8. Kepo

46 3 0
                                    

Zevanya memutuskan untuk berdiam diri di kamar barunya. Setelah tadi ia kaget dengan kedatangan dokter Haikal yang ternyata anak dari Tante Murwani, sekaligus dia adalah teman masa kecil Zevanya?

Zevanya mencoba mengingat kembali apa yang telah ia lupakan di masa kecilnya. Tapi, percuma. Pikirannya benar-benar buntu. Malah ia jadi pusing sekarang.

Dibaringkan tubuhnya di kasur empuk sekarang, sambil tangannya mengibas-ibaskan ke arah muka dan leher. Kemudian, ia mencium aroma tubuhnya sendiri. Zevanya mengernyit. Ia bangkit dari tidurnya dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Cukup lama, hingga suara Tante Murwani yang sedang memanggilnya berhasil tertangkap di indera pendengaran milik Zevanya. Ia mendengus pelan sambil menghentikan kegiatannya yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Iya, Tante. Zeva baru selesai mandi!" jawabnya dan bergegas keluar dari kamar mandi.

Dilihatnya sang Tante sudah berada di kamarnya, sedang membereskan tempat tidur dan menata baju-baju Zevanya ke dalam lemari.

"Eh, Tante nggak usah repot-repot begini. Zevanya bisa sendiri kok," cegah Zevanya tak enak.

Tante Murwani nyengir dan terus melanjutkan apa yang dikerjakan, "Nggak apa-apa, sayang. Kamu pasti capek sekolah seharian. Biasanya, Tante juga tiap hari beresin baju-bajunya Ikal dulu pas dia masih sekolah."

Zevanya makin merasa tidak enak. Ia segera membantu Tante Murwani yang sedang membereskan baju-bajunya. Zevanya sedikit mencuri-curi pandang ke arah wajah Tante Murwani. Hatinya seakan tenang melihatnya. Wajah kalem dan sejuk bila dipandang. Meskipun di rumah, Tante Murwani masih mengenakan jilbab.

"Kenapa mandang Tante kayak gitu? Tante jelek, ya?" ujar Tante Murwani membuat Zevanya kelabakan.

"Eh, enggak Tante. Keinget sama Mama aja. Mama nggak pernah bantuin Zevanya beresin barang milik Zevanya," jawab Zevanya.

"Udah, Mama kamu kan kerja buat nyekolahin kamu, buat makan kamu juga. Kalo Mama nggak kerja, Zevanya mau dikasih makan apa? Lagian nih, Zevanya udah tumbuh jadi gadis cantik gini," tutur Tante Murwani.

"Kan ada Papa yang kerja. Apa emang mereka nggak sayang sama Zevanya?"

"Hus... Ngomong apa sih, Zeva? Nggak ada nih ceritanya orang tua yang nggak sayang sama anaknya. Cuma, orang tua itu punya cara tersendiri buat ungkapin rasa sayang mereka. Kalo mereka nggak sayang sama kamu, pasti sejak lahir kamu udah dibuang tuh."

Zevanya meringis kecil mendengar ucapan Tante. Benar juga apa yang Tante Murwani bilang. Nggak ada orang tua yang nggak sayang sama anaknya. Hanya saja, cara ungkapin rasa sayang tiap orang itu berbeda. Kedua orang tua Zevanya lebih memilih bekerja agar Zevanya bisa menggunakan uang itu untuk kebutuhan setiap hari. Agar Zevanya senang bisa membeli apapun yang ia mau.

"Aduh, baju apa ini? Kok ada duri-durinya gini?" pekik Tante Murwani memecahkan lamunan Zevanya.

Zevanya melebarkan matanya, "Eh, Tante itu baju rocker milik Zeva. Itu biasanya buat manggung, Te."

"Rocker yang metal-metal gitu? Kamu ikutan kayak gitu?" tanya Tante tak percaya.

Zevanya nyengir kaku, "Iya, Tante. Zevanya ikut band."

"Kenapa nggak ikut band yang sholawat modern aja, sih? Pakek jilbab kan enak."

Zevanya kelu. Tak tahu harus menyahuti ucapan Tante Murwani dengan kalaimat seperti apa. Yang jelas, hasil skor akhir tetap Zevanya yang kalah telak.

Dan, Zevanya bersyukur sekali pada Tuhan. Suara teriakan Haikal membuat ia tak perlu menjawab uacapan sang Tante.

