08 | Say Sorry

812 25 17
                                    

"CACA!"

Teriakan Nadilla menggema di koridor kelas 10.

"Lo kenapa berangkat duluan? Kenapa nggak nunggu gue jemput? Kenapa nggak telfon gue? Kenapa chat gue—"

"Nadilla." Panggil Caca, namun tatapannya kosong ke depan.

Nadilla jadi takut, kalau Caca kerasukan setan sekolah! Mana koridor sedang sepi lagi.

"I-iya, Ca?"

"Jangan ganggu Caca dulu, ya? Terima kasih." Lalu Caca berjalan mendahului Nadilla.

Raut wajah Nadilla menjadi bingung, Caca kenapa? Apa dia salah makan saat sarapan atau ada yang terjadi tapi Nadilla tidak tahu? Jiwa kebingungan Nadilla menjerit-jerit.

"Caca kenapa, sih?"

***

"Dek, katanya lo bikin masalah sama anak orang ya?"

"Jangan sok tahu."

"Cuma nanya kok, dibilang sok tahu. Makanya gue nanya ini, bener apa nggak."

Lawan bicaranya itu hanya diam. Merasa tidak dihiraukan, dia pun menyentil dahi orang itu.

"Akh! Sakit, kak!"

"Lagian, sih. Gue nanya nggak dijawab."

"Masalah apa sih? Anak orang siapa? Lo dapet info dari mana, hah?"

"Itu, lo ngatain orang murahan. Cewek lagi. Gue kan sebagai cewek merasa direndahkan gitu. Mana yang lo katain polos-polos cantik mukanya, gue kan juga cantik jadi—"

"Kak Shaf, stop."

"R-reza?"

Shafa merasa takut jika adiknya ini sudah menampilkan ekspresi yang tidak bisa ditebak. Apalagi suara yang rendah, oke mungkin sebentar lagi dia akan pergi mengambil kunci motor dan—

"Gue duluan, Assalamu'alaikum."

Pergi meninggalkan sang kakak.

"I-iya, Wa'alaikumussalam. Hati-hati Za! Kalau ada semut jangan ditabrak!"

Reza tidak menghiraukan candaan kakaknya itu, tidak seperti biasa. Dia akan tersenyum tipis atau tertawa kecil, tapi ini tidak. Yah, mungkin Reza benar-benar marah kali ini. Siapa yang membocorkan hal itu kepada kakaknya? Ingin sekali dia mengirim orang itu ke luar bumi.

Untung hanya kakaknya, kalau ayahanya? Bisa habis Reza saat itu juga. Karena ayahnya itu tidak suka kepada orang yang berkata kasar.

Reza juga tidak tahu mengapa dirinya kehilangan kendali saat itu, dia refleks mengatakannya kepada perempuan yang selama ini mengejar dirinya. Padahal Reza tidak suka, tapi mengapa ada rasa, mungkin sedikit... Kesal?

"Welcome abang Reza!" Sambut Davin dengam senyum terbaiknya. Tapi bukannya terlihat baik, jatuhnya malah menyeramkan.

"Najis lo, Vin." Sahut Rama yang sedang sibuk menyapu. Tumben sekali dia ini piket, padahal selalu melarikan diri. Bersama dua temannya itu tentunya.

"Apaan sih lo? Bacot banget." Balas Davin.

Rama hanya memutar kedua bola matanya malas.

Ketiganya sibuk dengan kegiatan masing-masing, tapi tunggu! Mereka mulai merasakan ada yang berbeda. Davin mulai mendekati Rama.

KUTUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang