Episode 4
Selamat membaca...
HARI ini ada jam kosong, beberapa guru tidak masuk, mungkin ada urusan mendadak.
Aku hanya bisa menatap whiteboard yang kosong, putih mulus tanpa ada tinta hitam atau biru yang mengotorinya.
Sambil menopang dagu aku melamun, tidak mempedulikan teman-teman ku yang ribut.
Dulu, waktu di Al-Furqon saat ada jam kosong begini, itu adalah sebuah anugerah yang tidak tahu harus di syukuri atau malah di sesali.
Di sisi lain bisa pulang ke rumah dengan cepat tapi di sisi lain juga aku tidak dapat ilmu.
Tapi di sini, walaupun waktu pulang di percepat tetap saja kaki ku hanya akan sampai ke asrama bukan ke rumah.
Lebih baik aku membaca buku, mungkin bisa mengurangi rasa bosanku.
Aku merasa di luar sana ada yang memperhatikan ku, tapi mungkin cuma perasaanku saja, kenapa ya, akhir-akhir ini aku selalu merasa diperhatikan orang.
Apakah jiwaku semudah itu untuk merasa ge'er?
Tanpa ku sadari aku tenggelam dalam kata-kata dalam buku sehingga tak sadar satu jam telah berlalu.
Bel istirahat pun berbunyi, satu persatu teman-temanku mulai meninggalkan kelas.
"Yuk Ras, kita ke kantin!" Ajak Isti.
Aku tersenyum dan mengangguk, hari ini aku pergi bersama Alma, Irna dan Isti lagi. Ranti punya sohibahnya sendiri, kemarin dia cuma ikut-ikut saja, tahukan Ranti itu orangnya datar.
Entah takdir apa yang ada diatas sana, lagi-lagi aku bertemu dengan kak Zalfa.
Dia tersenyum padaku dan aku pun membalas senyumannya dengan senyuman miring dan itu pun cuma sekilas, aku langsung menunduk setelahnya.
Tapi, tiba-tiba kak Zalfa terlihat kesal, apakah dia tidak terima ku berikan senyuman miring tadi? Aku tidak bermaksud meremehkan dia atau apapun, aku cuma malu, itu saja.
Sudahlah, mungkin dia marah pada orang lain, kenapa aku ini jadi gadis perasa ya? Aku harap kege'eran ku berhenti sampai disini.
.*.*.*.
Jam sudah menunjukan pukul 15.15 WIB. Aku ingin pergi ke lapangan karena di sana ada keramaian, tebakan ku disana pasti ada pertandingan, tapi entah pertandingan apa.
Saat sampai aku tersenyum, ternyata mereka sedang memainkan bulu tangkis, olahraga kesukaan ku.
Aku ingin berpartisipasi dengan mereka dan bermain bersama, aku mengajak satu persatu temanku tapi jawaban mereka semua sama, tidak.
Meski alasan yang mereka berikan berbeda-beda aku tetap tahu inti dari semua kata yang terlontar adalah tidak.
"Aku boleh ikutan?" Tanyaku pada Kak Fira.
"Oh, iya bisa-bisa."
"Gak cukup orang nih, ada yang mau ikutan lagi gak?" Tanya kak Kamil melihat deretan siswa yang sedang menonton di balkon.