"Yo, Xavier." Suara bariton berdengung, mengambil celah ke telinga pendengaran, memecah-belah keramaian.
Sang empunya nama memutar kepala beberapa derajat, kembali sibuk menyetel kamera di tangannya.
"Bagaimana pekerjaanmu semalam? Kau mendapat kendala?" Pria dengan paras awal 30 tahunan melontar pertanyaan. Di sela jari telunjuk dan jari tengahnya diselipkan sebatang rokok tembakau. Tidak ada larangan untuk merokok di dalam cafe. Terlebih lagi jika dirinyalah sang pemilik tempat tersebut.
"Tidak ada kendala apapun." Jawaban singkat dan jelas diberikan oleh sosok bernama Xavier.
Pria itu menghela napas. Aroma menthol menyembur melalui asap rokok yang baru dihisapnya. Matanya menatap Xavier nanar, meski hanya dibalas tatapan tidak peduli dari photographer amatiran itu. Lalu sang pria pergi dan menghilang di antara pembatas-pembatas cafe.
Suasana cafe vintage minimalis ala-ala victorian style berpalang kayu dengan tulisan "Ailes d'or" sedang ramai pengunjung. Beberapa Le Serveur tampak sibuk berlalu-lalang di beberapa celah pijakan kaki. Ada ciri khas tersendiri pada pakaian para Le Serveur di cafe ini, yaitu pakaian victorian yang telah dimodifikasi demi kenyamanan saat bergerak.
Xavier menyesap secangkir Macchiato yang berada di meja vintage tepat di depannya. Bersamaan dengan itu, jam dinding klasik bergaya Eropa berdentang tak terlalu kuat, namun masih dapat didengar oleh saraf pendengar Xavier.
Pukul 10.00 AM, Xavier angkat kaki dari tempat tersebut. Ia mulai menapaki kaki di jejalanan batu aspal menuju trotoar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piste France
Genç Kurgu07.08 PM, Place de la Concorde, Paris, Prancis. Alun-alun besar berbentuk oktagonal berdiri kokoh di tengah kota Paris. Di antara Tuileries Gardens dan Champs Elysées, disinari sebuah titik cahaya putih menyebar dari atas langit, setiap sosok orang...