"Bu, makan malam bareng, yuk!" ujar Haikal menyembulkan kepalanya di pintu, "Zevanya, ayo makan bareng!" lanjutnya sambil menatap Zevanya yang saat itu hanya berbalut kaos tangtop dan celana super duper pendek.

Dengan segera, Haikal membalikkan tubuhnya dan beristighfar, "Astaghfirullah... Rejeki yang tak seharusnya engaku perlihatkan Ya Allah!" ujarnya pelan sambil mengelus dadanya.

Zevanya akan beranjak, namun Tante Murwani mencegahnya. Zevanya terlihat bingung.

"Pakai celana atau rok panjang. Jangan pakai tangtop juga, ya! Kalo sudah, langsung turun ke bawah untuk makan!" ujarnya lembut dengan terus tersenyum ramah pada Zevanya.

Zevanya menatap dirinya pada cermin yang bertengger di lemarinya. Astaga, ia lupa kalau ini keluarga Om Seno. Bukan rumahnya sendiri. Dengan segera Zevanya mengobrak-abrik lemarinya dan mencari baju yang pas untuknya.

Setelah dirasa cukup sopan, Zevanya keluar kamar dan menuruni anak tangga, kemudian ia berjalan ke meja makan. Zevanya duduk di samping Tante Murwani.

Wanita berjilbab itu langsung memberikan Zevanya sepiring nasi, "Segini cukup? Kalo kurang nambah sendiri, ya? Ini lauknya juga ambil sendiri!"

"Makasih, Tante."

Sekilas, Zevanya melirik ke arah Haikal yang tadi juga sempat meliriknya. Zevanya menelan ludah. Sepertinya, jika dilihat-lihat, Zevanya pernah bertemu dengan Haikal sebelumnya. Bukan di rumah sakit. Ah, iya, dia laki-laki yang sama di acara pernikahan Pak Tian. Insiden jus yang tumpah di bajunya.

Tak lama kemudian, Zevanya meringis dalam hati, "Si cowok ganteng waktu itu, tapi sayang, dia anaknya Om Seno sama Tante Murwani, cih!"

"Oh, iya Zevanya. Katanya kamu mau pinjem mobilnya Om? Ini kuncinya!" ujar Om Seno sambil meletakkan kunci mobil di atas meja makan.

"Daripada nyetir sendirian malam-malam, mendingan diantar sama Ikal. Iya kan, Ikal?" sahut Tante Murwani.

Seorang yang bernama Haikal itu terhenyak kaget. Sampai ia tersedak oleh makanannya sendiri.

"Kenapa, Haikal? Sampek batuk gitu?" goda Om Seno.

"Eh, enggak kok Pa. Kesedak doang tadi. Uhuk-uhuk," batuknya dibuat-buat.

"Zeva bisa sendiri kok, Om, Tante. Nggak perlu dianter. Lagian, Zevanya kan perginya cuma sebentar!" sergap Zevanya kemudian.

"Beneran?" tanya Tante Murwani memastikan.

Zevanya hanya menjawabnya dengan anggukan kepala karena mulutnya masih penuh dengan makanan.

"Pokoknya harus hati-hati. Jangan kemaleman pulangnya, ya?" tutur Om Seno.

"Iya, Om."

****

Haikal menatap ke arah luar jendelanya yang langsung memperlihatkan teras rumahnya yang luas. Ia sedang mengamati teman gadis masa kecilnya. Ia heran, kenapa Zevanya membawa sebuah kantong plastik hitam. Ia juga penasaran dengan apa isinya. Padahal, cewek itu juga membawa tas ransel.

Diletakkannya buku yang sedari ia pegang, namun tak dibaca karena tengah memikirkan sesuatu. Tangannya kemudian menggapai jaket kulit yang bertengger di gantungan lemarinya. Dengan gerakan cepat, ia mengambil kunci mobil yang berada di atas meja.

Pikirannya kalut, takut jika terjadi apa-apa dengan Zevanya. Entah, kenapa tiba-tiba ia ingin tahu dengan apa yang akan dilakukan oleh cewek itu.

Tanpa pikir panjang, Haikal membuntuti mobil Ayahnya yang tengah dikendarai oleh Zevanya.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hijabers Rock'n Roll #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang