"Jaja, lo berangkat bareng gue ya?"
"Nggak mau."
"Dih, sekali doang. Gue nggak ada tebengan."
"Nggak."
"Astagfirullah, gitu ya lo sama kakak sendiri? Gue bilangin mamah nih."
"Bilangin aja."
"MAMAH! INI JAJA NGGAK MAU NGANTERIN SHAF!"
Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya datang dari arah dapur. "Aduh, kalian ini masih pagi udah ribut aja. Kenapa sih?" Tanyanya dengan kerutan di dahi.
"Ini mah, Jaja nggak mau bareng sekolah sama Shaf." Rengek gadis itu, yang sepertinya anak pertama di sini.
"Apaan sih? Lo kan bisa berangkat sama Kak Mark." Ucapnya dengan tatapan datar.
"Tuh kan, mah." Gadis itu menunjuk adiknya.
"Udah, Jaja kamu bareng sama kakak kamu ya? Lagian kan, kampus Shaf sama sekolah kamu tuh satu arah. Nggak ada penolakan, mamah mau beres-beres dulu." Wanita itu, kembali ke dapur berkutat dengan para panci dan wajan kesayangan.
"Yeay! Gue yang menang! Haha satu kosong, Reza Ardian Gray!"
Reza, dia kalau di rumah memang dipanggil 'Jaja'. Panggilan itu dari neneknya, karena nama Reza itu saat dipanggil kan pakai 'Za' namun neneknya menyebut 'Ja'. Jadilah, neneknya itu memanggil dengan sebutan 'Jaja'. Alhasil, seluruh keluarga memanggil Reza, dengan nama 'Jaja'.
"Ayo Ja, cepetan!" Desak kakanya, Shafa Aliya Grey.
Shafa, anak dari fakultas kedokteran dari universitas ternama di Indonesia. Dia baru memasuki semester lima, mungkin beberapa tahun lagi akan lulus. Setelah itu, dia berencana untuk bekerja di Perancis. Mengikuti jejak tantenya, menjadi salah satu dokter di rumah sakit yang ada di sana.
"Udah sampai. Turun gih."
"Iya, galak banget lo. Pantesan nggak ada cewek yang mau sama lo." Ejek Shaf.
"Bacot."
Shaf hanya tertawa, lalu setelahnya dia memasuki halaman universitas itu. "Dosa apa sih gue, sampai bisa punya kakak petakilan kayak lo." Reza menghela napas, kemudian dia pergi ke sekolah.
***
"Hai, Reza." Sapa Sheryl dengan gaya centilnya, lengkap dengan bedak yang tebal serta lipstik merah yang dipoles dibibirnya. Menambah kesan tidak enak dilihat bagi Reza.
"Kok kamu sendirian?" Tanya Sheryl basa-basi.
"Kepo lo."
Sheryl berdecak kesal. "Ih, kamu kok gitu sih sama aku? Kan aku pacar kamu." Sheryl memegang tangan Reza secara tiba-tiba.
"Kata siapa?" Reza menghentikan langkahnya dan menatap dingin ke arah Sheryl.
"A-anu..." Sheryl menjadi gugup, lalu Reza tiba-tiba mencengkram tangan Sheryl. "Lo ga usah deketin gue. Gue nggak suka." Setelahnya dia melepaskan cengkraman itu dan pergi meninggalkan Sheryl yang ditonton anak-anak di koridor kelas sebelas ini.
"Sshh..." Pergelangan tangan kanan Sheryl memerah akibat cengkraman Reza. Sheryl berdecak kesal, kemudian dengan perasaan marah dia pergi ke kelasnya.
"Halah, tuh cewek modal cantik doang mana mungkin dapetin Bang Reza." Davin datang bersama beberapa seblak jualannya.
"WOY! YANG MAU BELI SEBLAK AYO SINI! YANG PEDES ADA! YANG NGGAK JUGA ADA!" Teriak Davin.
Seketika, Davin dan seblaknya diburu semua anak-anak yang ada di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUB
Teen Fiction"Aku hanya minta satu. Tolong hargai perasaanku, apa itu terlalu sulit?" Cantika Lavina. Dia menyukai seorang laki-laki di sekolahnya yang terkenal dingin, cuek dan tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Apa Cantika mampu mempertahankan perasaann...