^ yang terpendam ^

20 3 0
                                    

Sorry for typo

Selamat membaca😉

_____________

Authot POV

Terhitung seminggu sudah sejak kepergian Ais ke Australia dan aksi dispen Adin, Ayu, dan Cahya.

Hubungan mereka sejauh ini baik. Setelah sampai di negri kangguru, Ais langsung menghubungi ketiganya. Drama bawang bombay pun kembali terjadi dan lebih parah dari sebelumnya.

Dan untuk ketiga gadis lainnya, hari mereka masih sama. Adin mulai mengikuti kegiatan Rohis seperti anggota lainnya. Ayu yang tetap kukuh untuk melakukan perang dengan Cahya disetiap kesempatan. Dan Cahya yang selalu meladeni tingkah Ayu.

Hmm.. overall, hidup mereka tidaklah berubah drastis seperti di novel atau drama yang mengisahkan tentang kehilangan. Mereka menjalani hari dengan baik walau satu penyangganya berpindah jauh.

Yah, mungkin untuk sekarang.

Ayu untuk saat ini duduk seorang diri. Belum ada sosok yang mengantikan posisi Ais di sampingnya. Dan, bagi Ayu itu bukanlah hal besar. Semua yang bernama kesendirian sudah berteman akrab dengannya.

"Ya, gue penasaran, deh." Kalimat pembuka di istirahat pertama ini.

"Apa?" Sahut sang pemilik nama. Cahya tak terlalu menanggapi pertanyaan Ayu. Diriya sibuk membereskan peralatan tulisnya yang berserakan setelah berperang dengan Matematika.

"Gimana ceritanya lo bisa deket sama abangnya Ais?. Pake manggil bang Gaga segala." Tanya Ayu dengan wajah penuh harap.

Cahya menghentikan gerakannya. Oh man, kenapa juga harus diungkit lagi?.

"Kenapa emang?." Tanya Cahya.

"Ya gapapa. Cuma aja kan gue kepo."

"Setuju." Sahut Adin yang sedari tadi memerhatikan. "Kalo dipikir, bang Arga itu spesies makhluk ganteng loh. Gimana ceritanya dia bisa kenal sama spesies kayak elo?." Sambungnya.

Cahya menatap Adin dengan mata memicing. "Spesies kayak gimana maksud lo?."

Adin meringis. Tangannya mengusap kepalanya, "ya, spesies langka dan dilindungi gitulah."

Tawa Ayu pecah. Memang, definisi bahagia untuk anak ini sangat sederhana. Melihat Cahya di bully misalnya.

"Lo pikir gue orangutan, pake di lindungi segala." Desis Cahya.

Sedangkan Ayu tetap tertawa dengan intonasi yang semakin kencang. Bahagia sekali dia sepertinya. Teman lucknut emang.

Cahya yang gemas langsung menghadiahi kepala Ayu dengan toyoran semanis macaroon di toko roti dekat halte.

Ayu mengaduh. Mendesis dan berniat melayangkan balas dendam untuk Cahya. Namun, sebelum aksi itu tercapai, Adin lebih dulu menimpali.

"Udah ga usah bersisik. Gue laper. Kantin, yuk." Ajaknya dengan akhiran senyum -sok- manis.

Dan toyoran yang tadinya diperuntukkan untuk Cahya pun beralih haluan ke Adin. "Yang bener tu berisik. Wah, gagal jadi orang Indonesia ya lu. Ngomong bahasa Indonesia aja masih remidi."

"Lah, emang udah ganti?." Sahut Adin sambil mengelus kepalanya.

"Dari jaman jerapah lehernya pendek juga udah begitu." Sungut Cahya, "Udah yuk ah ke kantin. Laper gue."

Dan tanpa babibubebo mereka beranjak dari posisi masing-masing ke surganya anak sekolah, Kantin.

_______________________________________

Jika kalian berpikir jika Cahya menceritakan kisahnya bersama sang pangeran saat sedang makan dikantin, maka jawabannya adalah tidak.

Saat sampai dikantin mereka terlalu fokus mengisi kebutuhan hidup cacing-cacing di perut mereka yang berdemo karena sumber daya dalam perut sudah menipis dan hampir habis. Ditambah lagi dengan gosip tentang si ketua Rohis yang ternyata memiliki segudang penggemar yang dibeberkan Cahya kepada Adin.

"Cahya. Buruan cerita." Desak Ayu. Mereka berada didalam kelas. Bel masuk sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Dan kabar gembiranya adalah untuk dua jam kedepan kelas akan jam kosong. Guru kimia mereka kabarnya sedang cuti melahirkan, jadi tidak masuk. Coba berdoa, mungkin itu jodoh kalian. Sementara ini belum ada guru pengganti, karena itu kelas free.

Cahya menghela napas. Memutar mata malas. "Segitu pengen taunya ya lu pada?."

Ayu dan Adin kompak mengangguk antusias. Wajah mereka berbinar menunggu Cahya akan bercerita. Yah, persis anak paud yang akan diceritakan dongeng pangeran dan angsa buruk rupa.

"Oke gue cerita," seketika keduanya tersentak bahagia. "Tapi ada syaratnya."

Ayu dan Adin langsung mengangguk patuh. "Apa?." Sahut keduanya bebarengan.

"Rampung gue cerita, si Adin juga harus cerita." Ucap Cahya sambil menunjuk Adin dengan dagunya.

Adin mengernyit. Seingatnya ia tak memiliki hutang cerita. Tapi kenapa ditagih?.

Cahya berdecak, "Lo pikir gue ga tau. Lo deket kan sama si ketua Rohis."

Mata Ayu membola. Dengan heboh ia menggebrak meja dan berkata dengan suara beonya. "Sumpah mi apa lo?."

Untung kelas sedang ramai. Jadi Ayu tidak menjadi santapan mata-mata silet milik teman-teman sekelasnya karena terusik oleh suara guntur milik Ayu.

"Mi goreng ayam penyet." Sahut Cahya sinis sembari mengusap telinga kirinya.

Ayu mendengus sebal, "apa sih lu."

"Hah?." Cahya dan Ayu menoleh ke arah Adin yang kini memasang wajah super cengoh.

"Heol. Lu ngapa dah?." Tanya Cahya.

Ayu yang gemas karena tingkah Adin pun langsung melayangkan tamparan kecil ke pipi gadis itu.

"Aduh!. Sakit!. Ngapain si lu." Sergah Adin.

"Elu yang kenapa. Tiba-tiba bengong kayak orang kerasukan."

"Ck. Apasih."

"Jadi gimana?." Pungkas Cahya.

Adin mengernyit, "gimana apanya?."

"Syarat yang gue kasih."

Dengan decakan sebal dan kerlingan tak suka Adin mengangguk paksa. Yah, setidaknya rasa penasarannya terobati.

"Oke, deal." Ayu berseru girang, "Buruan cerita." Lanjutnya.

Cahya menarik napas panjang. Matanya melirik ke sekitar. Setelah dirasa aman Cahya pun membuka suara.

"Jadi waktu itu....

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC

Acie ke PHP😅

Aem kambek kawan.

Tinggal beberapa part lagi menuju end ya.

Maaf baru updet lagi. Kena WB aku.


Makasih. Lup u😘😘

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang