//jerawat

768 86 58
                                    

 

--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--

  "Jangan dipegang!"

    Itu teriakan Anggie ketika teman dua harinya mencoba memecahkan jerawat merah di dagunya. Sontak saja mereka berdua menjadi pusat perhatian di tengah hiruk pikuk kantin pada jam ishoma.

    Anggie yang mulai menyadari tatapan terganggu dari orang-orang mulai menunduk dan menyatukan kedua tangannya seperti ukhti yang hendak disalami sambil berkata maaf berulang kali.

   "Kenapa harus teriak sih?" tanya Irel sambil meminum jus mangganya.

    "Ya gimana ga teriak? Jari lo abis menjelajah dunia, megang kursi, megang meja, megang tangan Yono tadi ga sengaja terus dengan entengnya lo mau megang jerawat depan gue? Ga bisa, ga bisa." Ceramahnya panjang khas dengan gesture tangan yang selalu ia tunjukan ketika berbicara. Lagi, itu sukses membuat Irel tertawa.

    Terhitung baru dua hari keduanya berteman, namun rasanya sudah sangat lama hingga bisa memahami satu sama lain.

    Anggie itu, pelawak yang terselimuti jiwa introvert. Dia seolah memberi jarak antara dirinya dan  teman sekelasnya. Ketika ditanya kenapa, ia hanya menjawab; ga klop, mending dari sekarang ngejauh soalnya kalo udah deket susah, alhasil gua temenannya terpaksa. Alhasil lagi jadi sering gibahin satu sama lain, padahal katanya temen.

    Entahlah, Irel sangat suka pembawaan temannya satu ini.

   "Lo tau ga? Jerawat yang dipencet di daerah hidung sama mulut itu akibatnya fatal banget kalo sampe infeksi, soalnya disana ada pembuluh darah yang bisa langsung ke kepala."

   "Terus, terus?"

    "Jadi kalo lo pencetin apalagi pas tangan lo lagi keadaan ga bersih itu bisa infeksi terus nyebar ke otak. Terus, pembuluh darah di pusat saraf bisa rusak, terus lu mati konyol."

    "Dih, masa ada orang mati gara-gara jerawat." Ujar Irel tak percaya.

    "Di Palembang ga ada siaran on the spot ye?" Spotan Irel menoyor kepala temannya, merasa tersinggung akibat kalimat yang dilontarkan.

    "Sembarangan kamu, di Jakarta noh ga ada PALTV."

    "Paham gue Rel lo belum terbiasa pakek bahasa Jakarta. Tapi bisa ga sih ga usah aku-kamu an, berasa pacaran tau nggak." Irel baru saja ingin mengeluarkan alibi namun teralihkan perhatiannya ke sekelompok cowok tinggi yang bisa dibilang menawan.  Tetapi bukan itu yang menarik perhatian Irel sedari tadi, melainkan seorang cowok yang lagi-lagi berjalan dengan menggendong gitar.

    "Ji, itu geng cowok yang baru dateng kelas berapa sih?" Anggie langsung membalikan badannya guna melihat siapa yang dimaksud Irel.

    "Oh. Itu anggota band sekolah. Nih ya, yang rambutnya cepak pakek gelang benang item itu basis namanya Kak Satrio, Yang pakek behel itu vokalis namanya Kak Rangga, nah terakhir yang lagi gendong gitar itu gitaris namanya—"

MOSARELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang