Enam tahun berlalu begitu cepat. Kini Kaila menginjak kelas 3 SMP. Menjalani kehidupan barunya sebagai anak indigo memang tak semudah ia bayangkan. Acap kali dia harus menghindari tempat-tempat yang biasa menjadi sarang makhluk astral seperti kuburan, rumah sakit, hutan, dan bangunan-bangunan kosong. Tak hanya itu, terkadang sejumlah teman juga sering mengolok, menuduh bahwa dia hanya sekedar membual tentang apa yang ia lihat.
Awalnya Kaila memilih diam. Tapi ..., peristiwa-peristiwa mengerikan tayang begitu saja di dalam kedua bola matanya seolah-olah ia berada di tempat kejadian. Membuat Kaila selalu ikut campur dalam beberapa kasus kematian.
Kaila menggendong tas ranselnya, berjalan melalui jalan setapak menuju rumahnya. Ia terhenti dengan dahi berkernyit, melihat puluhan orang berkerumun, berdesak-desakan di rumah Pak Liem.
"Buk." Kaila menghentikan salah seorang warga yang berlarian tampak bergegas menuju rumah Pak Liem. "Ada apa, ya, di rumah Pak Liem?"
"Oh itu. Pak Liem barusan nemu boneka emas di dalam sawahnya," jawab warga itu lalu pergi untuk melihat rupa boneka emas itu.
Kepala Kaila mendadak pusing, pandangan matanya memudar, sekelebat sebuah tayangan hadir dalam kepalanya. Ia melihat sebuah boneka emas berbentuk harimau dengan mata biru safir. Tak lama, ia melihat kepulan asap hitam mengelilingi rumah Pak Liem. Asap hitam itu tampak bergerak-gerak, perlahan mengepul, lantas membentuk seperti tali dan memasuki rumah Pak Liem.
Kaila berlari. Ia menerobos kerumunan warga yang berjubel. Dengan susah payah, ia berhasil keluar dan menemukan senyuman sumringah Pak Liem dan Bu Fai yang tampak bangga memamerkan boneka emas milik mereka.
Sekilas tayangan lagi-lagi tampil di mata Kaila. Dia melihat peristiwa asal muasal boneka itu dikubur di dalam sawah. Dalam tayangan itu, Kaila melihat seorang lelaki tua yang tak ia kenal tampak mengendap-endap di malam hari sambil memeluk boneka emas itu menuju sawah. Sesekali pria tua itu menoleh ke kanan dan ke kiri seolah ingin memastikan keadaan benar-benar sepi. Ia menggali sawah Pak Sugeng dalam-dalam, lalu mengubur boneka emas itu di dalamnya.
"Waaah beruntung sekali, ya, Pak Liem."
"Iya beruntung banget. Padahal mau bikin sumur. Eh nggak taunya nemu emas berkilo-kilo."
"Duh, senangnya ...."
"Kok, bisa, ya, ada boneka emas di dalam sawah kayak gitu?"
"Mungkin peninggalan kerajaan majapahit kali."
Berbagai macam opini dapat Kaila dengar dengan jelas dari para warga yang menonton. Mereka tidak tahu apa-apa dan asal mengira saja. Boneka itu bukan peninggalan kerajaan. Ada seseorang yang sengaja menguburkannya di dalam sana. Kaila tak tahu siapa itu. Tapi, orang yang ia lihat dalam mata batinnya sepertinya pernah ia jumpai. Orang tua itu terasa tidak asing.
Kaila mengerjap. Seketika tayangan itu hilang dari kedua bola matanya. Napasnya terengah. Ia mulai mendapatkan firasat buruk bahwa sesuatu akan terjadi.
"Lihat bapak-bapak, ibu-ibu, bagus, kan?" Pak Liem mengelus boneka itu. Mungkin hanya Kaila yang menyadari jika mata boneka itu berubah merah menyala. Rautan wajahnya seolah hidup, membuat bulu kuduk Kaila merinding bukan main.
Kaila menggeleng tak percaya saat tali-tali yang terbuat dari kepulan asap hitam mendekati Pak Liem dan istrinya. Menggelayut memenuhi ruangan seakan siap mencekik siapa pun yang ada di dalamnya. Dan anehnya, semakin sering Pak Liem memegang boneka itu, kepulan asap yang menari-menari tersebut semakin menghampiri leher Pak Liem, melingkar, namun belum benar-benar mencekik Pak Liem.
