11 - monday flashbacks

212 56 16
                                    

"Happy Monday!".

"Wah, Meira!" Xiaojun merespon tindakan Meira yang tiba – tiba mengagetkannya.

"Hahaha," Meira tertawa. "Kok lo tumben berdirinya di sini. Biasanya agak ke sana lagi," Meira menunjuk ujung peron tiga yang lain.

"Nungguin lo soalnya," balas Xiaojun. "Lo baru dateng?".

"Iya nih, tadinya mau ke peron dua, tapi nggak keburu. Keretanya keburu berangkat," ujar Meira, mencari alasan untuk menghilangkan kegugupannya karena kalimat Xiaojun tadi.

"Oh, gitu?".

"Iya, pas banget di depan gue, pintunya nutup. Kesel ga lo?".

Xiaojun tertawa keras.

"Heh, ketawanya!" Meira menepuk lengan Xiaojun dengan gemas.

"Hahaha, apes banget lo, Mei," kata Xiaojun, di sela tawanya.

Meira pura – pura kesal pada Xiaojun. "Udah dong ketawanya!".

"Iya Mei, iya," Xiaojun menghentikan tawanya, dan mengembalikan ekspresinya seperti semula. "Btw, Mei. Kita kayaknya kalo ketemu di hari Senin terus ya,".

Mendengar kalimat Xiaojun, Meira mencoba mengingat. "Seringnya di hari Senin. Tergantung jam berangkat kita sama atau nggak, sih,".

"Inget nggak, waktu kita pertama kali ketemu di Manggarai?".

Meira menoleh sekilas, kemudian memalingkan wajahnya. "Inget. Yang minum lo nyaris jatuh di peron empat,".

"Iya, waktu itu untung ditahan sama kaki lo, Mei. Kalo nggak, gue mesti turun ke rel buat ngambil," ujar Xiaojun. "Untung waktu itu ada lo, gue lagi kehausan banget," lanjut Xiaojun, kemudian menangkupkan tangannya, seperti sedang berdoa.

Meira melirik tangan Xiaojun, berusaha mencari sesuatu di jari Xiaojun.

Iya, cincin.

Meira baru mengetahui kalau Xiaojun memakai cincin, secara tidak sengaja, ketika sedang duduk bersama dengan Xiaojun, di peron satu stasiun Manggarai. Mereka mengobrol seperti biasa, seperti yang biasa mereka lakukan jika bertemu di hari Jumat, sepulang kerja.

Xiaojun memakai cincinnya di jari manis di tangan kiri, sama seperti Hendery.

Meira tahu secara tidak sengaja, karena Xiaojun menangkap botol minumnya yang nyaris jatuh, dengan tangan kirinya. Meira, yang ikut menangkap karena refleks, malah melihat cincin yang melingkar di jari manis Xiaojun.

Ingin bertanya, tetapi Meira tidak berani. Ia sangat sadar bahwa dirinya bukan siapa – siapa bagi Xiaojun. Pun bagi Xiaojun, semua kenangan saat mereka berdua bersekolah di sekolah yang sama, hanya terlihat sebagai kenangan yang ia kenang dengan baik. Xiaojun terlihat menganggap Meira hanya sebagai teman mengobrol biasa, yang sering janjian untuk bertemu ketika berangkat dan pulang kerja.

Sehingga pada akhirnya, Meira hanya menyimpan semua tanya mengenai cincin yang melingkar di jari Xiaojun, bagi dirinya sendiri. Tapi, adanya cincin itu seakan menjawab pertanyaan mengapa Xiaojun susah untuk diajak bertemu di akhir pekan.

"Gue ada urusan Mei. Padahal gue pengen banget ngobrol sama lo," begitu jawabannya, selalu.

Iya, urusan untuk bertemu dengan seseorang yang sangat penting bagi lo, Jun.

Kok gue bego sih, bisa nggak ngeh kalau dia pake cincin??



"Mei, kok bengong?" tanya Xiaojun, saat ia menyadari bahwa tatapan Meira terlihat kosong dan lurus, ke arah peron dua. "Atau ada yang lo cari?" Xiaojun ikut – ikut melihat ke arah peron dua, berusaha mencari objek yang dilihat Meira.

"Nggak ada kok," Meira mengibaskan tangannya didepan wajahnya. "Sori,".

"Gapapa. Atau, lo masih kepikiran sesuatu sama yang lo bilang kemarin?" tanya Xiaojun, nadanya terdengar khawatir. Pertanyaannya merujuk kepada kejadian di hari Jumat, dimana Meira tiba – tiba ingin langsung naik kereta dari peron empat, langsung pulang. Tidak ikut ke Kota dulu, seperti yang biasa ia dan Xiaojun lakukan di hari Jumat. Ketika ditanya, alasan Meira adalah tidak enak badan, karena ada hal yang ia pikirkan.

"Iya. Sori ya, gue jadi nggak fokus," ucap Meira, menyesal. Padahal, ia sudah sengaja menyapa Xiaojun dengan riang tadi. Tapi, melihat cincin di jari Xiaojun, semangatnya hilang entah ke mana.

Xiaojun bahkan terlihat tidak ingin repot menceritakan mengenai asal muasal cincin yang melingkar di jarinya.

Mungkin, bagi Jun, gue bukan orang penting. Hanya teman biasa untuk menemani rutinitas pergi dan pulang kerja.

Rasanya, Meira ingin menangis. Dengan cepat, ia menundukan wajahnya, berpura – pura mengucek matanya karena mengantuk. Tak lupa dilengkapi dengan pura – pura menguap.

"Ngantuk banget Mei?" tanya Xiaojun.

"Iya. Padahal banyak yang harus gue kerjain hari ini," jawab Meira.

"Yaudah, semangat ya," Xiaojun menepuk pundak Meira, kemudian mengecek ponselnya.

"Anjir, sakit," balas Meira tanpa nada, kemudian berpura – pura kesakitan sambil memegangi pundaknya. Sengaja ia begitu, agar tidak menangis di depan Xiaojun.

Xiaojun terlihat serius dengan ponselnya. Tak ada pilihan lain, Meira juga mengecek ponselnya. Ada chat masuk dari Yangyang.

Liu Yangyang : Meimei, pagii! Semangat ya!

Liu Yangyang : Jangan baca chat gue doang TT bales kek TT

Meira W : Iya, pagi. Makasih

Liu Yangyang : Wah, Meimei bales chat gue!

Meira W : Terpaksa.

Liu Yangyang : Abis, kalo nggak gitu, lo nggak akan bales chat gue -_-

Meira W : Suka – suka gue dong

Read.

"Kok jadi dia yang baca doang chat gue??" ujar Meira, kesal.

"Eh, Mei, kenapa??" tanya Xiaojun, kaget.

"Eh, oh, gapapa," sahut Meira. Ia menyimpan ponselnya kembali. Dalam hati, ia kesal sekali dengan bocah bernama Yangyang itu.

Dasar bocah kurangajar. Malah ngebalikin ke gue!!







---------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hominahominahomina--

so far, how's the story? please leave your impressions and feedbacks to this story, i'll wait!

and to everyone that already leave their feedbacks, i want to give my deepest thank you to you!

oh, anyway, anyone want to be my mutual on twitter?

ps: my real life have been killing me slowly, so im so slow in updating my stories TT

yeah i know i have to finish my other story in my wattpad acc TT

Stasiun | XiaojunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang