16 - many thoughts

247 50 16
                                    

Meitan melirik Meira yang baru saja datang. Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Bagi kantor mereka, Meira termasuk orang yang datang terlambat pagi ini, karena jam kantor mereka yang masuk di jam sembilan pagi.

"Kak Meira –".

"Nanti ya Mei, gue absen dulu," potong Meira, lalu berlalu menuju alat fingerprint yang berada di pojok ruangan, sebagai alat absen kantor mereka.

"Ci Henny –".

"Ya?".

"Kak Meira lagi kenapa, ya? Biasanya dateng tepat waktu. Tapi akhir – akhir ini, kalo nggak dateng kepagian yaa, kesiangan," ucap Meitan.

"Oh, itu. Lagi banyak kerjaan dari Pak Qian kali, Mei," jawab Henny, asal.

"Hmm. Iya kali ya? Terus, tumben lagi nggak doyan makan,".

"Lagi bokek kali, jadi nggak banyak jajan," Henny menjawab dengan asal lagi.

"Seorang Kak Meira bisa bokek juga...?" Meitan terlihat kaget.

"Ci, lo kalo ngomong yang bener kek," kata Meira, menatap Henny dengan manyun. Meitan membalikkan badannya ke arah Meira, yang baru kembali setelah absen.

Henny tertawa. "Tuh, ditanyain adek lo tuh kenapa," ucapnya. Ia menatap Meira, memberikan kode bahwa di dalam kalimatnya mengandung makna lain.

"Gue hari ini kesiangan biasa aja kok, Mei," ucap Meira, kemudian duduk di kursinya. "Kenapa, ada yang nyariin gue?".

"Nggak ada sih Kak," balas Meitan.

"Oh, kirain ada –".

"Oh iya Kak!" seru Meitan tiba – tiba, membuat Henny dan Meira kaget, lalu menoleh padanya. "Kakak sama Hendery dapet salam dari Mr.X!".

Mendengar kalimat Meitan, Henny langsung memperhatikan ekspresi datar yang tergambar di wajah Meira dengan was – was. "Oh, makasih. Salam balik aja,".

"Siap Kak!" balas Meitan, kemudian kembali menatap layar komputernya.

Terlihat Meira menghela napas, sebelum akhirnya menyalakan komputer. Meira menghela napas sekali lagi, lalu mulai mengoperasikan komputer seperti biasa.

Henny menatap Meira dengan tatapan khawatir, sebelum akhirnya dikagetkan dengan panggilan masuk dari ponselnya. Ia langsung mengangkat teleponnya, dan membalikkan badan.

Yang Henny dan Meira tidak tahu, Meitan diam – diam memperhatikan Meira yang sesekali menghela napas. Meitan menggelengkan kepalanya, kemudian kembali fokus mengerjakan tugasnya.

Semoga perasaanku ini salah. Kak Meira tidak mungkin seperti itu.

***

Xiaojun menatap layar ponselnya, menghela napas, kemudian mengunci layar ponsel miliknya. Ia meraih sendok yang tadi sempat ia biarkan sejenak.

Memang, ia yang meminta pada Meitan untuk menitipkan salam pada Hendery dan Meira, dimana untuk Meira, ia memiliki maksud yang lain. Sudah lama mereka tidak berjumpa di peron stasiun, membuat Xiaojun bertanya – tanya, ke mana perginya gadis itu. Ketika ia tanyakan pada Meitan, Meitan menjawab bahwa Meira sedang tidak ada dinas luar. Untuk membuat Meitan tidak curiga, Xiaojun langsung menutup pertanyaannya dengan menitipkan salam untuk disampaikan pada Hendery dan Meira.

Makanya, ketika barusan ia membaca pesan masuk dari Meitan, setengah dari dirinya merasa lega. Meitan menyampaikan bahwa Meira membalas salamnya, disertai dengan informasi tambahan mengenai Meira yang pagi ini datang terlambat.

Apa Meira ngindarin gue?

"Kak,".

"Ya, Renjun?" sahut Xiaojun.

Stasiun | XiaojunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang