yang kini ia lihat.

".... K-kakak Hyunjin?" Ucap Jisung terbata-bata.

Menyadari kelu lidah Jisung, serta lunturnya senyum di wajah Hyunjin, Minho akhirnya ikut buka suara, "Wis tangi, kowe?" Tanyanya tak kalah linglung.

"Sudah, nih.." Jawab Hyunjin kebingungan. Kening pria itu berkerut, tidak mengerti kenapa Jisung terlihat terguncang seperti itu. Apa ada yang salah kalau dia bangun? Dan lagi... sejak kapan pula Jisung dan mas Minho jadi se-akrab ini?

"Kalian pacaran?"

Pertanyaan itu membuat Jisung seolah sadar dari keterpakuannya, dan yang Hyunjin tahu, sedetik kemudian pemuda tersebut melesat dan menghambur kepelukannya.

Jisung meraba-raba tubuh sang kakak, "Kakak kurus sekali... Lapar, ya?" Tanya dia mengenyahkan pertanyaan kakaknya sebelum itu. Tanpa menunggu jawaban, di giringnya langkah kaki Hyunjin mendekati lemari es, kemudian ia keluarkan kantung-kantung besar berisi darah hewan persediaan keluarga mereka dari sana.

Sementara Minho hanya melempar tersenyum kecil saat dilirik Hyunjin minta penjelasan.

"Madhang sik, Njin... Dijelasinnya nanti." Ujarnya kemudian.

Mereka memang benar. Dia lapar sekali.. Rasanya seperti tidak mengkonsumsi apapun selama ratusan tahun, dahaganya kian membuncah setelah satu per-satu kantung darah tersebut Jisung buka dan ia pindahkan kedalam kontainer besar.

"Dingin sedikit nggak apa-apa ya, kak?" Jisung tahu Hyunjin tidak suka darah yang disimpan dalam lemari pendingin, ia jauh lebih suka darah segar yang mengalir langsung dari kerongkongan buruannya. "Lumayan kan daripada haus. Habis ini aku temani berburu."

Hyunjin hanya mengangguk patuh bagai hewan peliharaan yang hendak diberi makan majikannya. Lelaki tersebut bergerak menggeser tubuh Jisung menjauh sebelum mengangkat pitcher tadi dan menegak isi darah didalamnya. Begitu rakus hingga tumpah meleleh menetes-netes di lantai.

Lapar sekali. Batin Hyunjin.

Tanpa sadar diri bahwa ia tengah menghabiskan seluruh kantung darah isi kulkas mereka. Kantung-kantung plastik itu dibiarkan berserakan dilantai menyisakkan bau anyir yang menyengat hingga ke seluruh ruangan. Minho mengerinyit, namun tetap ikut tergelak geli melihat Hyunjin yang tersenyum puas seraya menyeka sisa darah yang mengalir di sisi bibirnya dengan punggung lengan.

"Terimakasih, ya..."

Hyunjin kemudian berjalan menjauh dari Jisung dan Minho, tanpa mempertanyakan kembali hubungan apa yang terjalin diantara mereka berdua selama ia tertidur beberapa hari ini. Langkahnya yang semula lunglai karena lapar menjadi gagah sentosa memijakkan kaki melalui lantai kayu ulin rumah mereka. Menuju kamar miliknya di lantai atas, berniat berganti baju.

"Masih lapar, kak?" Jisung berlari kecil mebuntuti langkah Kakaknya. Membiarkan Minho menyusul tak lama kemudian.

"Masih, sih.. Tapi nanti saja, aku kangen kesayanganku. Jeongin mana, ya?"

Hyunjin menyambut kedatangan Jisung di kamarnya sembari melepas kaos yang ia kenakan. Lalu bergerak lagi membuka lemari pakaian di ujung ruangan.

"Mana Jeongin, Ji?" Tanya Hyunjin sekali lagi. Dahinya kembali berkerut, bukan hanya karena Jisung tidak kunjung menjawab, namun juga karena menemukan beberapa pakaian asing di lemari pakaian itu. Ia pikir baju-baju ini pasti milik Jisung, adiknya tersebut memang hobi sekali belanja pakaian hingga mungkin lemarinya sendiri sudah penuh.

Waja GetihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang