True love

27 3 0
                                    

Episode 3

Selamat membaca...

.
.
.
.
.
.


PAGI ini aku sudah siap seperti biasa, seperti kemarin, setelah menyantap sarapan pagi bersama aku pergi dengan ketiga temanku ke sekolah. Tentunya setelah aku mencuci bekas makanku terlebih dahulu.

Aku membetulkan letak bros ku yang sedikit bergeser ke kanan, tidak enak jika dilihat seperti itu, aku merasa kurang rapih.

Sebagai mantan bidgar kerapihan di sekolah ku yang lama, aku tidak boleh menjadi siswi yang tidak rapih setelah tidak menjabat lagi.

Kerapihan itu tidak tergantung pada posisi jabatan kita bukan? Selain kerapihan membuat kita disenangi orang lain, kita juga bisa disayangi Allah, karena Allah suka kerapihan.

Baiklah kembali pada topik awal.

Soal tanganku, Alhamdulillah ternyata sakitnya mulai berkurang, itulah gunanya diurut. Bersakit-sakit dahulu lalu sembuh kemudian. Ya meski kemarin rasanya air mataku hendak tumpah karena manahan rasa sakit sekarang aku ingin berteriak karena bisa sembuh.

Tidak, tidak begitu juga, aku tidak perlu berteriak untuk menunjukan rasa syukurku karen diberikan kesembuhan oleh Allah.

Alhamdulillah, hanya kalimat itu yang kuperlukan.

Seperti biasa aktivitas ku di sekolah berjalan lancar, aku menulis, memperhatikan guru, mengobrol dengan teman, kehilangan pulpen, tertawa dengan teman-teman dan makan seblak di warungnya Bu Aminah.

Jam pulang pun sudah menunjukan wujudnya pada kami semua, rasa lega di dada pun membuat pikiran tenang, memang setelah sekolah usai kami masih ada jadwal lain, tapi ada waktu istirahat yang panjang, itulah penyebab kenapa kami bisa merasa senang.

Adzan dzuhur akan segera di kumangkan, aku senang mendengar adzan disini, suara para senior ku ataupun teman seangkatan ku itu merdu, sama seperti suara adzan di televisi, tapi mereka punya ciri khas masing-masing dalam suara adzan mereka, dan yang paling aku suka adalah suara adzan kak Ahmad, kakak kelas yang satu alumni denganku.

Isti, Alma dan Irns memilih pulang ke asrama dahulu, tapi aku memutuskan untuk menunggu di masjid saja, aku pun bergegas menuju kamar mandi dan berwudu.

Sungguh, air wudu itu sangat segar, kulitku yang kepanasan pun terasa senang disentuh air wudu.

Selepas wudu, aku bergegas pergi ke masjid, aku pun keluar dari toilet tapi..

Cekiit..

Aku menahan langkah ku, aku sangat terkejut pasalnya, kak Zalfa berdiri tepat di depanku.

Untung saja aku refleks menghentikan lajuku.

Aku hanya bisa menunduk malu, entah hanya perasaanku atau halusinasiku, tapi sepertinya dia menatapku.

Aku sedikit mengangkat kepalaku dan melihat dia tersenyum, aku pun tersenyum dan kembali menunduk lalu segera pergi dari sana.

Aku benar-benar malu.

Selepas dari masjid aku pulang ke asrama, akhirnya aku bisa beristirahat dari lelahnya kegiatan sekolah.

T R U E  L O V ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang