Hari senin.
Biasanya, hari senin itu hari yang tidak disukai banyak orang.
Termasuk Meira. Baginya, kereta pagi di hari senin itu entah mengapa lebih sesak dibanding hari lainnya.
Meira menunggu kereta paginya seperti biasa. Kereta pukul 07.05.
"Mei!" seseorang menepuk bahu Meira yang sedang asyik memandangi orang - orang sambil memakan sepotong roti sandwich. Refleks, Meira menoleh dengan kaget.
"Jun. Ngagetin gue aja lo," balas Meira, begitu tahu siapa yang menepuk bahunya.
Xiaojun terkekeh. "Mau ngantor?".
"Uh - huh, emangnya baju gue ga keliatan kayak orang kantoran?" balas Meira. "Lo?".
"Emangnya baju gue ga keliatan kalo gue mau ngantor?" balas Xiaojun.
"Sial, dibalikin," Meira berpura - pura kesal. "Sandwich nih, mau?" Meira menawarkan sepotong sandwich lain yang ia punya.
"Nggak usah. Gue udah makan," jawab Xiaojun.
"Oh, gitu? Ya udah," Meira menyimpan sandwich miliknya kembali.
"Oh iya. Kemarin gue ketemu Hendery pas makan siang," cerita Xiaojun.
"Oya? Ketemu di mana?" tanya Meira, pura - pura tidak tahu. Ia sengaja melakukan ini, agar ada bahan obrolan dengan Xiaojun.
"Di resto yang ada di mall," jawab Xiaojun. "Dia makan bareng Papanya. Dia kerja di kantor Papanya, ya?".
"Iya, dipersiapkan buat jadi penerus. Katanya pusing dia, kayak asisten pribadi Papanya. Padahal dia ditempatin jadi karyawan biasa," jelas Meira.
"Oh gitu toh... pantes dia sempet bilang, dia ngikutin Papanya kemana - mana," Xiaojun menganggukkan kepalanya.
Meira memperhatikan Xiaojun dalam diam. Hari ini, Xiaojun mengenakan kemeja biru muda, yang ditumpuk dengan sweater abu - abu. Ia memakai celana bahan berwarna hitam, dan sepatu dengan warna yang sama.
Biarpun pakaiannya terkesan sederhana, bagi Meira, Xiaojun adalah orang yang paling menarik di stasiun.
"Mei?" panggil Xiaojun. Meira langsung tersadar dari lamunannya.
"Oh, apa?".
"Keretanya mau dateng. Masuk di jalur 2. Gue mau pindah peron," ujar Xiaojun.
Mata Meira menyipit, melihat kereta paginya yang mulai memasuki stasiun dari jauh. "Eh, arah Kota ya? Gue juga naik kereta itu,".
"Yaudah, ayo bareng," Xiaojun mengulurkan tangan kanannya.
"Tangan lo ngapain?" tanya Meira.
"You look absent-minded, Mei. Gue yakin lo nggak denger pengumuman kereta tadi? Hayo, mikirin apa?".
Meira tertawa kecil. Xiaojun tahu saja kalau dirinya tidak mendengar pengumuman kereta tadi.
Ya, mau gimana? Gue sibuk perhatiin lo.
"Kebiasaan tuh dari dulu. Bahaya tau," ujar Xiaojun lagi. Ia menarik tangan kanannya kembali. Diam - diam, Meira menyesal mengapa tidak langsung menyambut uluran tangan Xiaojun.
"Gue dari dulu nggak kayak gitu, ya!" bantah Meira.
Xiaojun malah tertawa. "Apanya? Lo tuh kadang begitu, Mei. Bahaya tau," ujarnya. "Eh, itu keretanya mau nyampe. Ayo, kita harus cepet nyebrang!".
Meira mengikuti langkah Xiaojun yang tiba - tiba berlari. Tepat setelah mereka memposisikan diri di antara kerumunan orang yang menunggu kereta yang sama, kereta mereka tiba. Masih cukup lengang, tapi langsung sesak begitu semua orang yang menunggu menaiki kereta tersebut.
"Ssst, Mei!" Xiaojun memanggil Meira, memberi gesture agar Meira mendekat pada dirinya. Xiaojun sendiri sudah berdiri di tengah, tangannya sudah berpegangan pada pegangan berbentuk lingkaran yang ada di dalam kereta.
Meira mengiyakan. Iya sedikit menerobos untuk bisa berada di samping Xiaojun. Ia meletakkan tasnya di bagasi, agar tidak merepotkan.
"Hati - hati sama tas lo," ucap Xiaojun, mengingatkan.
Satu jam berikutnya, menjadi detik - detik yang mendebarkan bagi Meira. Seketika ia langsung bersyukur karena dapat kembali sedekat ini, dengan Xiaojun.
Tapi, kapan hati kami dekat kembali?
-----------------------
tadinya mau double up tapi sinyal bapuk :(
oiya. get well soon, jun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stasiun | Xiaojun
Fanfictionkarena stasiun adalah tempat untuk bertemu, dan tempat untuk berpisah . . . . . - au - random update - non baku 20201013 #1 on stasiun 20220611 #1 on stasiun