"Jangan!" teriak Kaila yang berhasil membuatnya menjadi pusat perhatian semua orang. "Jangan sentuh boneka itu! Jangan!"
"Kamu lagi, kamu lagi!" Bu Fai berdecak.
"Jangan! Jangan sentuh boneka itu! Boneka itu berbahaya."
"Halah! Tau apa kamu? Kamu pasti mau ngomong kalau boneka ini ada setannya. Iya, kan?" tebak Pak Liem. Nada bicaranya seperti meremehkan.
"Iya. Cepat buang boneka itu ke laut atau—"
"Atau apa? Kamu mau bilang kalau saya akan mati, begitu?"
"Boneka itu pembawa bencana. Cepat buang ke laut!"
Pak Liem menyunggingkan salah satu sudut bibirnya. "Kamu pikir saya akan percaya sama omongan anak kecil kayak kamu? Hah?"
"Iya. Pergi sana! Kami nggak percaya dengan hal-hal yang kayak begituan! Jadi jangan mengada-ngada!" kata Bu Fai.
"Saya tidak mengada-ada, Bu! Boneka itu ... boneka itu adalah boneka kutukan. Seseorang sengaja menguburnya di dalam sawah."
"Sudah. Jangan banyak bicara! Saya tidak suka mendengarkan anak sok tau seperti kamu! Kalau kamu mau lihat boneka ini, ya, silahkan. Kalau kamu pergi, ya, bagus kalau gitu."
Para warga mulai berbisik lagi satu sama lain. Terdengar berbagai macam opini dari mereka.
"Eh benar nggak, sih, kalau boneka itu boneka kutukan?"
"Ya, kalau saya sih percaya-percaya saja sama perkataan Kaila. Toh dia sudah beberapa kali bisa menebak kematian warga, kan."
"Ah mungkin itu hanya kebetulan."
"Iya-iya. Mungkin itu cuma kebetulan. Namanya juga anak-anak. Pasti khayalannya tinggi."
Kaila menghela napas jengah. Ia lelah dengan kemampuannya yang hanya dirinya sendirilah yang bisa mengerti.
"Terserah!" bentak Kaila marah. "Terserah kalian mau percaya atau enggak!"
Kaila menepikan warga yang masih berkerumun, menerobos menuju pintu keluar, lalu berlari di sepanjang jalan menuju rumahnya. Lagi, sekelebat tayangan membuat kepalanya terasa pusing hingga ia harus terhenti karena pandangannya mulai memudar. Hidungnya berkedut. Ia mencium bau bangkai.
"Bau ini ...."
Tidak salah lagi. Bau bangkai yang ia cium menandakan akan ada seseorang yang meninggal nanti malam atau keesokan harinya.
"Kenapa ... kenapa aku harus memiliki kemampuan ini?" tanya Kaila frustrasi.
Berbeda dengan anak indigo pada umumnya, Kaila memiliki banyak kemampuan selain dapat melihat makhluk-makhluk astral. Dia juga bisa melihat kejadian lampau dari benda-benda atau bangunan yang berbau mistis hanya dengan sekali lihat. Namun, sayangnya, kemampuan itu membuatnya sering kali merasa pusing.
"Terserah. Aku nggak peduli dengan siapa pun yang mati besok. Lagi pula, aku nggak bisa merubah takdir," pikir Kaila.
Kematian adalah takdir Tuhan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi pada Pak Liem dan keluarga. Yang ia tahu hanyalah aura hitam dari boneka emas itu terasa sangat berbahaya dan bisa mencelakai siapa pun yang memilikinya. Perihal bau bangkai yang ia cium, ia juga tidak bisa memastikan siapa yang akan mati nanti malam atau keesokan harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Tumbal
HorrorKaila hanya menginginkan ketenangan di sekolah barunya, terlepas dari takdirnya yang dapat melihat makhluk tak kasat. Namun, bagaimanapun Kaila berusaha mengabaikannya, Jean-sang cowok hits sekolah-dan nyawa-nyawa yang terancam lainnya membuat Kaila...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi